Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Monday 9 November 2009

Rock'n'Roll Hari Ini..



“Aku menemukan diriku berada dalam sebuah dimensi yang tidak kuketahui asal muasalnya, ujung juga tujuannya hanya indah yang menggetarkan, luas bersahabat tapi barangkali, hanya sementara”




Latihan serius hanya sekali saja menjelang event, studio musik di daerah buncit raya, tempat terakhir minggu ini aku berteriak, distorsi gitar yang gahar, beat drum yang menghentak-hentak, betot-an bass yang menggilasku, membuatku tersungkur di keremangan rasa yang luar biasa sempurna, moment-moment terindah dalam hidupku selalu kutemukan hanya ketika lagu yang kuciptakan berhasil mengantarku kepuncak gairah yang tidak kuketahui dari mana, mau kemana, dan akhirnya akan seperti apa. Persiapan kami memang tidak cukup matang, seorang player agak sibuk belakangan hingga latihan sedikit tertunda, hanya sehari menjelang acara baru kami semua punya waktu untuk berkumpul, tokh.. itu bukan alasan untuk tidak terlibat dalam gigs malam nanti dengan pertimbangan bahwa lagu-lagu yang akan kami bawakan merupakan lagu yang sudah pernah kami bawakan sebelumnya,


“Tak ada keterikatan permanent, semua bebas ditanggalkan sewaktu-waktu, Max Stirner”


The Rollz bukanlah band yang memiliki keterikatan permanent dengan personel-personelnya, semua player-nya memiliki band tetap di tempat lain pun aku sendiri. Jadi gak ada latihan rutin, alih-alih hanya ngejams bareng, memainkan lagu-lagu AC/DC dan lagu milik kami sendiri, barangkali itu yang di namakan latihan. Itupun jika kami memiliki waktu luang setelah lelah bergelut dengan rutinitas harian. Buat sebagian orang mungkin itu aneh, tapi bagiku justru malah semakin indah, kesementaraan itu-lah yang justru membuatku bergairah, tanggung jawab kami bukan pada band tapi pada panggung, tanggung jawab kami bukan pada personel yang lain, bukan pada audience, tanggung jawab kami juga bukan saja pada diri kami sendiri, diatas semua itu, tanggung jawab kami terletak pada lagu yang kami mainkan. Indah bukan??!?

“ Persetan isu politik, suksesi juga revolusi, bagai onani di malam hari, persetan lagu top forty, musik bisnis juga infotainment seperti maling hanya mencuri- semua hanya ilusi- impian para pecundang!! Gak perduli segala macam fashion, gaya hidup konsumerisme bagaikan mimpi mendesak sadar, persetan kampanye elite, retorika para politikus, hanyalah janji dikertas usang,- manis berhias bangkai- di bibir laknat sang dajjal!! The Rollz’ song -Rocknrevolt-

Lagu diatas merupakan lagu yang kubuat beberapa tahun lalu, satu dari sekian lagu-laguku yang bercerita tentang sebuah kemarahan, bercerita tentang kemuakkan yang jika diselami ada kiritik peradaban di dalamnya, ada kejenuhan, ada juga teriakan yang mendesak pada situasi bahwa hampir semua ruang tertutup untuk bersembunyi, pada reffrain, distorsi gitar terdengar mentah, garang tapi berontak, tidak mengukuhkan arti yang fisial belaka tapi lebih dari sebuah luapan kekesalan.

