Make me immortal with a kiss -Christopher Marlowe-
"Ini untukmu..
Sosok yang kerap terabaikan namun melekat seperti bayangan.
Pada hari hari lampau yang kita jalani, statiun kereta, halte bus kota atau warung warung makan pinggir jalan. Derap kaki tunawisma yang tak memiliki ranjang, derita kesusahan dan kesempatan yang begitu terbatas.
Sesederhana itu
juga aku mengenangmu"
"Ini
untukmu…
Tubuh
yang dirantai ikrar, dipeluk norma yang membuatmu tak bisa kugenggam ketika
menyebrang jalan. Malam
malam sunyi yang kita lewati menikam dibalik kata kata pada lampu redup dikamar
penginapan. Sementara diluar ruangan, dunia berputar melewati kita. Menyimpan
kutukan dan penghakiman seperti ramai berita tv yang memuja koruptor dibalik
jerit kemiskinan.
Sesendu
itu aku mengenangmu"
The hunger for love is much more difficult to remove than the hunger for bread. -Mother Teresa-
Sesungguhnya, aku lelah dengan perang ini- masalalu adalah kisah yang sepenuhnya tak bisa kita selesaikan. Aku sudah coba meyakinkanmu untuk melupakan semua itu. Menjagamu dari asumsiku sendiri. Tapi semua tak pernah bisa mudah. Kamu seperti berdiri sendiri dengan keyakinanmu sementara aku percaya pada pikiranku. Kita seperti memiliki Tuhan yang berbeda. Ah, betapa perihnya perdebatan ini.
Aku
menolak untuk mengingat, dan apakah kamu tahu? Sesak-nya menahan ingatan
ingatan itu. Kenapa kita tidak bisa saling memahami? Menyingkirkan semua hal
yang merusak imajinasi kita.
Aku tak ingin kamu terus mengucurkan airmata. Tapi aku tahu, bahwa hatiku akan berdarah-darah. Membuka luka yang bisa menghancurkan kita. Dan entah kapan memulai proses penyembuhannya, aku tak ingin ada lagi rasa sakit. Aku mencintaimu.. dan aku menolak berpikir, menolak mengingat.
Masalalu
memang tidak bisa diubah tapi masa depan bisa kita ubah, demikian seorang
pecundang lama pernah bilang. Tentu, banyak kenangan dibelakang sana, kisah itu
seperti buku yang usang dengan seribu makna. Kita bisa tertawa mengenangnya,
kadang kadang kita juga bisa menangis. Tapi keseluruhan dari masalalu adalah
omongkosong. Dan aku berharap kita bisa menghapusnya dengan kisah kita yang
baru. Aku benci masalalu... dan jangan ingatkan aku tentang itu.
Coba jejali memorymu tentang berapa banyak fly over yang kita lewati dan berapa kilometer jalan kota yang kita lalui. Tentang sepi sepi juga api gelora saat kita bersama. Ingat juga tentang makanan yang pernah kita makan. Juga canda tawa ketika senja menjemputmu. Aku ada disana, disisimu saat kita tersesat dijalan kimia, gagal nonton karena macet lalu tiba tiba hujan. “is not about the movie, is about the moment” aku terpaku dikalimat itu.
Hey, aku
ada disana, bersama keterasinganku yang rapuh, seperti kamu yang rapuh dalam
pelukanku...
Aku
melukismu dalam seribu bayangan, pada rasa sakit yang menikamku juga serpihan
serpihan kisah yang tidak sepenuhnya kita miliki. Ada banyak alasan kenapa
semua tidak bisa menjadi utuh. Dan ada banyak alasan kenapa aku tidak bisa
menggenggam tanganmu saat kita menyeberang jalan ditengah muntahan kendaraan
dari Menteng hingga Tebet. Entah berapa fly over menuju hatimu? Menembus jantung
kemacetan, dirintangi puluhan lampu merah lalu sampai pada harapan- harapan
yang indah-
Aku
memikirkanmu tiap saat dalam hidupku, dalam ramai dan sepi. Bersama cinta yang
berdegup kencang juga gairah yang meledak ledak. Kamu adalah api dan aku
dinamitnya.
Aku
tak pernah berpikir kita bisa sampai dititik ini, perjalanan panjang dan
rahasia seperti aksi spionase difilm film mafia. Tapi kita bukan kriminal,
bukan pula penjahat. Kita hanya bertemu diwaktu yang tidak tepat dan diruang
yang tidak seharusnya.
“Bukan soal siapa yang pertama datang, bukan pula siapa yang paling lama hadir, ini soal siapa yang datang dan tidak pergi”.
Tapi siapa kita? Ditengah dunia yang begini ramai oleh ambiguitas kita hanyalah sepasang cinta yang terhukum oleh moralitas yang mengesampingkan kebahagiaan. Apapun pembelaan yang kita utarakan, kita tetaplah dikutuk oleh peraturan tak tertulis.
“Bukan soal siapa yang pertama datang, bukan pula siapa yang paling lama hadir, ini soal siapa yang datang dan tidak pergi”.
Tapi siapa kita? Ditengah dunia yang begini ramai oleh ambiguitas kita hanyalah sepasang cinta yang terhukum oleh moralitas yang mengesampingkan kebahagiaan. Apapun pembelaan yang kita utarakan, kita tetaplah dikutuk oleh peraturan tak tertulis.
Hey, aku
cinta kamu dan kamu cinta aku. Sudah cukup begitu saja.
Malam ini, aku sedang menghamburkan banyak titik titik tanpa koma pada semburat langit jingga, sebab aku tak mau mengakhiri puisi tentangmu. Tapi bait berikutnya, biarlah hanya akan jadi rahasia kita. Seperti pada saat nanti ketika aku titipkan bunga didirimu. Bunga itu akan menguncup lalu mekar pada sembilan musim berikutnya. Bunga itu akan selalu mengingatkanmu tentangku, mengikat kita selamanya. Akan kujaga dan kusirami dengan hujan dari langit jauh. Aku selalu berharap bunga itu terus tumbuh dan mekar, menjadi prasasati hidup disisa hari tua kita dengan siapapun nanti kamu jalani hidupmu. Aku akan selalu ada menjadi lebih dari napasmu...
Bunga
bunga itu akan menjadi puisi yang bisa kita baca kapanpun kita mau, diberanda
senja dimana kita selalu menghabiskan malam dalam pelukan berselimut sunyi yang luruh dimatamu. Kekasih,
aku mencintaimu, beri aku kesempatan itu...
Love is like a violin. The music may stop now and then, but the strings remain forever - Unknown-
Hati yang beranjak pergi ke tempat nun jauh, melewati udara, terbilang jarak dari segala bandar udara melewati negeri tetangga.
Lalu kau datang, memberiku cahaya yang tak setahu dunia, cahaya yang membentuk diriku, laksana muasal manusia. Dari tanah liat ditutup salju yang menyerbuk, membatu, menggumpal, kau hibahkan disudut hati, menjadi persatuan cahaya dengan cahaya.
Lalu kau datang, memberiku cahaya yang tak setahu dunia, cahaya yang membentuk diriku, laksana muasal manusia. Dari tanah liat ditutup salju yang menyerbuk, membatu, menggumpal, kau hibahkan disudut hati, menjadi persatuan cahaya dengan cahaya.
Seperti cahaya itulah aku mengingatmu"
Pada
akhirnya, aku menulis lagi... ada sesuatu disenyummu yang membuatku ingin
menulis, entah sudah berapa tahun? tapi senyummu membuatku jadi melupakan tahun
tahun terakhir saat aku tak lagi bisa menulis. Senyum itu menikamku seperti
panah prajurit Sparta.
Hey, apakah kamu sadar bahwa aku bisa mati jika tak lagi
bisa melihat senyum itu?
Ditulis di Tebet, menuju 20 hari ketika tulisan ini dimulai pertama kali.
Artikel Terkait
8 komentar:
mulai nulis lg bang?
Tulisannya bagus, tetap kreatif dan menghasilkan tulisan2 lainnya.
btw, tulisan ini anda tujukan untuk seseorang kah ?
Tulisan yg bagus, apakah ditujukan utk seseorg atau sekadar fiksi ?
hiks ,terimakasih...
hhhmmm... #think who's that woman???
tulisan ini ditulis utk dibaca, bukan utk diketahui, siapa dan bagaimana?
so.. apa dan siapapun alasan dibalik tulisan ini maka itu tetap milik sang creator :D
Deep..
Deep
Post a Comment