Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Thursday, 9 October 2014

Resensi Film: The Maze Runner

Film The Maze Runner
Sutradara: Wes Ball
Produksi: Twentieth Century Fox 2014
Biaya: USD 34 juta

Bayangkan, bagaimana jika sejauh mata memandang hanya tembok tinggi yang membatasi kita dari dunia luar. Memenjarakan kita dari kenyataan, menjauhkan kita dari kebebasan bahkan impian kita berada dalam kontrol orang lain. Pasti ada jalan keluar dari itu, ada rahasia yang harus diungkap.



Paling tidak, begitulah pesan dalam Film The Maze Runner. Meski sampai diakhir film, saya masih bingung apa yang membuat Thomas (Dylan O'Brien) begitu istimewa. Saat dia pertama kali tiba tiba muncul dan bergabung bersama anak anak lain di Glade. Seperti yang lain, Thomas juga kehilangan ingatan dengan berbagai macam pertanyaaan, kenapa dia ada disini? Dari mana dia datang? Siapa dirinya?
Pada saatnya, Thomas harus meyakinkan Alby (Aml Ameen) sang pemimpin kelompok bahwa mereka tidak bisa selamanya berada dalam labirin.

Film ini diangkat dari novel karya James Dashner, kisah tentang para remaja yang tersesat dalam labirin lalu mencoba untuk keluar dari dunia kecil yang mereka sebut Glade, sayangnya tempat tersebut dibatasi oleh tembok menjulang dengan pintu yang terbuka saat matahari terbit dan tertutup saat matahari terbenam. Yang membuat film ini menjadi dramatis , didalam labirin tersebut hidup beberapa monster mengerikan yang mereka sebut Griever. Monster yang tidak akan membiarkan mereka keluar begitu saja.

Tentu, untuk keluar tidak semudah seperti rencana Thomas apalagi ketika Alby disengat Griever dan Gely (Will Poulter) mulai menunjukan prilaku yang tidak bersahabat.
Bersama Minho (Ki Hong Lee) ketua kelompok pelari, Thomas mencoba mencari cara agar keluar hingga akhirnya Minho  menunjukan peta labirin yang mereka coba susun selama tiga tahun.
“ Hampir tidak ada jalan keluar” desis Minho pesimis.
“ Mengapa kamu tidak memberi tahu yang lain” tanya Thomas.

Minho hanya diam lalu mengatakan bahwa  Alby sang pemimpin sudah mengetahuinya. Justru Alby melarang Minho untuk mengatakan kepada yang lain agar tidak membuat mereka kehilangan harapan.

Pada dasarnya film ini adalah teka teki tentang harapan. Saat kita mulai terbiasa dengan keadaan, dunia yang terlihat dan orang orang yang datang hanya itu-itu saja. Kehidupan berlangung sebagaimana adanya, waktu berjalan cepat hingga kemunculan Teresa (Kaya Scodelario) -gadis pertama yang ada dilabirin sekaligus yang terakhir datang. Kehadirannya membuat semua makin sulit bagi Thomas. Apalagi ketika pertama kali terbangun dari dalam kotak, Teresa menyebut nama Thomas.
Film ini seperti memberi pesan agar kita terus berjuang untuk sesuatu yang kita percayai. Berani berbuat atau selamanya terpenjara, tentang harapan yang tidak boleh putus dan rahasia yang melingkupi labirin. The Maze Runner seakan kembali melanjutkan kesuksesan film film lain yang diangkat dari novel, seperti pendahulunya Twilight, Divergent, The Fault In Our Stars yang juga sukses merajai Box Office.

Well, Berhasilkah Thomas membebaskan mereka dari labirin? Apakah impian Chuck (Blake Cooper) untuk memberi cenderamata pada orang tua yang tidak pernah dia ketahui akan terlaksana? Mampukah para remaja itu mengalahkan Griever demi melihat dunia luar? Siapa mereka semua? Dan alasan apa yang membuat mereka harus tersesat didalam labirin?
Wes Ball Sang Sutradara The Maze Runner seakan berteriak kencang. Dude, do something! Die trying or nothing at all.