“ aku mau kemana, lari dimana, semua yang kulihat malah menggigitku, tapi aku tak akan mati sebagai pecundang!! aku mau kemana, lari dimana, semua yang kulihat kini membunuhku, tapi aku tak akan berhenti melawan dunia!!

satu lagu itu, semoga cukup memberi makna akan keberadaanku, memberi sedikit jejak eksitensiku, lagu ini menjadi saksi beberapa kali pergantian player di band ini, hingga akhirnya hanya bertahan dua orang lalu entah bagimana kami pun sepakat bahwa band ini hanya sebuah side, artinya tak perlu ada simpul yang mengikat kami disini, persahabatan saja’ alasan paling tepat yang membuat kami bertahan dan mungkin hanya aku. Aku percaya bahwa The Rollz adalah ada karenaku yang mungkin dalam bahasa bangsatnya, aku memilikinya, tapi aku bukan leader, tak ada pemimpin disini, tidak ada!! Aku tidak berkuasa, meskipun aku bisa saja menjadi roh dari lagu-lagu yang ada, tapi aku hanya menciptakan lirik, notasi tapi sebatas alunan vocal dan untuk aransemen semua kuserahkan pada mereka yang memainkannya, tak ada batasan didalamnya, tak ada patron, karena pada dasarnya kami saling percaya dengan latar belakang influence masing-masing yang berarti tak mungkin melenceng dari apa yang ada dalam benak kami! semua punya tanggung jawab masing-masing, aku memiliki otonomi di bagian pelafalan notasi dan lirik yang berarti kusesuaikan dengan warna vokalku, cengkokkanku juga kesenanganku, dan para player bebas untuk mengisinya semau mereka, menghias-nya dengan apa yang mereka suka, gitar membuat riff, diikuti bass, drum mengikuti tempo menghasilkan ketukan dan jadilah sebuah lagu, tak ada hak istimewa didalamnya, bahkan jika aku salah semua bisa uring-uringan tanpa ragu ada privilege didalamnya. Semua berhak memberi ide tapi bukan pressure, semua bisa saja memberi masukan pada pelafalanku dalam bernyanyi tapi tidak akan memaksaku jika masukan tersebut tidak sesuai dengan yang kumau- pun sebaliknya!! ini bukan justifikasi, bukan apologi bahwa - The Roll’z hanya manifest El hendrie…


“ Jakarta adalah kota yang membuat kita mati tua di jalanan - Gie”


Aku masih berada di dalam kamar, ketika satu sms masuk dihapeku, menanyakan keberadaanku, rupanya dari partner band-ku, dia juga kebingungan mencari lokasi gigs yang akan kami rayakan malam itu. bergegas dan tak sampai 15 menit aku sudah berada diatas 502 menuju cikini, Dammz, macet!! Jangan berharap jalanan akan lancar di kota ini! apalagi pagi dan menjelang senja, kita akan berhadapan dengan kota yang menyerupai kandang kura-kura. seperti kalimat diatas yang ku cungkil dari catatan harian Gie, kuterjemahkan dengan cara-ku, yeah! Kota ini akan membuat kita jadi tua dan layu di jalan, berapa banyak dalam satu hari yang terbuang sia-sia hanya dalam perjalanan, aktifitas yang melelahkan!! Aku tak yakin akan sampai dalam 20 menit ke cikini…


“ Jika kita melempar dengan satu batu itu adalah tindakan criminal, jika kita melempari mereka dengan puluhan batu maka itu adalah tindakan politik, jika kita membakar satu mobil, itu hanya aksi criminal tapi jika kita membakar puluhan mobil mereka maka hal itu adalah aksi politik – Ulrike Meinhoff”


Sebuah sms masuk lagi, kali ini dari panitia acara, “acara dicancel, pihak berseragam memboikot” Dammz!! aku berasa hilang!! Dengan pembenaran hukum, pihak berseragam membatalkan acara, hukum menjadi sebuah dogma yang terpaksa dipatuhi, alasan kententraman dan ketertiban menjadi satu-satunya justifikasi bagi mereka untuk itu.. hmm! Jika logika itu bisa di balik.. alasan kententraman semua pihak berkuasa ditiadakan, akh, sudahlah!! kali ini aku tidak ingin menulis tentang fasist,-fasist itu aku ingin mengembara dalam kata rock.. roll.. rock.. roll..: rock and roll…!! Sesuatu yang selalu membuatku merasa memiliki hidup abadi….

Industri Musik dan Tendensi Masyarakat Dominan:



Bagi sebagian orang band itu adalah cita-cita, di dalamnya ada mimpi, harapan, ada hasrat sekaligus keterkaitan dan tanggung jawab, bukan pada siapa-siapa tapi pada diri sendiri, yeah!! itu memang benar pun dengan logika yang sederhana sekalipun, aku jadi ingat pada lebih dari sepuluh tahun lalu, di sebuah kota kecil tempat untuk pertama kali-nya aku mengenal apa itu anak band, apa itu studio musik, apa itu rock’n’roll! Waktu itu masih begitu muda, masih sangat mentah, di mana mimpi-mimpi berkobar dengan dashyat!! Di kota kecil itu tak ada gigs yang tetap, panggung hanya sebatas festival-festival musik, itu-pun jarang sekali’ paling banyak sekali sebulan, kota itu hanya sebuah kabupaten kecil dengan penduduk yang tidak mencapai 5 juta jiwa. Aku cukup aktif terlibat dalam festival-festival musik yang tentu saja ada juri sebagai penilai, sebagai hakim yang menentukan siapa juara, siapa yang harus jadi pecundang, ironis-nya aku dan band ku tidak pernah sekalipun menang dalam kejuaraan-kejuaraan itu, hahaha! belakangan aku mulai sadar tak ada satupun juri di dunia ini yang objektif!! Saat itu mawar merekah sempurna, mimpi hampir mengalahkan kenyataan, semua logika hilang diatas abstraksi ambisi yang dipenuhi kepulan keringat, banyak hal gila kulakukan dengan itu, pernah sekali ujian kenaikan kelas kutinggalkan demi sebuah panggung yang jauh. Melintasi laut, menyeberangi beberapa pulau-pulau kecil dengan kapal ferry untuk menuju ibukota propinsi karena kebetulan ada festival musik yang bertepatan dengan ujian penaikkan kelas, haha, fuckin crazy!! 

“ semua orang adalah seniman dan di segala tempat adalah panggung, Wiji Tukul”


Kini, aku mengenang semua itu dengan tawa, saat tiba-tiba ada kerinduan akan masa-laluku, bukan untuk berdamai dengan mimpi-mimpi usang tapi ini hanya sekedar lintasan rasa yang datang tiba-tiba dan sungguh, aku menikmatinya!! Apa yang berbeda sekarang? Jelas sekali banyak yang berbeda! Jika dulu dan mungkin saat ini masih relevan pada sebagian orang yang merasa yakin akan bisa mengalahkan industri musik dengan idealisme yang ada, aku sudah tidak percaya industri musik! Aku tidak bisa lagi menyerahkan mimpiku pada gurita bernama industri musik, That’s bulshit!!!!

