Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Wednesday, 24 February 2016

Luiz Suarez, Tupamaros Uruguay dalam Guerra Dela Triple Alianza


Giginya memang tidak setajam pisau Guillotine yang memancung raja Louis XVI di Paris. Tapi giginya sukses menjadi isu yang berhembus kencang bagi para postmo kulit bundar, bisa saja aksi gigitannya adalah bentuk sabotase, emosi yang meledak ledak atau sekedar iseng, atau gemas mungkin? Tentu saja, apapun itu tetap tidak bisa dibenarkan dalam peraturan  FIFA, namun kali ini saya mencoba untuk keluar dari terminologi benar dan salah.




Well, Dia adalah pemuda Amerika Selatan biasa yang menjadi bintang dalam pengembaraannya. Menancapkan ketajaman kakinya (bukan saja giginya) di Belanda, Inggris hingga Spanyol dan pada saat tulisan ini dibuat, pemuda ini sedang berada di London Inggris bersama tim nya dari Catalonia bersiap menghadapi Arsenal dalam putaran Liga Champions Eropa.  Sebelum ke Spanyol, di Inggris dia adalah momok menakutkan bagi para bek-bek The Big Four. Selain mendapatkan tepuk tangan tentu saja ada cacian. Berapa makian yang dia dapatkan dari pendukung Manchester United (khususnya Helmi -teman saya pendukung MU berat-) ketika dia dituduh melakukan perbuatan rasis kepada Patrik Evra? Atau coba tanyakan pendukung Chelsea saat gigitannya berbekas ditubuh Branislav Ivanovic? Dan yang terakhir coba tanyakan pendukung Italia makian apa yang mereka berikan padanya ketika Chiellini harus meregang akibat gigitannya? El Pistolero manusia normal tapi bagi para pendukung lawannya dia seperti vampire. Barangkali dia memang vampire? Yang merobek robek jala gawang lawan-lawannya tanpa ampun, saya setuju dipoint terakhir.

Sebagai pemuda kelahiran Uruguay, dia tumbuh besar oleh cerita cerita disekelilingnya. Anyway... dia lahir ditahun 1987, atau tiga tahun sejak rezim militer Uruguay lengser setelah pemilu ditahun 1984. Pemuda ini juga ikut berpartisipasi pada pemilu tahun 2009, dimana Jose Mujica mantan gerilyawan beraliran kiri memenangkan pemilihan umum itu dengan mengalahkan kandidat konservatif dari Partai Nasional, Luis Alberto Lacalle. Jose Mujica yang menggemparkan dunia dengan dikenal sebagai Presiden termiskin didunia adalah mantan anggota Tupamaros yang didirikan sejak tahun 1960an sebagai respon dari kemerosotan ekonomi Uruguay kala itu. Tupamaros atau dikenal juga dengan nama lain Movimiento de Liberacion Nacional (MLN: Gerakan Pembebasan Nasional) pada awalnya adalah gerakan yang meminimalisir kekerasan bahkan langkah perjuangan mereka mirip seperti ‘Robin Hood’ dimulai pada permulaan dekade 1960-an di mana pada masa itu, mereka aktif menyerang dan merampok fasilitas-fasilitas bisnis seperti bank, kereta ransum atau gedung milik perusahaan swasta. Hasil rampokan tersebut kemudian dibagi-bagikan kepada penduduk miskin di Montevideo, ibukota Uruguay. Sabotase mereka juga melebar dengan menculik lalu mempermalukan para penyelenggara negara.

Tahun 1967, Uruguay dibawah kendali Presiden Pacheco Areco yang menerapkan kebijakan tangan besi untuk meredam gerakan-gerakan protes, sehingga aparat keamanan Uruguay semakin leluasa dalam melakukan aksi kekerasan dengan dalih menjaga keamanan. Menyusul sikap pemerintah Uruguay dalam meredam aksi-aksi protes yang dianggap semakin brutal, Tupamaros pun semakin meningkatkan intensitas serangannya, utamanya aksi penculikan dan sabotase. Salah satu aksi mereka yang terkenal adalah aksi "pengadilan rakyat" di mana para anggota Tupamaros menculik tokoh politik atau pebisnis untuk diinterogasi sambil direkam, lalu hasil interogasinya (soal pengakuan korupsi) disebarkan ke pusat-pusat keramaian yang memiliki pengeras suara, misalnya di dalam stadion. Bentuk sabotase gerakan ini rasanya hanya ada didalam film namun nyatanya beberapa dekade setelahnya salah satu gerilyawan Tupamaros berhasil menjadi Presiden Uruguay.

Apakah El Pistolero terinspirasi oleh Tupamaros? 

Dengan aksi aksi gigitannya yang seakan menyabotase pertandingan pertandingan besar. Liga Premier? Piala Dunia? Saya tidak tahu dan tidak peduli. Sepengetahuanku, dia kelahiran Uruguay negara kecil di Laut Atlantik yang diapit Brazil dan Argentina dimana pada tahun 1864, negara itu menjadi pemantik perang paling kejam di Amerika Selatan yaitu perang Paraguay atau dikenal juga dengan ‘Perang Guerra Dela Triple Alianza” yang melibatkan Uruguay, Argentina dan Brazil disatu pihak dan Paraguay dipihak lain. Perang tersebut adalah perang paling berdarah dalam sejarah Amerika Selatan dan salah satu perang paling mematikan di abad ke-19. Jumlah korban tewas paling besar dipihak Paraguay yang kehilangan 300.000 nyawa rakyatnya alias lebih dari 60% populasi total negaranya. Di pihak lawan, jumlah korban tewas jika ditotal mencapai 100.000 jiwa di mana mayoritasnya adalah orang Brazil.
Lupakan soal perang berdarah, sekarang bayangkan Messi, Neymar, Suarez? Mereka adalah manifesto “Guerra Dela Triple Alianza” di masa sekarang. Messi dari Argentina, Neymar dari Brazil dan Suarez dari Uruguay. Perang mereka kali ini bukan untuk menghilangkan nyawa manusia tapi untuk menciptakan gol gol. Jika dahulu lawan mereka adalah Paraguay maka saat ini lawan mereka adalah semua klub sepakbola didunia yang memiliki gawang. Trio MSN ini menjadi trio paling menakutkan dalam sejarah sepakbola modern. Messi sudah tidak bisa diragukan lagi, pun juga Neymar namun Suarez adalah pelengkapnya. Suarez adalah mata rantai yang hilang dan belum ditemukan bahkan Amerigo Vespucci atau Colombus. Suarez baru ditemukan oleh direktur teknik Barcelona saat itu Andoni Zubizareta atas permintaan pelatih Luis Enrique
Well, Suarez memang tidak sepopuler Maradona di Amerika Selatan bahkan dunia. Dia juga tidak punya ambisi mempersatukan Amerika Selatan dalam satu negara seperti Simon Bolevar sang Liberator dari Venezuela. Tapi Luis Suarez adalah momok menakutkan bagi Rio Ferdinand, Smalling, Ramos, Pepe, John Terry dan seluruh bek bek sepakbola dunia. Pemain nomor 9 Barcelona ini menjadi salah satu dari GUERRA DELA TRIPLE ALIANZA. Trio penyerang paling mematikan di abad 20!

Luisito, Suarez! El Pistolero! 


Saya selalu percaya bahwa  kakimu lebih tajam dari gigimu...


'ditulis 30 menit menjelang kick off Arsenal VS Barcelona'


Saturday, 26 December 2015

In The Heart of The Sea

Gagal di film Blackhat tapi Chris Hemsworth berhasil menebusnya difilm ini. Salah satu film keren yang pernah gue nonton di tahun 2015. Barangkali, karena dibesarkan dipesisir pantai dengan laut maha luas persis belakang rumah membuat gue jadi bernostalgia. hehehe..

 "When i saw the sea it feels like home"

Ketika Jack Sparrow dikalahkan lapak DVD bajakan


Film The Hateful Eight-nya Quentin Tarantino dan The Revenant-nya Leonardo Di Caprio sudah beredar di lapak2 DVD bajakan dan di situs2 free download. Luar biasa ini para pembajak, film-film itu bahkan poster-nya di Coming Soon XX1 aja belum ada. Saya pun ikut menikmatinya. Salute! :D




Wednesday, 11 November 2015

Reviews Film The Stanford Prison Experiment: Ketika Prilaku Manusia Diubah Oleh Kekuasaan


Sutradara: Kyle Patrick Alvarez

Produksi  : IFC Film









If you want total security, go to prison. There you're fed, clothed, given medical care and so on. The only thing lacking... is freedom.

-D. D. Eisenhower-












Institusi dimana kita berada secara nyata memberi efek para prilaku kita. Berbagai macam penelitian membuktikan hal tersebut. Seperti yang terjadi difilm ini, sebuah studi klasik tentang psikologi didalam penjara dimana topik itu sering dibahas dalam pengantar psikologi. Film ini diambil dari buku berjudul Lucifer Efffect yang didasarkan oleh kisah nyata. Buku itu ditulis sendiri oleh pelaku-nya Dr Philip Zimbardo seorang Profesor psikology dari Stanford University.
The Stanford Prison Experiment diputar perdana pada bulan Januari 2015 di Sundance Film Festival. Disutradari oleh Kyle Patrick Alvarez dengan beberapa aktor ternama semisal Billy Crudup, Ezra Miller dan Michael Angarano. Pada film ini, Dr Philip Zimbardo yang diperankan Billy Crudup dengan beberapa koleganya melakukan sebuah eksperimen simulasi penjara dengan menempatkan para tahanan dan sipir selama dua minggu. Eksperimen tersebut dilakukan di kampus Stanford pada musim panas ditahun 1971. Dimana ruangan dalam kampus dibuat semacam penjara lengkap dengan lorong-lorongnya. Sel-sel penjara tiruan kecil dibentuk, ada ruang kecil untuk halaman penjara, kurungan, dan ruang yang besar untuk para sipir. Para tahanan tinggal di sel mereka sampai akhir penelitian. Para peneliti mengadakan sesi orientasi sebelum masa eksperimen, mereka memerintahkan para sipir untuk tidak secara fisik membahayakan para tahanan. Para sipir disediakan tongkat kayu untuk membangun status mereka, pakaian yang mirip dengan sipir penjara yang sebenarnya dan kacamata hitam untuk menghindari kontak mata. Tahanan mengenakan pakaian yang tidak nyaman, dengan stocking topi, serta rantai di salah satu pergelangan kaki. Sipir telah diperintahkan untuk memanggil para tahanan dengan nomor yang ditetapkan, bukan dengan nama.

"Kalian bisa membuat para tahanan untuk merasa bosan juga takut, kalian dapat membuat ide sewenang-wenang bahwa hidup mereka benar-benar dikontrol oleh kita, oleh anda, saya, oleh sistem! Dan mereka tidak akan memiliki privasi. Artinya, dalam situasi ini kita memiliki kekuasaan dan mereka tidak.”


Pada awalnya, Zimbardo dan timnya bertujuan untuk menguji hipotesis bahwa ciri-ciri kepribadian yang melekat dari tahanan dan sipir merupakan penyebab utama perilaku kasar di penjara. Peserta direkrut melalui iklan di surat kabar dan dari  75 responden mereka memilih 24 laki-laki yang dianggap yang paling stabil dan sehat secara psikologis. Para pesertanya rata rata dari kelas menengah. Film ini hampir mirip semi dokumenter, tentu sedikit membosankan dengan latar yang berputar ditempat yang sama. Konflik yang terjadi difilm ini seputar pertentangan antara sipir penjara dan tahanan dan diluar dari itu hanya perenungan batin Dr Philip Zombardo karena secara tidak langsung dia mulai  terlibat secara emosi dalam simulasi yang dibuat-nya sendiri. Ketika beberapa koleganya tidak tahan lalu memilih berhenti, Zombardo pun sadar bahwa eksperimen itu tidak akan selesai dari waktu yang direncanakan. Lihat, bagaimana dalam simulasi itu para sipir penjara yang dihari pertama masih normal hingga menjadi berubah kejam dalam prosesnya. Ironisnya, para tahanan lambat laun mulai merasa bahwa apa yang terjadi para mereka bukan lagi simulasi tapi sebuah kenyataan. Intimidasi yang mereka rasakan memperlemah daya juang mereka. Percobaan tersebut hanya berlangsung 6 hari dari dua minggu yang direncanakan. Bahkan dua diantara 9 tahanan memilih keluar padahal simulasi belum juga seminggu.
Saya melihat film ini sebagai studi psikology, dimana prilaku akan berubah drastis ketika orang memiliki resourche of power. Setiap orang yang memiliki kekuasaan akan cenderung intimidatif, karena mereka merasa memiliki legitimasi untuk itu. Perubahan prilaku bisa disebabkan oleh sebab-sebab alamiah namun keadaan disekitar, institusi dimana kita berada sangat berperan dalam menentukan perubahan prilaku kita.
Film ini cocok bagi mereka yang belajar psikology. Sutradara Kyle Patrick Alvarez memang tidak menawarkan banyak drama sebagaimana  adanya film film dokumenter  tapi setiap adegan dalam film menarik untuk ditunggui. Bagaimana orang-orang yang awalnya baik kemudian bisa berubah drastis akibat legitimasi kekuasaan ditangannya. Film ini bagi saya adalah sebuah kritik terhadap kehidupan penjara.