Thursday, 25 September 2014

Resensi Film: Good People

Good People
Sutradara:  Henrik Ruben Genz
Produksi:    Millennium Entertainment


Cobalah pikirkan ketika hidup menjadi begitu sulit dengan tagihan yang terus datang, kartu kredit, cicilan rumah,cicilan kendaraan dan sebagainya. Tiba tiba setumpuk uang seperti jatuh dari langit. Peduli setan, uang itu berasal dari mana? Toh,  ada didalam rumah, tepat didepan mata. Uang yang mampu menyelesaikan semua permasalahan.
Mungkin seperti itu pesan dalam film ini.



Tom Wright (James Franco) dan Anna Wright (Kate Hudson) adalah pasangan muda yang belum begitu lama tinggal di London. Dikejar utang dengan resiko kehilangan rumah membuat pasangan ini seperti pupus harapan.
Kondisi tersebut berubah ketika Tom mendapati penyewa dilantai bawah rumah mereka terbunuh dan meninggalkan uang yang cukup banyak. Antara melaporkan kepada polisi atau tidak, Tom memilih untuk menyimpan uang tersebut. Uang yang akhirnya membawa pasangan itu pada petualangan yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Dikejar penjahat paling keji di London.
Pada akhirnya film ini hanyalah film biasa, tidak memiliki keistimewaan seperti film film bergenre yang sama. Kehadiran Kate Hudson tak banyak menolong. Meski akting perempuan kelahiran ,,,, ini cukup ciamik. Sayang, tak ada kejutan apa apa dialur cerita.
Saya tak paham mengapa Henrik Ruben Genz bisa menduetkan Kate Hudson dan James Franco difilm ini. Sangat tidak cocok.


Saturday, 28 June 2014

Maaf, Aku Tak Bisa Menggenggam Tanganmu Ketika Kita Menyebrang Jalan.

 

 

Make me immortal with a kiss -Christopher Marlowe-


"Ini untukmu..
 Sosok yang kerap terabaikan namun melekat seperti bayangan.
Pada hari hari lampau yang kita jalani, statiun kereta, halte bus kota atau warung warung makan pinggir jalan. Derap kaki tunawisma yang tak memiliki ranjang, derita kesusahan dan kesempatan yang begitu terbatas. 
Sesederhana itu juga aku mengenangmu"



"Ini untukmu…
Tubuh yang dirantai ikrar, dipeluk norma yang membuatmu tak bisa kugenggam ketika menyebrang jalan. Malam malam sunyi yang kita lewati menikam dibalik kata kata pada lampu redup dikamar penginapan. Sementara diluar ruangan, dunia berputar melewati kita. Menyimpan kutukan dan penghakiman seperti ramai berita tv yang memuja koruptor dibalik jerit kemiskinan.

Sesendu itu aku mengenangmu"







The hunger for love is much more difficult to remove than the hunger for bread. -Mother Teresa-



Sesungguhnya, aku lelah dengan perang ini- masalalu adalah kisah yang sepenuhnya tak bisa kita selesaikan. Aku sudah coba meyakinkanmu untuk melupakan semua itu. Menjagamu dari asumsiku sendiri. Tapi semua tak pernah bisa mudah. Kamu seperti berdiri sendiri dengan keyakinanmu sementara aku percaya pada pikiranku. Kita seperti memiliki Tuhan yang berbeda. Ah, betapa perihnya perdebatan ini.
Aku menolak untuk mengingat, dan apakah kamu tahu? Sesak-nya menahan ingatan ingatan itu. Kenapa kita tidak bisa saling memahami? Menyingkirkan semua hal yang merusak imajinasi kita.

Aku tak ingin kamu terus mengucurkan airmata. Tapi aku tahu, bahwa hatiku akan berdarah-darah. Membuka luka yang bisa menghancurkan kita. Dan entah kapan memulai proses penyembuhannya, aku tak ingin ada lagi rasa sakit. Aku mencintaimu.. dan aku menolak berpikir, menolak mengingat.
Masalalu memang tidak bisa diubah tapi masa depan bisa kita ubah, demikian seorang pecundang lama pernah bilang. Tentu, banyak kenangan dibelakang sana, kisah itu seperti buku yang usang dengan seribu makna. Kita bisa tertawa mengenangnya, kadang kadang kita juga bisa menangis. Tapi keseluruhan dari masalalu adalah omongkosong. Dan aku berharap kita bisa menghapusnya dengan kisah kita yang baru. Aku benci masalalu... dan jangan ingatkan aku tentang itu. 

Coba jejali memorymu tentang berapa banyak fly over yang kita lewati dan berapa kilometer jalan kota yang kita lalui. Tentang sepi sepi juga api gelora saat kita bersama. Ingat juga tentang makanan yang pernah kita makan. Juga canda tawa ketika senja menjemputmu. Aku ada disana, disisimu saat kita tersesat dijalan kimia, gagal nonton karena macet lalu tiba tiba hujan. “is not about the movie, is about the moment” aku terpaku dikalimat itu.
Hey, aku ada disana, bersama keterasinganku yang rapuh, seperti kamu yang rapuh dalam pelukanku...


Aku melukismu dalam seribu bayangan, pada rasa sakit yang menikamku juga serpihan serpihan kisah yang tidak sepenuhnya kita miliki. Ada banyak alasan kenapa semua tidak bisa menjadi utuh. Dan ada banyak alasan kenapa aku tidak bisa menggenggam tanganmu saat kita menyeberang jalan ditengah muntahan kendaraan dari Menteng hingga Tebet. Entah berapa fly over menuju hatimu? Menembus jantung kemacetan, dirintangi puluhan lampu merah lalu sampai pada harapan- harapan yang indah-
Aku memikirkanmu tiap saat dalam hidupku, dalam ramai dan sepi. Bersama cinta yang berdegup kencang juga gairah yang meledak ledak. Kamu adalah api dan aku dinamitnya.
Aku tak pernah berpikir kita bisa sampai dititik ini, perjalanan panjang dan rahasia seperti aksi spionase difilm film mafia. Tapi kita bukan kriminal, bukan pula penjahat. Kita hanya bertemu diwaktu yang tidak tepat dan diruang yang tidak seharusnya. 
“Bukan soal siapa yang pertama datang, bukan pula siapa yang paling lama hadir, ini soal siapa yang datang dan tidak pergi”.  
Tapi siapa kita? Ditengah dunia yang begini ramai oleh ambiguitas kita hanyalah sepasang cinta yang terhukum oleh moralitas yang mengesampingkan kebahagiaan. Apapun pembelaan yang kita utarakan, kita tetaplah dikutuk oleh peraturan tak tertulis.
Hey, aku cinta kamu dan kamu cinta aku. Sudah cukup begitu saja.

Malam ini, aku sedang menghamburkan banyak titik titik tanpa koma pada semburat langit jingga, sebab aku tak mau mengakhiri puisi tentangmu. Tapi bait berikutnya, biarlah hanya akan jadi rahasia kita. Seperti pada saat nanti ketika aku titipkan bunga didirimu. Bunga itu akan menguncup lalu mekar pada sembilan musim berikutnya. Bunga itu akan selalu mengingatkanmu tentangku, mengikat kita selamanya. Akan kujaga dan kusirami dengan hujan dari langit jauh. Aku selalu berharap bunga itu terus tumbuh dan mekar, menjadi prasasati hidup disisa hari tua kita dengan siapapun nanti kamu jalani hidupmu. Aku akan selalu ada menjadi lebih dari napasmu...
Bunga bunga itu akan menjadi puisi yang bisa kita baca kapanpun kita mau, diberanda senja dimana kita selalu menghabiskan malam dalam pelukan berselimut sunyi yang luruh dimatamu. Kekasih, aku mencintaimu, beri aku kesempatan itu...

Love is like a violin. The music may stop now and then, but the strings remain forever - Unknown-



"Ini untukmu...
Hati yang beranjak pergi ke tempat nun jauh, melewati udara, terbilang jarak dari segala bandar udara melewati negeri tetangga.
Lalu kau datang, memberiku cahaya yang tak setahu dunia, cahaya yang membentuk diriku, laksana muasal manusia. Dari tanah liat ditutup salju yang menyerbuk, membatu, menggumpal, kau hibahkan disudut hati, menjadi persatuan cahaya dengan cahaya. 
Seperti cahaya itulah aku mengingatmu"




Pada akhirnya, aku menulis lagi... ada sesuatu disenyummu yang membuatku ingin menulis, entah sudah berapa tahun? tapi senyummu membuatku jadi melupakan tahun tahun terakhir saat aku tak lagi bisa menulis. Senyum itu menikamku seperti panah prajurit Sparta.
Hey, apakah kamu sadar bahwa aku bisa mati jika tak lagi bisa melihat senyum itu? 



Ditulis di Tebet, menuju 20 hari ketika tulisan ini dimulai pertama kali.







Monday, 3 December 2012

Usia Tua Itu Kesalahan Penciptaan Dan Menjadi Tua Adalah Kutukan

Kita adalah manusia pongah yang hidup dalam rencana, membayangkan masa depan, memprediksikan, menalar, menganalisa, mereka-reka semua hal yang belum tentu terjadi. Dalam rencana tersebut tanpa sadar kita berperan bagai dukun yang sok tahu apa yang akan terjadi esok atau seperti tuhan…

 Tapi kita bukan tuhan, dan tuhan, apakah dia menjejak bumi?

Sejujurnya gw gak tau kenapa harus menulis lagi, mengisi blog ini dengan coretan yang entah siapa yang baca? Beberapa teman menanyakan mengapa blog gw udah gak pernah update lagi. Bagi gw itu pujian ditengah keringnya imajinasi.
Mungkin gw kehabisan ide, atau barangkali gw telah dihadapkan pada realitas, kondisi yang memaksa gw tiarap. Membaca tulisan-tulisan lama di blog ini seperti melihat cermin dan menertawakan kekonyolan yang lalu-lalu. Gw pikir, di blog ini udah gak mungkin lagi ada wacana yang bombastis dan hysteria. Hahaha… Apalagi diksi diksi ekstrim yang sinis pada kemapanan. Rocknroll itu permen karet dan rockstar adalah penjual permen itu (loh, kok masih sinis?) hahaha… bercanda bro.

Pada akhirnya hidup ini menjadi drama yang dipenuhi alasan-alasan. Semua hal terjadi kadang tanpa terencana dan berjalan sebagaimana adanya. Sakit, kecewa, marah, senang, bahagia hanya episode yang pasti berlalu.
Malam ini gw menulis lagi, untuk membahagiakan diri sendiri. Mencoba menyapa langit malam yang sedang memuntahkan hujan. Tanpa harus menjulurkan pena tajam atau emosi yang meledak ledak, Tak jua perlu menistakan cara berpikir yang tak sepaham karena semua kebodohan itu hanya menempatkan gw pada posisi sulit. Toh, mereka semua emang bego.. (loh?) hehehe...

Well.. apa yang gw tulis ini bukan berarti gw menyerah dalam pertempuran melawan kenyataan tapi gw udah gak lagi memiliki senjata yang tajam, atau dengan kata lain gw udah gak muda lagi, . Damn It, I’ m old now! 

Tetiba ada pertanyaan? Emang kenapa kalo udah tua? Hmm.. karena tua adalah kesalahan penciptaan dan menjadi tua itu kutukan. Berbahagialah mereka yang muda dan ABG, tanpa mereka sinetron kita gak punya rating hehehe.. :p
Sungguh beruntung mereka yang muda dan labil karena saat saat seperti itu kebijaksanaan cuma kata kata para pecundang.

Gw iri pada anak kecil yang bermain sore tadi, meski sekarang taman bermain itu tak semenarik dulu karena arena permainan di kota hanya ada di mall bukan lagi dilapangan. Thats why,  Masa kecil adalah masa dimana kita hidup tanpa rencana, tanpa takut akan esok, tanpa keraguan dan pertanyaan abstrak “apakah esok matahari masih bersinar?” 
Dunia yang kita lihat saat kecil adalah dunia yang warna warni, tanpa bau dan rasa bosan. Ketika itu dunia menjadi taman bermain yang luas. Dan orang tua adalah satpam yang menjaga arena bermain itu tetap aman.
Tak perlu takut akan pertanyaan, “nak kamu masih perawan?” atau “hati hati nak, jangan hamili anak orang!” Pertanyaan yang paling menyebalkan, “anakku, kapan kamu nikah?” hahaha.
Itulah, mengapa menjadi tua dinegara munafik ini adalah kutukan. :)

Kita tidak ditempatkan didunia ini hanya untuk bekerja, berkembangbiak dan mati, kita hidup didunia untuk bergembira. 

Ah sudahlah, angkat gelas birmu dan teruslah menjadi pemuda-pemudi yang bergembira atau kalo masih sulit bayangkan saja masa kecil, karena masa kecil adalah satu-satunya masa dimana Sokrates dan Beethoven hanya sekedar dongeng…


Jakarta, 2 Desember Dinihari 

eh, gw masih sinis yaa?