Logika industri adalah bisnis tetapi lebih dari itu, mereka juga memiliki hirarki yang menindas, memiliki control, ada pressure, artinya tak ada kebebasan untuk berekspresi, kepatuhan diciptakan demi meraih laba sebesar-besarnya, sebuah lagu hanya ternilai sebatas dia memberi keuntungan pihak label, harga sebuah band diletakan sekuat mana dia mampu menghasilkan uang banyak untuk produser-nya!!
Di dalam masyarakat dominan, musik yang menjual adalah musik yang mudah dicerna, musik yang ringan, kesan-nya musik itu harus bisa menina-bobokan, yeahh!! Kita hidup di dalam system yang tak punya akar, penghisapan manusia adalah hal yang biasa, tidak aneh, jika musik mainstream itu adalah lagu-lagu yang bersifat candu, artinya, kita di paksa untuk tidak lagi serius mendengarkan karya musik, kondisi memaksa orang-orang untuk mengikuti saja apa yang sudah ada, apa yang ada di depan mata, setelah seharian manusia di hisap dalam kondisi kerja yang melelahkan, tubuh dan pikiran sudah demikian letih untuk menalar akibat desakan untuk bertahan hidup did dunia yang schizofrenik, maka mereka butuh pelarian yang menyenangkan, yang menyegarkan, mereka butuh musik yang menghibur, yang bisa melepaskan kepenatan mereka dan membius mereka dari semua penjara rutinitas hidup harian yang memuakkan, apa itu salah??!? hmm..ini memang rumit, tp bagiku itu salah, jelas salah...
Kecenderungan itu akan mengakibatkan hilangnya daya kritis, sikap pesimis, serba "nerimo", hingga semua hal di biarkan berjalan tanpa negasi, dan lambat-laun retakan ketidakadilan justru terlihat sebagai hal yang biasa, itulah candu musik mainstream, moralitasnya hanya melelapkan di permukaan tapi di dalam-nya dia justru menggerogoti harkat kemanusiaan: sikap untuk memilih, daya kritis, kebebasan, dan sebagainya- Fuck!! racun budaya popular yang diminum secara kolektif, racun yang membinasakan apresiasi bebas tanpa disadari, dan dengan tidur di dalam musik mainstream kita sama saja tutup mata dan membiarkan semua penindasan ini berlangsung, kita membiarkan air mata habis terinjak oleh tiran sepanjang abad sejarah, kita jauh lebih laknat dari para pengkhianat!!

Aku tidak ingin berada di posisi itu, saat ini bermusik bagiku adalah sebuah prosesi pemenuhan diri, bukan sekedar sebuah pelepasan, tetapi bersifat transendensi, seperti bercinta dan meraih orgasme, tak penting besok atau lusa, lagu-laguku diterima orang atau tidak, Persetan!! Aku juga tidak mengejar gigs, ini ironi yang juga butuh kertas lain untuk ditulis, saat bernyanyi di kamar dan di studio hampir sama rasanya, tidak ada lagi ambisi, jika kelak aku akan mendokumentasikan lagu-laguku, barangkali akan kusebarkan tapi tidak akan ada target apa-apa… 
Aku juga sudah tidak perduli, jika beberapa dari kawan-kawanku sendiri mencibir, “Hey El Hend, U not Fuckin rocknroll anymore, Kick ur ass, bah!!


Apa itu rocknroll?? 
Bagiku, jika memahami rocknroll sebatas bentuk musik maka akan terjebak pada arus romantisme, sekedar memorabilia di mana kita berusaha mereka-reka masa lalu yang tidak pernah kita jalani, sebatas patron pada karya cipta para maestro yang memang abadi untuk selalu hadir ditelinga kita, rocknroll bagiku bukan sekedar musik, tapi juga attitude, pemberontakan juga sikap kritis, ini content paling prinsipil dalam tubuh rocknroll, aku percaya’ jika aku memahami rocknroll sebatas bentuk musik, maka aku sama saja dengan para rockstar TV yang suka menjual slogan rocknroll….: 

Rocknroll belum mati kawan!! 
Di titik ini, aku juga sudah tidak lagi perduli orang-orang akan mengkritisi musik yang akan kuciptakan, sudah tak ada standar objektif, bagaimana dan seperti apa musik berkualitas itu, masyarakat dominan hanya memberi label label seenaknya pada musik yang mereka suka dan mengatakan kualitas musik terletak pada angka penjualannya. Ironis!!!
bagi masyakat dominan, musik berkualitas = musik yang mudah dicerna = musik mainstream = penghilangan daya kritis = sikap hipokrit yang membiarkan semua penindasan berlangsung terus menerus!!
Butuh ruang luas untuk memperdebatkan hal ini, aku juga sudah cukup jenuh untuk semua itu!! terlalu jenuh dan membuatku muak, pada puncak-nya aku sudah tidak perlu alasan apa-apa lagi, aku hanya ingin bernyanyi dan meludahi semua itu...
Artikel Terkait

0 komentar: