Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Wednesday, 4 November 2015

Resensi Film The Longest Ride: Bahkan Nicholas Sparks memungut cinta di-Black Mountain


Produksi        : FOX 2000 Picture

Sutradara      : George Tillman, Jr


Biaya              : USD 34 juta







Dimanapun cinta terbit selalu diharapkan berakhir bahagia, dan setiap film-film cinta romantis yang happy ending maka Nicholas Sparks adalah jagoannya. Iya. Bila sedang kusut, bete dan sedang mood jelek, cobalah untuk tonton salah satu film-nya maka semua bayanganmu tentang dunia akan menjadi lebih manis. Paling tidak, Itu-lah yang saya rasakan setiap menonton film yang diadaptasi dari novel pria Amerika ini. Saya menjadi salah satu fans berat laki-laki 50 tahun itu. Sejak The Notebook, Walk To Remember, Save Haven, Lucky One dan beberapa lainnya sampai yang terakhir The Best of Me. Meski jujur, saya mengenal Sparks bukan dari novel-novelnya. Sutradara-sutradara handal yang kreatif berhasil menjembatani novel-novel itu menjadi film hingga membuat saya mencari tahu siapa Nicholas Sparks lalu menunggui karya-nya seperti menunggui mangga matang persis dibawah pohonnya. Hahaha, 
Ah, sudahlah.. siapa yang tak pernah nonton The Notebook? Message in a Bottle? Eh, Belum? malang sekali.

Anyway, The Longest Ride merupakan film terbaru Nicholas Sparks yang disutradarai George Tillman, Jr dan menampilkan Scott Eastwood dan Britt Robertson sebagai pasangan muda yang jatuh cinta meski memiliki banyak perbedaan. Oona Castila Chaplin, cucu dari superstar Inggris Charlie Chaplin ikut ambil bagian di film ini. Dia apik sekali memainkan peran Ruth Levinson seorang wanita yang begitu mencintai seni. Begitu mencintai kehidupan.

Well, saya tidak perlu risau menceritakan bagaimana alur film, tontonlah dan hakimi sendiri. Beberapa kritikus film memang tidak terlalu antusias pada The Longest Ride bahkan faktanya, film ini gagal melampaui Fast and Furious 8 di Box Office tapi saya tidak peduli. Bagi saya film ini keren. Okey, benar memang kisah cinta-nya mudah ditebak dengan akhir yang membuat semua orang bertepuk tangan. Bukan karena itu. Edan. Lupakan Luke Collins. Percayalah.. dia pasti akan berakhir bahagia dengan Sophia Danko. Dan Ira Levinson apakah dia bisa bertemu lagi dengan Ruth-nya? Aihh, barangkali, Saat ini mereka sedang berpelukan di-surga sambil menertawai kita yang sibuk menerka-nerka. Hahaha..

Saya takjub pada latar filmnya, North Carolina.
North Carolina adalah salah satu dari ketigabelas Koloni pertama, dahulunya dikenal sebagai Carolina. Joara, sebuah desa berpenduduk asli Amerika. Pada 1567 negara bagian ini menjadi lokasi Fort San Juan, pemukiman kolonial Spanyol yang pertama di pedalaman dari apa yang kemudian menjadi Amerika Serikat. Negara bagian ini juga merupakan lokasi koloni Inggris pertama di benua Amerika. Panorama-nya yang western banget sudah membuat saya jatuh hati.




Secara khusus, film ini lagi lagi membuat konsentrasi saya terusik hingga harus mencari tahu tentang Black Mountain College  (1933-1957). Sekolah seni yang didirikan pada tahun 1933 di North Carolina, sebagai percobaan dari “Pendidikan dalam Demokrasi," dengan ide bahwa seni kreatif dan tanggung jawab praktis sama pentingnya dengan perkembangan intelek. Penekanannya adalah belajar dan hidup itu harus terhubung erat. Drama, musik, dan seni rupa dianggap sebagai bagian integral dari kehidupan kampus. Sekolah itu menjadi satu titik penting dalam sejarah pendidikan di Amerika yang menjadi antitesis model pendidikan tradisional saat itu. Sekolah itu mendidik siswanya dengan semangat kebebasan, lintas disiplin, seni, tidak memisahkan antara bekerja dan bermain, serta hubungan egaliter antara guru dan siswa dimana guru dan siswa sama-sama bekerja dalam mengurus kampus (bangunan, administrasi, hingga makan siang). Pada akhirnya Black Mountain College sudah tak lagi ada, namun jejaknya sangat berpengaruh dalam sejarah perkembangan seni di Amerika. Menjadi salah satu hasil kreasi yang tak biasa sepanjang sejarah peradaban manusia. Dan inilah yang membuat saya mengernyitkan dahi, bagaimana Nicholas Sparks menggabungkan ide tersebut? Menjadikan sekolah yang bahkan tak pernah terakreditasi serta dijalankan dengan anggaran minim itu sebagai monumen lalu membungkusnya dengan kisah cinta dua zaman hingga layak untuk di tonton. Tentu saja peran George Tillman, Jr sutradara kulit hitam yang terkenal dengan Man of Honour-nya ini juga harus diacungin jempol. Yeah! Gegara dua orang ini, saya jadi punya impian untuk melanjutkan study ke  North Carolina University. (aminnn) hahaha..
Siyal... Siapa yang tidak mau ke Grandfather Mountain, Lake Norman, Asheville, Neuse River, Old Salem Museum? Jockey's Ridge State Park, International Civil Rights Center, The Blowing Rock? Mordecai Museum? Museum of the Cherokee Indian, Pullen Park, Cataloochee Ski Area? Atau Horn in the West, Topsail Island? dan North Carolina Music Factory?dan tentu saja artefak Black Mountain College! Saya menyarankan, sebelum kiamat benar benar tiba, tempat tempat itu harus didatangi, hehehe.
Nicholas Sparks sudah memberi pesan bahwa dunia ternyata tak sependek jalan pikiran para jomblo dan cinta adalah sesuatu yang harus dirayakan. Mau bukti? Luke anak desa di North Carolina yang tidak tahu apa apa selain mengendarai banteng bisa membuat Sophia anak kuliahan rela untuk meninggalkan Manhattan.
Btw, Luke difilm ini juara dunia Rodeo loh.. :D


Artikel Terkait

0 komentar: