Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Tuesday 2 March 2010

Episode Kali Ini....




“Free love? As if love is anything but free. Man has bought brains, but all the millions in the world have failed to buy love” (Emma Goldman)

Kau pasti tahu..
bahwa kita pernah berada ditempat ini, berlari-lari diantara pepohonan, bergelayut di tiang jalan dan lampu-lampu kota. Sesaat setelah rimbun hujan yang gelap berakhir dan anak-anak kecil berambut cahaya mengajak kita menyulut bianglala! Segalanya indah saat kusadari sejarah bermula ketika senyum merekah dibibirmu…
Barangkali kita memang seharusnya disini lagi…
menyanyikan lagu-lagu yang kita sukai untuk menyingkirkan segala caci maki, betapa banyak waktu yang terbuang karena kebodohan-kebodohan kita, aku berharap dalam bilangan detik arak-arakan pelangi kembali ada di matamu, ku kutuk diriku atas airmata yang kuciptakan disana, aku menyesalinya!
Dan diantara riuh rendah hari yang tersembunyi oleh bising mesin kota, aku memikirkan semua itu, tlah ku letakkan semua yang kupunya di sana dan aku tak lagi punya apa-apa…

Gerimis …
Aku berjalan mengikuti bintang yg menuntun arahku, menuju pulang, walau aku tidak pernah bisa menerka kemana akhirnya, aku hanya berharap ketika sampai nanti, kau ada didepan pintu menyambutku dengan senyum manismu…
Hujan sore tadi masih membekas pada aspal dan rerumputan, sempat kulihat siluet dirimu melintas diantara labirin lalu menertawai ketidaksadaranku, aku percaya ketika pagi nanti, sisa alcohol di gelas akan menjadi embun yg terselip diujung daun lalu mengukir liur dibibirmu, ada namamu berderai diantara gerimis lalu menguap dan jatuh di tanah yang basah, rintik hujan inilah yang akan mengabarkan rindu ini sampai ke jantungmu agar maaf untukku tak lagi bisa kau perdebatkan’ aku menyayangimu seribu tahun…

“Love is a promise, love is a souvenir, once given never forgotten, never let it disappear.” (John Lennon)


Dear…
ini aneh, berada disini lagi, tempat yang sudah lama aku tinggalkan, jalan ini memang bukan jalan baru, namun sepasang kakiku adalah kaki yang pernah kupakai sebelumnya untuk menemukanmu, meski aku tak akan tahu apa yang harus kuhadapi disini, tapi akan kucoba meski kau berada di jalan yang berbeda! ingin kurobek langit lalu ku sibak pintu galaksi agar aku tahu isi segala juga mengenai takdirku! Akan kususuri ketidaktahuanku agar bisa kusingkap tirai yang membelenggu kebekuanmu seperti batu-batu salju di kutub utara, aku berharap peradaban ini hancur agar batu-batu itu melepuh’ beri aku maafmu seperti zaman es berakhir dan kehidupan baru dimulai…

Kau pasti tahu..
bahwa kita pernah berada ditempat ini, suasana pegunungan yang syahdu serta hangatnya udara pesisir, menyusun harmoni yang lembut dari harum tubuhmu, rambutmu yang terurai laksana lukisan alam yang maha sempurna, sedangkan diriku’ seperti akar yang haus lalu meresap dalam gelap mencari cahaya dalam getir memburu mata air dipadang gersang, mencoba tetap tegak berdiri, berusaha untuk selalu teduh sebagai penyubur kering dedaunan, dan di rumput beratus warna terlihat danau syahdu para pemancing sunyi membawa jeritku mengadu tapi sampai badan habis dimangsa waktu tak sampai-sampai juga teriakanku, tak pernah sampai ke lubuk mahasunyimu, rindu ini membunuhku…

“You, yourself, as much as anybody in the entire universe, deserve your love and affection.” (Buddha)


Aku masih mengingat perjalananan kita diwaktu lalu….
“Keheningan dan panorama di sini akan memberimu kedamaian,” ucapmu senja itu. aku tahu kau hanya berusaha mengatasi keraguanku. “berapa jauhkah perjalanan kita kala memulai hidup dengan segala upaya untuk meraih kegemilangan tanpa harus berada di sisi kota, bukankah kau tahu’ aku selalu menginginkan kebebasan??” tanyaku! Kau tertawa seakan menertawai ketakutanku, “hujan kencang juga angin menderu dari gunung diatas sana, segala mungkin terjadi... siapkan nyali! bertempur seperti badai samudera karena kita tiada tahu esok hari” Kutatap dirimu dan kau memandangku dengan tatapan hangat, “yakinlah!” katamu lagi, lalu kecemasan menghilang, akupun yakin bersamamu segalanya akan baik-baik saja….
Tapi kini kau pergi dan semuanya tidak pernah menjadi baik!
suasana itu kurindukan’ dirimu yang tak pernah lelah memeluk tubuh kotor ini, dirimu yang selalu ada saat semua berlari meninggalkanku, dirimu yang membuatku selalu tegar meski dunia menuduhku pengecut! Akh.. Betapa waktu berjalan tanpa belas kasihan, meninggalkan begitu banyak cerita, begitu banyak kenangan, begitu banyak pedih dan aku kehilanganmu! kukutuk diriku untuk setiap tetes air matamu, kumaki diriku atas luka yang kutancapkan di sana…


Aku harap kau tahu…
Saat ini sudah kutanggalkan jubah kesombongan yang megah, ternyata tidak ada tiada guna pergi jauh menggapai langit tinggi, sudah tak ada gunanya lagi menaklukan rintangan-rintangan! Lelah sudah kakiku melangkah dan disimpang jalan selalu kutemui sistem dan berbagai ideology yang mengamuk di negeri antah berantah, aku hanya akan terus bernyanyi, menulis sajak akan indahnya hidup’ lalu menjadi cahaya pada setiap langkah yang kau lewati’ Karena hanya engkau satu-satunya alasan perjalananku, kau yang anggun, mempesona tanpa polesan’ dan sungguh kesederhanaanmu melumpuhkan segala mazhab di benakku!
Aku merindukanmu seribu tahun…


“I have found the paradox that if I love until hurts, then there is no hurt, but only more love.” (Mother Teresa)


Dear..
beri aku maafmu! biarkan aku bisa masuk lagi kehatimu yang damai, hatimu yang tenang seperti rumah dengan telaga air jernih, dikaki lembah dan gunung-gunung hijau, rumah yang berdinding kehangatan’ dihiasi ketulusan, aku ingin sekali lagi masuk kesana dan tak harus keluar lagi, dimana aku bisa menetap untuk waktu yang lama hingga aku bisa mengalahkan waktu, dan selamanya memilikimu…
Selamanya memelukmu…..



* java, akhir februari 2010
gerimis hujan telah habis maka habis pula secarik imaji tapi aku takkan berkelit menunggu musim berganti...

Artikel Terkait

0 komentar: