Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Thursday, 10 December 2009

Rock & Roll, Hippies & Komunitas DeBanners



some of us are Rock ‘n' Roll stars, chasing the flash and travel most of us wear the right length of hair’ but that's all that is left of the dream oh, the dream it was born in the Summer of love and it died with the Woodstock Nation but what has it left for the carpenter's son and the new coming generation? oh, we all believed we knew the way, but fate did not agree Now we've tired of asking who we are’ and what we ought to be - Steppenwolf band - Children Of The Night – 1968




Hey’ rockstar di TV: Aku tidak ingin membodohi otakmu yang dungu itu dengan propaganda ini, tidak ingin memberi pledoi atas apa yang kupercayai dari sebuah gerak sejarah yang berliku’ Tidak!! sekali saja - aku hanya ingin mempertegas bahwa rocknroll belum mati, belum habis, selalu ada, bermula dan menjadi dari jalanan, dari pemberontakan paling esensi di hidupmu bukan di stage glamour atau gigs-gigs yang menampilkan guest star bintang rock paling bersinar di abad ini - menjadi bagian dari hippies bukan sekedar harus antri masuk café mewah dan membeli beer 3 pictcher - bukan!! menjadi Rocknroll adalah ketika kau pernah merasakan bagaimana bermusik di gigs jalanan, mengembara dalam keringat malam dan melabuhkan mimpimu pada 12 bar sambil mengacungkan jari tengahmu pada industri musik mainstream! Ketika lagu-lagumu bercerita tentang perlawanan dan perang jalanan sedangkan bau aspal pun tidak pernah kau cium maka musikmu, lagumu, juga dirimu adalah pembual paling menjijikan- percayalah bung’ slogan di lagu-lagumu itu konyol!!
Sebelum sejarah menjadi kalimat yang hanya terlukis di lembaran buku usang lalu membeku di sudut paling gelap ingatan manusia, sebelum malam berakhir marah dan alcohol menetes sia-sia di gelas-gelas lupa dan keremangan subuh membakar helai-helai rambutku, sebelum wajah matahari mengupasku jadi debu, melarutkan mimpiku ke dalam kubangan marah yang nihil - aku ingin duduk sekali lagi disana – meludahi aspal bersama mereka para hippies baneris, menikmati tiap detik waktu yang ada sambil bercerita tentang teks-teks filsafat, tentang gitar tua, tentang musisi-musisi ghaib yang lupa menggunakan LSD, sambil memainkan musik abadi, yeahh!! Bersama mereka yang masih setia menjaga api gelora ditengah kepungan industri musik yang seolah tak lelah menjejalkan sampah di tenggorokan peradaban - rocknroll bukan pada berita di TV - bukan disana – kemarilah!! dan kau, akan mati sebagai orang yang paling beruntung!!



MOMENTUM ROCK & ROLL...



Did you ever hear tenor sax swinging like a rusty axe? Honking like a frog...' baby that is rocknroll. You say that the music spoils the verse but you can’t understand the words but baby if you did your really blow your lid… oohhh, baby that is rocknroll. -Leiber & Stoiler- That Is Rrocknroll direkam oleh The Coaster maret 1959

Rocknroll awalnya adalah sebuah terminology yang ditemukan Alan Freed, seorang DJ asal Cleveland - Amerika yang memandu acara disebuah radio bertema ”Mondog’s Rocknroll Party ditahun 1951. istilah ini belum merujuk pada Elvis Presley dari Misisippi yang diklaim sebagai king of rocknroll (Bandingkan dengan Rilisan Elvis pertama pada Tahun 1954). Sebenarnya, bentuk dari istilah ini, telah esthalished di dada kaum budak amerika jauh sebelum dikuasai oleh band-band Inggris (British Invasion). Penindasan dan hirarkis kelas memaksa para budak itu menyuarakan musik sederhana sebisa mereka. Ketika penghisapan tuan tanah menyatu dalam keringat mereka, saat segregasi rasial merupakan kebenaran tunggal, spirit rocknroll dimulai dari perkebunan-perkebunan tersebut. Dalam tangisan kaum budak yang menyuarakan kebebasannya. Lahirlah ”Blues”, (*David N Townshend, Changing The World, Rocknroll Ideology and Culture). Blues merupakan peletak dasar dan fondasi paling awal music kontemporer. Saat musik hanya bisa didengarkan diruang-ruang mewah para tuan tanah dengan anggur dan salsa, kaum budak merevolusi paradigma itu dengan menemukan glosarium dari musik jalanan. DJ Alan Freed menggunakan istilah Rocknroll untuk mengganti istilah Rock’n’Rhytem yang terlalu identik dengan musik kaum budak. Saat itu, Pendengar musik kulit putih amerika & eropa belum terbiasa dengan Rock’n’Rhytem, karena istilah itu bagi mereka bertendensi eufemisme budak Afrika dalam gerakan-gerakan seksual. Hadirnya istilah rocknroll menjadi saksi bahwa rocknroll adalah bentuk kompromi kaum putih terhadap musik para budak. Mercusuar diterimanya musik hitam dalam piringan musik amerika!! Atau dengan kata lain sebagai moment sejarah dimana ide-ide anti perbudakan mulai memasuki wacana pemikiran mainstream orang amerika dan eropa!!

Gelombang Pertama (1)


Gelombang pertama rocknroll merupakan percampuran antara musik Rock & Blues kulit hitam dengan musik Country kulit putih dari selatan. Dimainkan dengan gitar elektrik, piano, saksofon dan dobble bass. Lagu-lagu seperti Blackboard Jungle, Rock around The Clock berhasil menunjukan akan keterbutuhan suatu bentuk musik yang baru karena Jive dan Jitterburg masih merupakan bagian dari gaya musik swing yang lama. Musik ini kemudian cukup subversive dan menjadi trade mark bagi para calon pemberontak. Rocknroll sejak awal dianggap gila dan liar dengan memastikan hubungan kenakalan rocknroll dan pikiran public. Citra ”Sampah dari selatan” tidak menyurutkan rocknroll dalam kubangan sampah malah semakin mengukuhkan eksistensinya dalam pencerahan universalnya...


Gelombang Kedua (2)


Gelombang kedua rocknroll melahirkan Elvis Presley, Chuck Berry, Eddie Cohrane, Lee Lewis, Gene Vincent, Bill Haley dan lain sebagainya. Perkembangan industri rekaman maju pesat setelah Marconi menemukan radio hingga membesarkan industri rekaman dan pada tahun 1947, enam perusahaan besar (major label ) menguasai pasar musik dunia, - Columbia, Decca, Capitol, MGM, Mercury- namun kecenderungan industri musik tersebut terkesan monoton maka anak-anak muda menolak musik yang ditawarkan industri, dititik inilah progresivitas indie label muncul (bukan ditahun 70-an seperti selama ini yang dipercayai para kritikus musik) beda-nya saat ini indie label hadir sekedar ketidakpuasan pada musik mainstream dan belum disusupi ideology- ketika itu, pertarungan major label dan indie label hanya sekedar pertarungan antara modal besar melawan modal kecil, susupan ideology indie label muncul ketika anak-anak PUNK menemukan culture “do it your self” pada awal 70-an. Era perkembangan indie label bermetamorfosa ketika musik rock & rhythm bertemu dengan musik hillbilly, musik hillbilly mengacu pada suku apalachia yang berasal dari folk dan dibawa ke amerika oleh imigran irlandia. Bersama musik hillbilly, berkembang pula musik para budak, blues, jazz, dan rock & rhythem (Veronika Kalmar, A Brief History Of Indies). Di tahun 50-an, Leonard Chess dan saudaranya Philips mendirikan Chess Record di kota Chicago, Chess adalah indie label yang merilis Rock n blues, Jazz hingga Soul, meskipun rilisan awal chess record merekam musisi seperti Muddy Waters dan Howlin Wolf cukup fenomenal namun kegemilangan chess record menuai hasil yang menggembirakan ketika Chuckberry menggemparkan dunia musik dengan album Maybeline miliknya. Pada tanggal 22 maret 1952, Sam Philips mendirikan Sun record, studio musik yang berkembang menjadi Indie label ini hanya merilis musik rock and rhythem, Sun record kemudian menemukan Elvis Presley, kegemilangan Elvis yang membawa harum Sun record terutama dengan jasa besarnya mempopulerkan Rocknroll membuatnya jadi bintang pop yang dipuja diseluruh penjuru dunia hingga Sam Philips menjualnya kepada label besar The Radio Corporation Of Amerika (RCA) demi untuk tambahan dana bagi label miliknya dan dari dana tersebut maka Sun record kemudian melejitkan Johny Cash, Carl Perkins, Roy Orbison, Charlie Rich dan Jerry Lee Lewis. Di akhir tahun 50-an, di Detroit amerika, Barry Gordy dengan Motown record-nya mencapai titik puncak kesuksesannya dengan menjadi satu-satunya indie label yang memiliki sound khas, image juga mempopulerkan gaya hidup yang smooth, soulfull dan stylish. Motown records mempopulerkan The Miracles, The Temptasion, The Supremes, Marvin Gaye, Stevie Wonder, The Four tops, Martha and The Vandelas, The Isley Brothers dan lain sebagainya, Motown record berkuasa sepanjang tahun 60-an.


Gelombang Ketiga (3).


Gelombang ketiga rocknroll bermuara di Inggris menjelang The Beatles dirampok parlophone record’s dan Bryan Jones beserta The Rolling Stones merevolusi style manis flamboyant ala Beatles. Sebelum era emas mereka, Para peniru trend musik amerika ini meningkat dari dunia Skiffle, British Psychadelic yang lalu ditelurkan para impresario seperti Tommy Steele, Clifft Richard, Adam Faith, Bill Fury dan Mary Wilde yang menggabungkan nyanyian bersuara rendah dengan rock dan tampil parade dalam hit. Meski media penyiaran juga pers Inggris memboikot musik ini dengan mengatakan ancaman amerikanisasi namun tidak menghalangi rocknroll bermetamorfosa sebagai salah satu ikon perubahan. Rocknroll orisinal selain sebuah genre mutasi juga merupakan gaya musik yang memperkenalkan cemooh pada konvensi-konvensi kuno borjuis yang secara terbuka menyumbangkan sikap, etos libertarian yang genre musikologynya didaur ulang juga dihidupkan kembali pada decade2 selanjutnya. Pada akhir tahun 60-an bentuk-bentuk musik yang terinspirasi rocknroll mewabah di Inggris. -Heavy Metal, Punk, Prog Rock, Hard Rock, Glam Rock Bahkan Folk Rock-



SUBKULTUR-SUBKULTUR awal ROCK & ROLL…



Ketika gaya bermusik berubah, dinding kota berguncang, ini adalah pesan yang mungkin harus siap kalian terima karena mereflesikan sikap berontak anak-anak muda yang keluar dan merobohkan tembok-tembok kota –Melody Maker 19 Agustus 1967-

Adalah omong kosong jika memahami rocknroll sebatas sebuah esensi musik tanpa spirit awal yang meletakan sejarahnya, dari masa ke masa rocknroll seperti telah diprediksikan akan lahir dan menjadi ancaman bagi kemapanan gaya hidup kelas atas. Sebelum era perang Vietnam dan kekakuan budaya konservatif Victorian di Inggris- rocknroll berhasil menyusup dalam kultur masyarakat, spirit-spirit pembebasan untuk mencapai pencerahan universalnya, kegemilangan yang juga di ikuti dengan ketidakadilan, perbudakan, perkembangan pengetahuan dan hancurnya imperalisme, semua itu merupakan point-point penting sejarah rocknroll hinga hadir dan mengintai di jendela kita. Mari kita mundur sebentar kebelakang…………..!!!



Periode Romantik



Karena telah kelelahan dengan perjuangan abadi untuk menemukan jalan menuju materi kasar, kami memilih jalan lain dan berusaha untuk merengkuh yang tidak terbatas, kami masuk kedalam diri kami sendiri dan menciptakan sebuah jalan bagi dunia kami sendiri- Henrik Stefens aka Wergelend, Penyair Romantik Jerman abad 18


Menjelang akhir abad 18, di Eropa terjadi sebuah ledakan sosial yang besar. Kesenian mulai memasuki tahapan yang tak lagi eksklusif. Jika diabad-abad sebelumnya, kesenian, baik seni patung, teater, puisi juga seni musik hanya gunakan sebagai alat pemujaan terhadap sesuatu yang bersifat transenden dalam arti kesenian hanya dipakai sebagai media untuk peribadatan pada dewa-dewa, alam dan sebagainya, maka dipenghujung abad itu terjadi pergeseran pemahaman. Momentum itu dimulai di Jerman. Saat Imanuel Kant mempublikasikan tesis2nya “Das ding an sich” atau dunia diluar persepsi manusia. Bagaimana objektifikasi estetika lepas dari segala atribut akal. Dunia maupun kesenian bebas dari kesan indra manusia. Setelah rumusan itu, berimbas pada pemujaan ego yang besar sehingga terjadi pengagung-agungan jenius kesenian-an. Inilah dalam sejarah dikenal dengan “Periode Romantik”. Seperti halnya zaman Renaisance, kaum romantik juga menyakini pentingnya seni bagi kesadaran manusia. Pada periode ini, kesenian yang dulu cenderung ekslusif disubversi kembali kejalanan. Kesenian tidak lagi hanya milik altar-altar pemujaan namun berkembang menuju alam kesadarannya sendiri. Diera ini, kesenian mengalami kemajuan yang luar biasa. Seni musik, puisi juga bidang seni yang lain mengalami ejakulasi pemikiran. Sambutan masyarakat terhadap kesenian sangat apresiatif bahkan berlebih-lebihan. Ketika “Goethe”, menulis novel berjudul “ Sorows Of Young Wether (1774)” novel yang mengisahkan seorang pemuda yang menembak dirinya sendiri setelah gagal mendapatkan gadis pujaannya. Berimbas pada angka bunuh diri yang meningkat tajam hingga untuk sementara buku itu dilarang beredar di Denmark dan Norwegia. Selain itu, “Johann Gottfried Von Herder” mulai merintis kesenian rakyat dengan mengumpulkan lagu-lagu rakyat dari belahan negeri dan diberi judul “Voice Of People”. Diperiode ini pula, lahir seorang “Ludwig Van Beethoven”, pianis yang musiknya mengungkapan perasaan dan kerinduannya yang otonom, berbeda dengan musisi klasik zaman Barok (Baroque) seperti “Johann Sebastian Bach” maupun “George Frideric Handel” yang menyusun karya-karyanya untuk memuliakan Tuhan dalam bentuk musik yang kaku. (*Jostein Gaarder, Dunia Sophie). Pada jaman Barok, piano belum ditemukan, dan komposisi dikarang untuk hapsicord. Partitur musik di jaman Barok ditandai dengan tidak adanya iringan atau polifoni. Musik Barok lazimnya hanya mencerminkan satu jenis emosi saja. Dibanding dengan Musik Romantik, musik Barok jarang mempunyai modulasi atau rubato. (*Wikipedia, Sejarah Musik). Zaman Romantik dalam sejarah musik Barat berlangsung dari sekitar awal 1800-an sampai dengan dekade pertama abad ke-20. Musik zaman Romantik dikaitkan dengan gerakan Romantik pada sastra, seni, dan filsafat, walaupun pembatasan zaman yang digunakan dalam musikologi berbeda dari pembatasan zaman dalam seni yang lain.


Beat Movement.




Dari ungkapan yang cakap, jernih dan paling penting yang telah dibuat oleh generasi itu, Kerouac menamai tahun-tahun tersebut dengan istilah Beat, dan dia adalah sang Avatar -Gilbert Millstein dalam resensi Novel On The Road – New York Times 5 September 1957-

Sekitar tahun 1952, “Jhon Clellon Holmes menerbitkan sebuah novel berjudul ”Go”. Dalam novel ini ditemukan Istilah ”Beatittude”. Frasa ini kemudian diterapkan pada sejumlah kecil seniman, penulis dan orang-orang bohemian yang aktifitas dan keyakinannya dicatat dalam prosa dan puisi otobiografis, mistis serta eksperimental. Kemudian ditahun 1957, Jack Kerouac seorang penulis Amerika menelurkan istilah Beat Movement pada novelnya yang berjudul ”On The Road”. Hingga mengilhami generasi-generasi muda yang dengan bangga menyebut diri mereka sebagai Beat dan mengadopsi nilai-nilai herois para pahlawan dalam buku itu’. Komunitas Beat Movement ini sangat terpengaruh oleh ”Dadaisme” dan pencerahan romantic. Mereka sering bertemu dan sama-sama menemukan kegairahan individual dengan melakukan penolakan terhadap masyarakat borjuis serta gaya hidup tanpa akar. Keutamaan romantisisme, eksperimental serta unsur-unsur religi timur dan pengunaan alcohol menjadi sesuatu yang niscaya bagi komunitas ini. Wacana-wacana nihilsitik dan eksistensialisme juga sangat mempengaruhi gerakan ini. Tidak bisa disangkal, bahwa pengaruh pengaruh ideology Post-Marxis sedang melanda dunia. Perkawinan pemikiran tersebut lalu melahirkan mazhab-mazhab eksistensialisme yang memadukannya dengan Nihilistik Nietzchean. Pemikiran-pemikiran tersebut berhasil mengkooptasi subkultur-subkulture didunia juga gerakan Beat. (namun hal tersebut tidak akan dibahas spesifik disini, agar tidak lari dari konteks). Pada akhir tahun 50-an, gerakan Beat berkembang di kalangan seniman-seniman avant garde di Inggris. Bob Dylan tak bisa memungkiri bahwa Folk revolusioner yang dibawa nya adalah anak kandung dari Beat Movement. Musim panas 1965, Allens Gisnberg, Gregory Courso bergabung dengan Trocchi, Heff Nuttal serta Michael Horovitz dan para penyair lainnya untuk membacakan sajak di Albert Hall-London. (*Jhon Thorne, Fad’s,Fashion and Cults). Peristiwa ini menjadi titik balik bergabungnya gerakan counter culture eropa dan amerika yang juga mengilhami hadirnya generasi kritis selanjutnya yang dinamakan ”Flower Generation beserta para Hippies pengusung kebebasan”!! Sebagai catatan gw (pen), Beat Movement belum menggunakan rocknroll sebagai landasan perjuangannya. Movement ini sangat terpengaruh oleh musik Jazz, Psycadelic dan Folk.



Hippies & Flower Generation




Bergabungnya para aktivis radikal yang mengkampanyekan hak-hak warga sipil dengan para eksperimentalis pendukung gaya hidup utopia yang dipengaruhi filsafat2 asia dan timur serta penggunaan LSD pertamakali terjadi di California pada 1965/1966, mereka menjadi oposisi terhadap perang Vietnam dan gaya hidup materialistic agresif masyarakat mainstream, pada musim panas 1966, pertemuan kaum muda dipantai barat amerika – summer of love menjadi trigger perkembangan generasi bunga selanjutnya yang kemudian juga dirayakan di inggris dimana filsafat hippies bercampur dengan budaya local.- (Jhon Thorne, Fad’s,Fashion and Cults)



Imbas dari periode Romantic dan Beat Movement adalah kemunculan kaum hippies era berikutnya, dengan rambut panjang, menggelandang kemana-mana, suka memetik gitar merupakan ciri utama kaum hippies. Gerakan ini berkembang di-Amerika awal tahun 60-an, mereka menyuarakan kebebasan lepas dari dogma-dogma tradisional, kebebasan sex, drugs, kesetaraan hak-hak lesbian, homoseksual dsb, dari sini bisa dilihat bahwa isu-isu yang dibawa Flower Power sudah melampui apa yang diperjuangkan generasi sebelumnya. Pengaruh kelahiran gerakan ini cukup berimbas didalam bidang kehidupan yang lain. Kemunculan kaum hippies ini dalam sejarah dikenal dengan sebutan “Flower Generation” (Generasi bunga) Momentum Utama semangat anti kemapanan yang tersusup dalam subculture musik kontemporer. Flower generation adalah momentum yang memuncak dari kontemplasi para seniman yang menolak patuh terhadap budaya popular dengan segenap pakem-pakemnya yang dogmatis, anak-anak muda yang menolak perang, militeristik, fasisme juga mengkritik gaya hidup kelas menengah. Motivasi gerakan ini juga bermuara pada persoalan politik saat Amerika menginvasi Vietnam ditahun 1959. Hingga berdialektika dan menemukan perlawanannya didalam kerajaan seni (musik). Flower generation adalah inkarnasi dari pemikiran romantik yang tersusupi ideologi. Sistem yang berlaku di Amerika umumnya adalah sekolah dan kuliah yang rajin, lulus dengan nilai baik, mendapatkan perkerjaan dengan gaji bagus dan hidup terhormat. Para anak muda yang masih dalam tahap pencarian jati diri, cenderung eksplosif, pemberontak dan kritis berusaha berontak terhadap sistem kemapanan semu ini. Belum lagi isu rasial, perang dingin dan ancaman perang nuklir yang juga menjadi trigger lain dari kelahiran Flower Generation. Gerakan ini seakan menjadi bom waktu yang hanya menunggu waktu yang tepat untuk di ledakkan dan ledakannya menyebar ke seluruh dunia. Bom waktu itu meledak juga. Pada tahun 1959 dimulailah perang Vietnam. Para kumpulan anak muda yang sudah merasa muak dengan sistem kemapanan dan perang, berkumpul menjadi satu dan lahirlah sebuah generasi baru, Generasi Bunga. Disinilah, Rocknroll menemukan bentuknya yang paling real!! Pergerakan musik era Flower Generation ini mencapai titik kulminasi pada tahun 1969. Sebuah lahan pertanian seluas 240 hektar milik Max Yasgur yang terletak di Bethel, New York menjadi saksi bisu dari sebuah acara legendaris yang diadakan mulai tanggal 15 – 18 Agustus. Woodstock adalah nama pagelaran itu. Sebuah pagelaran musik raksasa yang melambangkan etos solidaritas dan semangat. The Rolling Stones, Santana, The Grateful Dead, CCR, The Who, Jhonny Winter dan Saudaranya, Edgar Winter, Janis Joplin, The Beatles dan ditutup oleh sang dewa gitar, Jimi Hendrix, adalah beberapa nama yang tampil di Woodstock paling legendaris itu. Diperkirakan lebih dari 500.000 hippies datang dan menyaksikan acara ini. Harus dipertegas bahwa kekalahan amerika dalam perang Vietnam sedikit banyak juga terindikasi dengan generasi bunga yang tegas-tegas menolak wajib militer.

(beberapa dicungkil dari catatan-catatan lama)
http://el-rocknrevolt.blogspot.com/2009/05/ideology-of-rocknroll-sejarah.html



Komunitas Debanners




Ketika anda berada disekitar mereka dan mereka merasa asyik bersama anda, mungkin anda merasa benar, anda seperti melangkah dijalanan yg dipenuhi oleh hell’s angles melewati distrik didunia dan anda merasa bebas, merdeka, nyaman dan bahagia – Ken Kesey ;Wawancara dlm Majalah Oz /April 1969

catatan pribadi:

Pada suatu waktu’ kira-kira hampir 5 tahun lalu, malam itu gerimis meninabobokan jakarta, jalanan basah juga pucuk-pucuk daun hingga orang-orang enggan keluar rumah, 502 mengantarku ke tempat itu, tempat yang kemudian sering sekali kusinggahi-
“lo, El hendrie??” sebuah motor besar menghampiriku dan seorang laki-laki dengan topi ala brian Jonson bertanya padaku- “yah, begitulah orang-orang memanggil gw,” jawabku belagu- “ya udah naik” dengan sedikit ragu kuhampiri dia dan mencoba melihat kepastian di wajahnya. “hmm, nieh orang bandit atau penculik aktivis prodem nieh” begitulah yang ada dipikiranku (belakangan aku tahu, kalo orang yang membocengku malam itu, menggunakan nama bandit pada namanya, hahahaha). Sedikit ragu kuikuti ajakannya. Kami pun melaju mengitari jalan-jalan kecil hingga sampai di sebuah tempat dimana beberapa orang sudah berkumpul. Ditengah perjalanan, aku juga masih sempat mempertegas “gw gak di culik khan??” laki-laki bertopi itu sepertinya kesal, “gile lo’ ngapain gw culik lo, masih untung gw culik wanita daripada lo” (hahahahahaa… ngentiaww lo’ te) Kisahku bersama Debanners dimulai malam itu, dimulai’ sebelum kata rocknroll laris manis di pasaran dan jadi slogan para rockstar di TV mainstream hingga mengendap ditonk-tonk sampah, jauh sebelum film-film bertema rocknroll menjadi idola anak-anak muda’ memanipulasi kesadaran dan mengalirkan racun paling berbahaya didalam darah. Meleburnya diriku di komunitas itu’ akhirnya menjadi momentum kuat pada peta-peta musik yg sebelumnya masih fragment di kepalaku, aku tenggelam seperti brian jones, aku ditembak seperti lenon, aku gemeteran seperti jim moris, aku tersedak bagai bon scott, aku trance seperti jimi hendrik, dan aku merdeka sebagai diriku sendiri, dari mereka banyak hal yang kupelajari, banyak keraguan yang kemudian jadi jelas, dari orang-orang sakit (khususnya si kumis *blueser senga, hahaha) disanalah aku mulai percaya bahwa aku tidak sendirian. Mereka meletakan fondasi padaku yang haus akan rocknroll yang sesungguhnya, mereka menghapus dahagaku akan alcohol dan mimpi basah perubahan, dari merekalah - aku mulai membuang kesombonganku pada musik yg selama ini kuagungkan
Kembali ke belakang, catatan bersejarah di kota ini adalan munculnya beberapa komunitas dengan latar belakang genre musik. Pada tahun 1988, komunitas Metal Blok M established dan memberi image underground bagi anak-anak Metal, juga kemudian komunitas Punk yang tersebar hampir disemua tempat di kota ini, komunitas-komunitas itu memberi pijakan yang kuat bagi generasi-generasi setelahnya. Dewasa ini, komunitas-komunitas musik semakin sulit untuk dilacak, (jangan samakan Jakarta dengan kota-kota lain seperti bandung atau jogja dengan wilayah kecil dan terkosentrasi masiv). Jakarta adalah kota yang sangat complicated dan menyimpan banyak perbedaan-perbedaan sudut pandang, melacak jejak komunitas-komunitas musik di kota ini merupakan hal yang sangat sulit, selain factor willayah, pergerakannya yang sporadic dan kadang tersembunyi memungkinkan hal itu – diantara sekian banyaknya permasalahan, masalah yang paling serius adalah bagaimana meraba komunitas rocknroll, -klasik rock, blues- berada, adalah saatnya, komunitas itu berdiri sendiri tanpa harus berafiliasi dengan komunitas-komunitas lain diluar genre yang berbeda. Yeah!! Rocknroll adalah identitas tersendiri meskipun dengan mengatakan hal ini akan menjadi sebuah perdebatan yang paling menyebalkan mengingat akar musik kontemporer dimulai dari sana- (but sorry’ gw lagi gak pengen berdebat!!)


saluran televisi menyiarkan acara mingguan dimana rekaman lagu-lagu popular diputar untuk kaum remaja, sementera musiknya diputar, kamera bergerak dengan lincah menyorot wajah pemirsa. Alangkah dalamnya sumur tanpa dasar, wajah-wajah besar penuh dengan gula-gula murahan dihiasi dengan toko berantai, mulut yang terbuka dan terkulai maupun mata yang berkaca-kaca, tangan yang menabuh musik, hak runcing busana mengikuti zaman yang buruk distereotipkan, ini merupakan gambaran kolektif gamblang mengenai sebuah generasi yang diperbudak mesin komersial, dan ketika anda keluar dari sana: akan dijumpai anak-anak yang masih sangat belia berpakaian seperti orang dewasa dan sudah antri untuk di eksploitasi- dikutip dari Frith karya Paul Jonshon 1964

Diantara sekian banyaknya komunitas rocknroll yang tersembunyi maupun yang mencoba merangkak keluar, Debaners merupakan salah satu komunitas yang mencoba berdiri sendiri tanpa ada distrorsi dari genre-genre lain baik itu Metal dan varian-variannya maupun Punk beserta faksi-faksi-nya. De Banner merupakan kumpulan anak-anak muda dgn berbagai macam latar belakang: aktivis, seniman, mahasiswa dari berbagai kampus hingga kaum pekerja, yang setiap Jum'at malam berkumpul di Taman Ismail Marzuki - dengan obrolan tentang banyak hal hingga bermuara ke musik, entah disengaja atau tidak, mempunyai kesamaan selera juga sudut pandang dalam melihat, memahami rock 'n roll -klasik rock juga blues- Komunitas De Banner dideklarasikan pada hari Sabtu tanggal 31 Juli 2004 dini hari (setelah pulang dari acara blues night TVRI produksi terakhir), di sebelah kiri luar Taman Ismail Marzuki, dan bagi beberapa kalangan, lokasi tersebut dinamakan *sayap kiri – TIM, kekuatan paling radikal di komunitas ini adalah pertemuan dari banyaknya alur pemikiran hingga melahirkan keberagaman sudut pandang. Nilai-nilai hippies dan semangat flower generation merupakan hal yang subtansi untuk mempertemukan para baneris (sebutan untuk anak-anak Debanner). Adalah rahasia umum bahwa media yang seharusnya bisa menjembatani kebutuhan akan komunikasi – baik itu radio, televisi, dan media cetak tidak lagi mampu menjawab kebutuhan akan informasi, bahkan justru meracuni, memasung juga mengkebiri’ selain itu, minimnya literatur-literatur yang berhubungan dengan klasik rock, blues, dan rock `n roll juga menjadi point penting bagi komunitas ini dalam manifesto gerakannya. Mahalnya harga cakram digital rekaman musik -apalagi yang terhitung langka- Rp. 90.000 s/d Rp. 200.000, untuk sekeping cakram digital, Rp. 150.000 s/d Rp. 300.000 untuk dua keping, Rp. 500.000 s/d di atas Rp. 1.000.000, untuk album box-set. Ketimpangan dan kesenjangan ekonomi antara komunitas ini dengan para kolektor -cakram digital, piringan hitam, dokumentasi konser, buku-buku, maupun tulisan lainnya- juga menjadi salah satu point yang membakar para baneris untuk kemudian bersama-sama mengikrarkan diri dalam satu payung – That’s it Debanners. Selain point-pont diatas, adanya penjajahan di industri musik yang aduh!! (bosen banget gw memaki industri musik- yah gitu lah pokoknya’ silahkan memaki sendiri) juga adanya ketidakadilan bahkan dalam movement-movement yang di klaim bawah tanah. Busuknya industri musik dengan "PENYERAGAMAN SELERA" yang dibantu media massa massa jadi trigger penting bagi komunitas ini untuk bergerak. Masyarakat tidak pernah dibiasakan dengan perbedaan, selera mereka dibentuk, gempuran iklan-iklan di TV telah memanipulasi kesadarannya, mereka menyukai suatu hal karena mereka tidak diberikan kesempatan untuk mengetahui hal-hal lainnya – yang sengaja dipendam, yang mungkin saja lebih baik dan berkualitas daripada yang mereka ketahui selama ini. Para capital dan kurcaci-kurcacinya mengubur banyak hal termasuk dalam scene musik karena hal yang disembunyikan tersebut mengancam eksitensi mereka, mengancam status quo!! Mereka tidak pernah memberikan kesempatan apalagi kebebasan untuk memilih Di dalam masyarakat dominan, musik yang berkualitas adalah musik yang menjual, musik yang mudah dicerna, musik yang ringan, kesan-nya musik itu harus bisa menina-bobokan, dalam system yang tak punya akar, penghisapan manusia adalah hal yang biasa, tidak aneh, jika musik mainstream itu adalah lagu-lagu yang bersifat candu, orang di paksa untuk tidak lagi serius mendengarkan karya musik, kondisi memaksa orang-orang untuk mengikuti saja apa yang sudah ada, apa yang ada di depan mata, setelah seharian manusia di hisap dalam kondisi kerja yang melelahkan, tubuh dan pikiran sudah demikian letih untuk menalar akibat desakan untuk bertahan hidup maka mereka butuh pelarian yang menyenangkan, yang menyegarkan, mereka butuh musik yang menghibur, yang bisa melepaskan kepenatan mereka dan membius mereka dari semua penjara rutinitas hidup harian yang memuakkan. Kecenderungan itu akan mengakibatkan hilangnya daya kritis, sikap pesimis, serba "nerimo", hingga semua hal di biarkan berjalan kehilangan negasinya dan lambat-laun retakan ketidakadilan justru terlihat sebagai hal yang biasa, itulah candu musik mainstream, moralitasnya hanya melelapkan di permukaan tapi di dalam-nya dia justru menggerogoti harkat kemanusiaan: sikap untuk memilih, daya kritis, kebebasan, dan sebagainya- budaya popular yang di minum secara kolektif, racun yang membinasakan apresiasi bebas tanpa disadari, SEMUA SERBA SERAGAM- asholle!! (*diambil dari catatan lama)
Komunitas DeBanner dalam hal mempresentasikan rock `n roll, blues, & klasik rock bukan sekedar memorabilia masa lalu belaka, bukan juga sebagai fashion ataupun trend tetapi spirit, sebuah jalan hidup. Bukan tak mungkin banyak band-band di luar komunitas DeBanner dapat bermain musik rock 'n roll, blues, dan klasik rock yang jauh lebih baik daripada band-band DeBanner, tapi kesadaran, penghayatan dan semangat idealisme tidak akan memiliki kesamaan. Ketika dihadapkan pada kondisi dunia industri yang sebenarnya – tentu saja dengan segala konsekwensinya – mungkin akan dengan tanpa beban bahkan dengan penuh sukacita mereka akan merubah pola bermusiknya dengan hal-hal yang sifatnya kompromistis yang berakibat pada glamouritas kehidupan dan bertentangan dengan nilai-nilai rock 'n roll yang pernah mereka anut sebelumnya. Band-band yang tergabung dalam komunitas DeBanner tidak akan mengambil langkah demikian. Band-band dalam DeBanner bukan tipikal Band Pengkhianat!!! PANJANG UMUR ROCKNROLL….


http://www.facebook.com/inbox/readmessage.php?t=1300772001152&f=1&e=-12#/group.php?gid=96568891040 (lets join in group/facebook)



*Catatan Pengingat.

Pada subculture2 di Inggris tidak dibahas, mengingat subculture yang berkembang di Inggris pada awal 50 -an masih berkutat dengan style dan fashion. Lihat Teddy Boys yang terpengaruh gaya ”Edwardian” dengan menggunakan jas panjang dan celana drainpipe. Atau subculture “Mod” yang mengadopsi gaya pakaian Italia, dasi-dasi sempit, skuter dsb. Meskipun subkulture2 tersebut kemudian menjadi trend namun masih belum ada muatan ideologist (bedakan dengan beat movement dan Flower generation di Amerika). Kooptasi ideologist di Inggris baru mulai sekitar awal tahun 70-an saat generasi Punk awal berkembang. Anak-anak Mod yang menjadi Skin Head, Teddy boys yang terpengaruh rocknroll atau Generasi-generasi Rocker yang terinspirasi Heavy metal (sebutan Rocker awalnya untuk para geng-geng motor -bikers- di Inggris). Benturan-benturan ideology di Inggris meruncing pada akhir tahun 70-an hingga pertengahan 80-an. Dimana kepentingan2 politik ikut ambil bagian.

Sunday, 29 November 2009

MONOLOG SENJA


Selepas senja’
Dipelataran kampus tempat mahasiswa mengeja filsafat…
Senyum yg manis…’ dihiasi bongkahan-bongkahan mutiara seperti keringat didahimu..
begitu menawan dalam dekap angin sore!
Aku menjumpaimu dalam cahaya…
Keanggunan tersirat nyata’ tak ada bayangan mall disana, tak ada sisa-sisa distro atau endorse.
Hanya lanskap keteduhan dari kota tua…
Aku menemuimu didalam terang….
Kau begitu sederhana diantara gegar langit-langit Jakarta yg mamaksa manusia jadi mesin konsumerisme!!
Pesonamu membunuhku….
Barangkali akan kutemukan lagi keserdehanaan seperti ini dikota ini..
Saat iklan-iklan gencar menyuarakan produk’ kau malah berkutat dgn bacaan…
Tak ada yg hilang pun wajah cantikmu menjadi satu dalam khayalan peri langit…
Aku berharap kau akan selalu hidup’
Walau hanya didalam ingatanku….

Saturday, 21 November 2009

MaaF, Saya GagAl Jadi OrAng b(A)ik…


“Ketika semua bentuk ke-normal-an itu dijungkir-balikkan, ketika fakta tentang nilai menjadi -orang baik- didobrak, ketika manusia modern meragukan diri dan ke-normal-annya, ketika kebenaran, nilai-nilai, moralitas, pengetahuan dan tata aturan baku di hancurkan!!”


Aku terbangun jam 11 siang-lebih sedikit, computer masih menyala, menyisakan sisa ingatan semalam, ranjang, seprei dan bantal guling kubiarkan saja berhamburan muntah, aku berharap ranjang ini tidak muak menampung tubuhku, barangkali: jika dia memiliki suara maka akan terdengar jeritan kebosanan…
“bukan manusia doank yang bisa bosan mas, gw juga jenuh kalee” hahaha… anjayyy!!!
Aku jadi teringat percakapanku semalam dengan seorang teman wanita, kami terlibat diskusi yang cukup alot dan berakhir tanpa menghasilkan stimulus apa-apa selain tensi emosinya yang mendadak naik saat aku mengatakan, “system kerja hari ini hampir tidak berbeda dengan perbudakan di abad 17, dan kebanyakan kaum pekerja tidak sadar jika mereka diperbudak”. Yeah!! obrolan kami tentang kebosanan, alienasi, etos kerja dan semua bentuk pandangan umum masyarakat dominan: aku yakin’ pagi ini dia akan mengenangku sebagai orang yang menyebalkan, aneh atau barangkali gak normal…
But I think, I dont care!!

Intermezzo




Hegemoni merupakan sebuah pandangan hidup dan cara berpikir yang dominan, yang di dalamnya sebuah konsep tentang kenyataan disebarluaskan dalam masyarakat baik secara institusional maupun perorangan; mendiktekan/memaksakan seluruh cita rasa, kebiasaan moral, prinsip-prinsip religius dan politik, serta seluruh hubungan-hubungan sosial, khususnya dalam makna intelektual dan moral - Antonio Gramsci


Aku sadar, aku hidup di dalam dunia berisi individu-individu yang melebur menjadi masyarakat dan sebagai bagian dari mereka, maka aku hanya bisa mendapatkan posisiku ketika aku berada dalam kolektifitas social. Dengan ini, berarti diriku tidak akan bisa lepas dari kondisi social tempatku berada, -kelas sosial, pengetahuan, moralitas juga norma-norma-. Otomatis semua pandangan umum dominan akan menjadi kacamata/ pijakan bagi lingkungan sosialku dalam memahami kehidupan, pun diriku akan begitu sulit melarikan diri dari semua kebiasaan umum itu. sekalipun aku bisa melarikan diri dari semua itu maka aku akan di beri klaim “berbeda – lain - gila atau sejenisnya-“ percayalah sayang!! ketika orang-orang disekitarmu mengganggapmu berbeda maka, hak - hak mu pun akan terabaikan, hak mu tidak akan sama dengan mereka yang manggut-manggut pada pola kebiasaan umum, meski sebenarnya, hak – hak yang universal sudah lama terampas!! Mengingat percakapanku semalam, aku jadi ingin tertawa, sungguh ironis; di zaman dimana semua hal bisa menjadi mungkin masih ada saja orang-orang yang merasa aneh dengan pemikiran-pemikiran yang lari dari pola-pola umum, memangnya kenapa kalo ada yang mempunyai pemikiran anti kerja, memangnya kenapa kalo ada yang orang yang menggugat otoritas, moral dan norma-norma?!? Barangkali, karena aku berhadapan dengan orang yang hidup dengan kesenangan yang berlimpah, gadis yang menganggap dunia ini baik-baik saja, apalagi di kota ini, dimana kapitalisme menusuk tepat di ulu hati dan memberi batasan yang jelas antara mereka yang berpunya, kaum elite, borjuasi dan mereka-mereka yang dibawah. Mereka yang diatas sana, akan sulit sekali menerima ide-ide pembangkangan karena secara langsung ide-ide tersebut mengancam eksitensi mereka, menggugat keberadaan mereka-pun gadis ini. Aku mulai mengerti bahwa wajarlah kiranya, jika ketidakadilan sudah mengakar didalam masyarakat karena hal tersebut dianggap sebagai sesuatu yang biasa, hal yang umum, penindasan yang di “Iya”-kan oleh kesadaran kebanyakan orang. Aku masih sempat mengingat nada ucapannya yang mengutukku, “dasar kamu aneh, gila!!” nada suara itu menukik ditelingaku, menggelitik kupingku lalu mencairkan tawaku dan hal itu yang membuat emosinya mendadak naik, dan dipuncak-nya dia lalu bilang “maaf, gw jadi ilfeel sama lo” hahahaahha!! Kupretttt….aku tahu’ pemikiran gadis itu mewakili semua pandangan umum masyarakat dominan, pandangan masyarakat mainstream, aku sadar, bahwa aku agak “sedikit berbeda” meski sebenarnya banyak yang mempunyai pemikiran sepertiku bahkan ada yang lebih ekstreem lagi. tokh- itu adalah sesuatu yang sudah terlalu sering kutemui, aku juga sudah cukup sering ditinggalkan oleh orang-orang yang berarti dalam hidupku hanya karena pandangan-pandanganku yang menyimpang dari pola pemikiran mainstream. Sudah sangat biasa, aku dibenci bahkan di musuhi oleh kawan-kawanku sendiri karena pemikiranku yang sebenarnya juga di anut oleh banyak orang. Aku tidak akan berhenti sampai disini!! Jika kelak aku kalah- minimal aku pernah punya sesuatu yang kubanggakan, meski sebenarnya, ini bukan sesuatu yang harus dibanggakan.. hahahaha, amsyiooonggg dah!!

Teringat gadis itu: aku juga ingat, konsep keberlain-an yang digagas oleh Foucault, murid tak langsung Nieztche ini pernah melakukan penelitian tentang sejarah orang-orang yang berbeda, yang diklaim gila; yakni tentang mereka yang ditolak, dia berhasil mengungkap formasi-formasi bahasa dan diskursus yang telah menciptakan konsep “Pihak Lain”. Untuk hal ini, Ia menggunakan deskripsi genealogis. Genealogi bukanlah teori, tapi lebih merupakan cara pandang atau model perspektif untuk menempatkan diskursus, praktek sosial dan diri kita sendiri dalam wilayah relasi kuasa. (wiidihhh, bahasanya jadi sok intelektual gini, halah: biar cerdas lo; hahahaha)
Berkenaan dengan sejarah kegilaan, Foucault menunjukkan bahwa predikat ‘gila’ bukanlah sekedar masalah empiris atau medis semata, tapi juga berkenaan dengan norma-norma sosial, Dalam arti, pengertian tentang kegilaan adalah hasil ciptaan manusia. Pengertian gila terus berubah mengikuti zaman. Pada Abad Pertengahan, orang gila adalah yang tidak berintegrasi dengan masyarakat. Menurut versi agama, orang gila adalah yang tidak memiliki loyalitas pada agama. Pengertian gila terus berubah sesuai dengan perspektif dan kepentingan pemegang kuasa, ikut terlibat para dokter, politisi, pakar hukum dan unsur-unsur yang dominan dalam masyarakat. Diantara semua itu yang paling krusial peranannya adalah para dokter yang menciptakan bahasa simbol dan tanda-tanda. hingga, struktur bahasa inilah yang sangat berpengaruh dalam menilai ‘gila’ atau ‘waras’nya seseorang. Analisa genealogis adalah kritik terhadap ilmu pengetahuan modern, dalam hal ini ilmu pengetahuan sejarah. Ilmu pengetahuan sejarah modern lebih merupakan pembungkaman terhadap Pihak Lain yg berbeda. Kegilaan adalah aspek yang kemudian terlupakan -yang terbungkam, yang terpinggirkan. Dari penelitiannya, Foucault berhasil menyimpulkan bahwa kegilaan merupakan kebutuhan masyarakat akan formasi sosial yang dikehendaki, hingga menjadi kebutuhan sosial tertentu. Dari sini tercipta mereka ‘Pihak Lain’. “Kamu gila” berarti “kamu bukan golongan kami.” itu pointnya!!! Bagiku, Kegilaan (gila dalam perspektif masyarakat dominan) mengandung banyak hikmah dan kebijaksanaan. Buktinya - aku banyak belajar dari mereka-mereka yang terpinggirkan, aku lebih bisa memahami hidup dan mencintai hidup ini karena mereka-mereka yang dianggap berbeda. Anehnya: dari mereka lah aku bisa menemukan hakikat sesungguhnya dari hidup ini. Tidak bisa dielakkan bahwa: aku hidup dalam pemikiran masyarakat yang sudah di bentuk dari atas, dimana kepercayaan pada apa yang ada didepan mata seakan-akan sudah tidak bisa diganggu-gugat lagi, ide tentang demokrasi, ide tentang otoritas hirarkis, semua menjadi sesuatu yang sudah tertanam, menjadi idea fixed, melahirkan dogma!! Apa yang harus kulakukan untuk membatasi diriku dari distorsi tersebut, realitas yang sudah semestinya di hancurkan karena terbukti tidak mampu merepresentasikan hak semua orang secara adil dan merata!! Satu-satu-nya hal yang bisa kulakukan hanyalah dengan membangun moralitasku sendiri, membangun dunia-ku sendiri- persetan orang-orang yang memberi stigma apapun untukku, tokh, hal itu tidak akan membuatku mati atau hidup, “aku percaya bahwa hanya dengan terus melawanlah satu-satunya alasan yang menjagaku hingga tetap waras”. Melawan disini tidak harus dengan mengangkat senjata tapi juga melawan dengan pemikiran, minimal sadar- bahwa ada ketidakadilan, bahwa dunia hanya nampak baik dipermukaan, bahwa bentuk kenormalan yang ada ternyata harus dibalik. Itu saja dulu-lah!! Walau itu sebenarnya sangat tidak cukup…
Kadang-kadang aku ingin terlahir tanpa tahu apa-apa, seperti Socrates yang merasa bijaksana’ jika dia tahu bahwa dia tidak tahu- Socrates aneh juga!! Mana mungkin orang akan bijaksana jika mereka tidak tahu?? Hahaha!! Apa dengan tidak tahu apa-apa maka hidupku hanya mengikuti aturan main seperti mereka yang diluar sana, tapi aku yakin- jika itu terjadi, aku sama saja seperti mesin tanpa emosi, mesin yang hanya memiliki moralitas kerja tanpa bisa mempertanyakan ini- itu, sorryyy yee, mas Socrates, gw kagak mau kaleee…lha, kok jadi salahin Socrates. Hahaha!



Kerja




Para pekerja baru dapat menjadi diri-nya sendiri setelah waktu kerja selesai - Karl Marx-

Semua manusia butuh eksitensi, semua orang butuh pengalaman, butuh ruang untuk mengeksplorasi dirinya, dan kerja adalah salah satu ruang dimana manusia bisa merepresentasikan dirinya, pengalamannya juga kemampuannya, dengan bekerja manusia akan menemukan hakekat kemanusiaannya. Di titik ini, manusia secara langsung berhubungan dengan dunia sosialnya, memiliki keterkaitan dengan dunianya, keterikatan ini bersifat horizontal. Manusia memberi apa yang dia bisa, melakukan apa yang dia kehendaki didalam kolektifitas social. Mengenang percakapanku semalam, rasanya semua terlihat absurd hari ini-
kerja.. kerja.. kerja…!!
Gadis itu seketika diam ketika aku mengatakan, “kamu kerja, alasan paling simple mu adalah untuk mencari uang dan membiayai hidup, alasan itu juga lah yang membuat posisi tawarmu lemah di hadapan kapitalisme, dan itulah senjata mereka untuk memperbudak dirimu,”
Aku bisa saja percaya bahwa, semua orang butuh kerja bukan sekedar alasan untuk membiayai hidup tapi lebih-lebih untuk merepresentasikan dirinya. Yeah.. yeah.. yeah..
Ironisnya!! System kerja hari ini hampir tidak berbeda dengan perbudakan dimasa lalu, gairah dan emosi para pekerja hampir hilang atau bahkan sudah mati ditelan deru kebisingin waktu yang sempit, kerja telah menjadi momok yang menakutkan karena kebanyakan orang yang bekerja hanya alasan untuk mencari uang dan membiayai hidup, That’s Fuck!!! Dengan alasan ini –lah, mereka bekerja tanpa ada perasaan apapun atasnya, mereka tidak lagi berusaha memanifestasikan dirinya untuk dirinya dan dunia sosialnya tapi semua waktu dan tenaganya telah di eksploitasi oleh kapitalisme untuk kepentingan mencari laba sebesar-besarnya, kaum pekerja tidak bisa lagi berpikir bebas dan kritis karena semua waktunya sudah habis dihisap jam kerja, parahnya lagi, kebanyakan dari kaum pekerja melakukan pekerjaan yang sebenarnya jauh dari yang di senanginya: hanya karena alasan tersebut diatas. Alih-alih untuk mempertanyakan ketidakadilan bahkan pikiran dan tindakan mereka melayang pasiv di langit yang tidak bisa di ketahui mau kemana. Asshole!!! Jadi dimana keadilannya?? Aku juga tidak mungkin menyalahkan gadis itu, karena aku tahu’ tanpa kerja dia tak akan bisa makan- pun diri-ku’ darimana aku harus dapat uang dan membeli kebutuhanku jika tak ada pekerjaan: apa masih mungkin aku menulis dan bernyanyi tanpa uang? Ini memang dilemma: bahkan untuk kencing aja dijakarta mesti bayar… kentut aja yang gratis: hahahaha!! . siapa yang harus di kutuk atas ini?? yeahh!! System ini lah yang harus bertanggung jawab!!

System ini merampok semuanya bahkan dibenarkan oleh logika, yeah!! Hegemoni!!, belenggunya mengikat bahkan sampai di ruang paling tersembunyi sekalipun, ditingkat permukaan dia memperkosa sadar bahwa kaum pekerja di beri upah dengan semua loyalitas kerjanya tapi itu hanya manipulasi. Inti dari kapitalisme adalah pencapaian keuntungan sebesar-besarnya, keuntungan itu juga diperoleh lewat pertukaran manusiawi namun dalam mekanisme pertukaran jasa dan barang hanya selalu menguntungkan kaum pemilik modal melalui cara penghisapan. Seperti yang pernah di cetuskan oleh Karl Marx dalam teory nilai lebih (surplus value), inti nilai lebih adalah nilai yang diberikan kaum pekerja secara terpaksa melampaui apa yang dibutuhkan. Misalnya seorang buruh bekerja 10 jam sehari dengan upah Rp 20.000/hari, waktu kerja yang dibutuhkan untuk menyelasaikan kerja-nya hanyalah 5 jam, namun karena dia terikat perjanjian kerja maka para buruh harus menyelesaikan waktu 5 jam-nya juga. Inilah yang sesungguhnya yang direnggut oleh para kapitalis, waktu lima jam ini lah yang kemudian menjadi dasar dari pembahasan nilai lebih dan teory-teory turunannya. belum lagi ketidakseimbangan upah dan fenomena buruh kontrak yang saat ini sedang jadi polemik.
“apa kamu sadar bahwa kamu hanya dijadikan komoditas” aku masih ingat pertanyaan itu saat obrolan kami masih kondusif malam itu. tatapan matanya yang seakan mengulitiku, lebih tajam dari suara garang Brian Johnson. “siapa bilang? Aku bekerja dengan gaji lumayan, tiap bulan aku bisa liburan ke bali, aku bisa membeli tas prada, Gucci, aksesoris yang aku mau, aku bekerja keras dan karena itu aku di gaji, wajarlah!!” dammz!!!
Secara umum kapitalisme juga mengaburkan ketidakadilan itu di tingkat konsumsi bahwa upah yang layak telah diberi kan bagi kaum buruh. Alasan ini begitu melekat hingga sulit sekali bagi kaum pekerja untuk menggugat-nya, kapitalisme telah memodifikasi dirinya dengan sangat rapi dan indah hingga samar untuk di kenali. Jawaban gadis manis itu semakin mempertegas garis demarkasi diantara kami, posisi kami memang secara alami bersebrangan. Yahh!! Aku jadi merasa perlu untuk menyerang semua alasan-alasannya, dan saat kuputuskan itu’ aku lupa, aku akan kehilangannya.
Sedikitnya waktu yang tersisa bagi kaum pekerja akibat penghisapan ini, sedikit demi sedikit juga mereduksi emosi mereka, fenomena di kota-kota besar memungkinkan semuanya berjalan seperti ada-nya, industri membuat kota kehilangan emosi-nya, tiap hari yang nampak hanya manusia-manusia yang lelah akibat desakan untuk bertahan hidup, wajah-wajah yang menampilkan dandanan menor demi menutupi betapa datarnya emosi mereka, mereka yang diatas akan selalu hidup dalam ketakutan, was-was pada apapun, mereka akan terus menjaga kekayaannya agar tidak hilang, asumsi inilah yang membenarkan mereka untuk terus mencari untung sebesar-besarnya hingga emosi mereka hilang. Begitupun yang dibawah, mereka akan terus di kejar keterdesakan akan pemenuhan kebutuhan hidup dan percayalah, emosi mereka juga menyusut!!. Mereka berpikir bahwa mereka bebas padahal sesungguhnya mereka hanya bebas memilih barang untuk mereka beli tapi kebebasan yang sesungguhnya, seperti berpikir kritis sudah dirampas oleh system ini, selebihnya lagi, mereka sedang berbaris antri menuju proses mekanisasi, mereka di mesinkan!! Jangan aneh, jika kota ini sudah kehilangan emosi-nya, kota ini tak lebih dari kumpulan manusia-manusia mekanik. Karena kaum pekerja hanya menjadi manusia ketika waktu kerja usai!! Mereka hanya akan menjadi manusia setelah mereka lepas dari kantor, setelah mereka keluar dari pabrik-pabrik, pendek sekali waktu untuk yang mereka punya untuk menjadi manusia?? Bayangkan, dari jam 7 pagi hingga jam 5 sore’ waktu mereka di ambil oleh industri, selebihnya harus mereka gunakan untuk istirahat, berapa jam waktu untuk mereka menjadi dirinya? Dan apa kah itu cukup? aku ingat, gadis itu begitu marah saat kupaparkan alasan-alasan ini dan aku tahu ini akan membuatnya jauh dariku tapi seperti yang dikatakan oleh George Orwell “kebebasan adalah memberi tahu orang – orang apa yang tidak ingin mereka dengar”. meski ini juga secara otomatis memutuskan hubungan emosionalku dengannya, mungkin, kelak aku akan merestorasi kembali cara-cara seperti ini, yahhh!! Mungkin aku perlu melakukannya!! Aku sadar system ini kuat sekali untuk dihancurkan, sedang gerakan-gerakan yang mengaku revolusioner masih terpolarisasi akibat perbedaan strategi dan taktik, belum lagi pengkultusan akan adanya tokoh sentral sebagai martil.. Persetan mereka… !!!

Berlari Menampar Langit



He who controls the present controls the past ; War is peace, freedom is slavery, ignorance is strength - George Orwell

Apa lagi yang bisa kusimpulkan dari percapakan semalam, bahkan ranjangku pun bosan dengan segala perdebatan. Aku hanya perlu membangun moralitasku sendiri, membina hidupku dengan segala yang kupercayai. Aku percaya, surga bisa diciptakan didunia nyata, dimana burung pagi akan selalu bersajak bersama embun. Orang-orang tersenyum tanpa basa-basi karena tak ada pemaksaan. Saat kulirik hape-ku, sebuah sms ternyata sudah bertengger sejak jam 9 pagi tadi “gak normal lo, belajar jadi org benar deh, jalan pikiran lo aneh, gw gak mau kenal lo lagi”.hahaha!!. Rupanya amarah gadis itu masih terbawa hingga pagi ini.
Memangnya normal itu kaya gimana seh?? Dengan bekerja mapan dan dijadikan komoditi itu adalah bentuk kenormal-an, dengan mewakilkan hidup pada orang lain itu dianggap sebagai sebuah hal yang wajar, lha!! Jika ada orang yang ingin lari dari pemikiran itu, gimana, dianggap gila?? jika orang sadar bahwa dirinya hanya dijadikan komoditi, itu bukan orang baik?? Defenisi baik itu mesti taat pada semua aturan yang sebenarnya sangat abstrak, apakah normal-norma yang terbangun sekarang itu representative? jadi orang yang hanya manggut-manggut dan diperbudak itu adalah orang baik, orang normal?? apa gak terbalik neh dunia?!?. Aku tidak anti kerja dalam pengertian yang paling radikal, enggak!! aku juga tidak menentang mereka yang bekerja, aku hanya ingin mengatakan bahwa’ system kerja hari ini, hampir tidak beda dengan perbudakan di abad-abad sebelumnya” apa itu gak normal, hahahaha!! Bukannya yang gak normal itu mereka yang bekerja dengan menghamba dan dijadikan sapi perah para pemilik modal. Etos kerja itu yang perlu digugat!! Aku ingin bekerja tapi dengan cara yang adil dimana didalamnya aku bisa berasosiasi bebas tanpa ada pressure dari atas, aku ingin bekerja untuk menyempurnakan hidupku dengan memberikan apa yang aku bisa bagi kolektifitas sosialku. aku ingin bekerja sambil bersenang-senang, sambil bernyanyi, menari didalam hujan atau merasakan hembusan angin tanpa takut ada tekanan. Didunia ini, semua nilai, norma juga moral hanyalah sebentuk komoditi, siapa seh yang tidak munafik di dunia yang juga munafik ini??. Aku tidak ingin menjadi mesin tanpa emosi, lihatlah para pengkhotbah selalu bicara moral, kita taat dan patuh pada moralitas mereka, sedangkan di atas sana apa mereka perduli pada moralitas? Berapa banyak korupsi? Berapa banyak maling yang mencuri uang rakyat?? Apa mereka bermoral?? Jadi yang dibawah dipaksa bermoral sedang kan yang di atas dibiarkan saja bahkan cenderung dibenarkan dengan dalih-dalih moral, fuck!! Moralitas hari ini adalah: pemimpin berhak atas seluruh hidup bawahannya, bahwa penguasa bebas mengambil keputusan apapun dan itu dibenarkan oleh hukum, bahwa rakyat di bawah tidak perlu banyak ulah, harus taat, patuh, ada peraturan, ada penjara!! demokrasi, top forty, konsumerisme, itu-lah moralitas yang didiktekan dalam kesadaran massa hari ini.. enak aja!!! Seharusnya para pemimpin itu di reduksi, hingga tiada lagi orang yang mengaku pemimpin dan moralitas bisa di bangun kembali agar bisa merepresentasikan elemen-elemen social dimasyarakat. Aku menolak memperbudak orang, menolak menjadi bagian dari system yang menindas orang lain, siapa yang lebih bermoral? Aku atau mereka?? Shitt!!
Apa aku harus diklaim bukan orang baik, jika aku ingin merasakan emosiku hadir secara alamiah, sempurna dan apa adanya, akh sudahlah!! Aku akan melarikan diri dari system ini dalam artian aku tidak harus mengasingkan diri di planet lain atau tinggal di belantara, aku hanya menolak patuh pada aturan-aturan baku, aku hanya menolak di seragamkan, menolak di mesinkan, tapi aku pastikan akan tetap bersentuhan dengan peradaban ini, tetap merdeka dan bebas di dalam denting-denting gelas berbusa sambil berteriak dan bernyanyi meludahi modernitas, nonton gigs-gigs musik rock, melihat pagelaran-pagelaran, sesekali nonton film, bersenang-senang sepanjang hari!! (gw bukan orang kaku mas, bukan orang yang diperbudak ideology, gw orang senang!!hehe..) jika suatu saat, aku bertemu lagi dengan gadis yang sebenarnya sangat cantik itu, aku ingin mengucapkan testimoniku, “maaf dear, saya gagal jadi orang baik!!!” hmmm, jadi pengen bersenandung, “Here we go, welcome to the machine, It's taken me all this time to find out what I need. Here we go, welcome to the machine, It's taken me all this time to find out if I bleed.” dengan selesainya lagu pink floyd itu, gadis itu pun juga ikut berlalu dan secara tidak langsung pupus sudah harapanku untuk bercinta dengannya.. hahahaha!! Asshole….





Monday, 9 November 2009

Rock'n'Roll Hari Ini..



“Aku menemukan diriku berada dalam sebuah dimensi yang tidak kuketahui asal muasalnya, ujung juga tujuannya hanya indah yang menggetarkan, luas bersahabat tapi barangkali, hanya sementara”




Latihan serius hanya sekali saja menjelang event, studio musik di daerah buncit raya, tempat terakhir minggu ini aku berteriak, distorsi gitar yang gahar, beat drum yang menghentak-hentak, betot-an bass yang menggilasku, membuatku tersungkur di keremangan rasa yang luar biasa sempurna, moment-moment terindah dalam hidupku selalu kutemukan hanya ketika lagu yang kuciptakan berhasil mengantarku kepuncak gairah yang tidak kuketahui dari mana, mau kemana, dan akhirnya akan seperti apa. Persiapan kami memang tidak cukup matang, seorang player agak sibuk belakangan hingga latihan sedikit tertunda, hanya sehari menjelang acara baru kami semua punya waktu untuk berkumpul, tokh.. itu bukan alasan untuk tidak terlibat dalam gigs malam nanti dengan pertimbangan bahwa lagu-lagu yang akan kami bawakan merupakan lagu yang sudah pernah kami bawakan sebelumnya,


“Tak ada keterikatan permanent, semua bebas ditanggalkan sewaktu-waktu, Max Stirner”


The Rollz bukanlah band yang memiliki keterikatan permanent dengan personel-personelnya, semua player-nya memiliki band tetap di tempat lain pun aku sendiri. Jadi gak ada latihan rutin, alih-alih hanya ngejams bareng, memainkan lagu-lagu AC/DC dan lagu milik kami sendiri, barangkali itu yang di namakan latihan. Itupun jika kami memiliki waktu luang setelah lelah bergelut dengan rutinitas harian. Buat sebagian orang mungkin itu aneh, tapi bagiku justru malah semakin indah, kesementaraan itu-lah yang justru membuatku bergairah, tanggung jawab kami bukan pada band tapi pada panggung, tanggung jawab kami bukan pada personel yang lain, bukan pada audience, tanggung jawab kami juga bukan saja pada diri kami sendiri, diatas semua itu, tanggung jawab kami terletak pada lagu yang kami mainkan. Indah bukan??!?

“ Persetan isu politik, suksesi juga revolusi, bagai onani di malam hari, persetan lagu top forty, musik bisnis juga infotainment seperti maling hanya mencuri- semua hanya ilusi- impian para pecundang!! Gak perduli segala macam fashion, gaya hidup konsumerisme bagaikan mimpi mendesak sadar, persetan kampanye elite, retorika para politikus, hanyalah janji dikertas usang,- manis berhias bangkai- di bibir laknat sang dajjal!! The Rollz’ song -Rocknrevolt-

Lagu diatas merupakan lagu yang kubuat beberapa tahun lalu, satu dari sekian lagu-laguku yang bercerita tentang sebuah kemarahan, bercerita tentang kemuakkan yang jika diselami ada kiritik peradaban di dalamnya, ada kejenuhan, ada juga teriakan yang mendesak pada situasi bahwa hampir semua ruang tertutup untuk bersembunyi, pada reffrain, distorsi gitar terdengar mentah, garang tapi berontak, tidak mengukuhkan arti yang fisial belaka tapi lebih dari sebuah luapan kekesalan.

“ aku mau kemana, lari dimana, semua yang kulihat malah menggigitku, tapi aku tak akan mati sebagai pecundang!! aku mau kemana, lari dimana, semua yang kulihat kini membunuhku, tapi aku tak akan berhenti melawan dunia!!

satu lagu itu, semoga cukup memberi makna akan keberadaanku, memberi sedikit jejak eksitensiku, lagu ini menjadi saksi beberapa kali pergantian player di band ini, hingga akhirnya hanya bertahan dua orang lalu entah bagimana kami pun sepakat bahwa band ini hanya sebuah side, artinya tak perlu ada simpul yang mengikat kami disini, persahabatan saja’ alasan paling tepat yang membuat kami bertahan dan mungkin hanya aku. Aku percaya bahwa The Rollz adalah ada karenaku yang mungkin dalam bahasa bangsatnya, aku memilikinya, tapi aku bukan leader, tak ada pemimpin disini, tidak ada!! Aku tidak berkuasa, meskipun aku bisa saja menjadi roh dari lagu-lagu yang ada, tapi aku hanya menciptakan lirik, notasi tapi sebatas alunan vocal dan untuk aransemen semua kuserahkan pada mereka yang memainkannya, tak ada batasan didalamnya, tak ada patron, karena pada dasarnya kami saling percaya dengan latar belakang influence masing-masing yang berarti tak mungkin melenceng dari apa yang ada dalam benak kami! semua punya tanggung jawab masing-masing, aku memiliki otonomi di bagian pelafalan notasi dan lirik yang berarti kusesuaikan dengan warna vokalku, cengkokkanku juga kesenanganku, dan para player bebas untuk mengisinya semau mereka, menghias-nya dengan apa yang mereka suka, gitar membuat riff, diikuti bass, drum mengikuti tempo menghasilkan ketukan dan jadilah sebuah lagu, tak ada hak istimewa didalamnya, bahkan jika aku salah semua bisa uring-uringan tanpa ragu ada privilege didalamnya. Semua berhak memberi ide tapi bukan pressure, semua bisa saja memberi masukan pada pelafalanku dalam bernyanyi tapi tidak akan memaksaku jika masukan tersebut tidak sesuai dengan yang kumau- pun sebaliknya!! ini bukan justifikasi, bukan apologi bahwa - The Roll’z hanya manifest El hendrie…


“ Jakarta adalah kota yang membuat kita mati tua di jalanan - Gie”


Aku masih berada di dalam kamar, ketika satu sms masuk dihapeku, menanyakan keberadaanku, rupanya dari partner band-ku, dia juga kebingungan mencari lokasi gigs yang akan kami rayakan malam itu. bergegas dan tak sampai 15 menit aku sudah berada diatas 502 menuju cikini, Dammz, macet!! Jangan berharap jalanan akan lancar di kota ini! apalagi pagi dan menjelang senja, kita akan berhadapan dengan kota yang menyerupai kandang kura-kura. seperti kalimat diatas yang ku cungkil dari catatan harian Gie, kuterjemahkan dengan cara-ku, yeah! Kota ini akan membuat kita jadi tua dan layu di jalan, berapa banyak dalam satu hari yang terbuang sia-sia hanya dalam perjalanan, aktifitas yang melelahkan!! Aku tak yakin akan sampai dalam 20 menit ke cikini…


“ Jika kita melempar dengan satu batu itu adalah tindakan criminal, jika kita melempari mereka dengan puluhan batu maka itu adalah tindakan politik, jika kita membakar satu mobil, itu hanya aksi criminal tapi jika kita membakar puluhan mobil mereka maka hal itu adalah aksi politik – Ulrike Meinhoff”


Sebuah sms masuk lagi, kali ini dari panitia acara, “acara dicancel, pihak berseragam memboikot” Dammz!! aku berasa hilang!! Dengan pembenaran hukum, pihak berseragam membatalkan acara, hukum menjadi sebuah dogma yang terpaksa dipatuhi, alasan kententraman dan ketertiban menjadi satu-satunya justifikasi bagi mereka untuk itu.. hmm! Jika logika itu bisa di balik.. alasan kententraman semua pihak berkuasa ditiadakan, akh, sudahlah!! kali ini aku tidak ingin menulis tentang fasist,-fasist itu aku ingin mengembara dalam kata rock.. roll.. rock.. roll..: rock and roll…!! Sesuatu yang selalu membuatku merasa memiliki hidup abadi….

Industri Musik dan Tendensi Masyarakat Dominan:



Bagi sebagian orang band itu adalah cita-cita, di dalamnya ada mimpi, harapan, ada hasrat sekaligus keterkaitan dan tanggung jawab, bukan pada siapa-siapa tapi pada diri sendiri, yeah!! itu memang benar pun dengan logika yang sederhana sekalipun, aku jadi ingat pada lebih dari sepuluh tahun lalu, di sebuah kota kecil tempat untuk pertama kali-nya aku mengenal apa itu anak band, apa itu studio musik, apa itu rock’n’roll! Waktu itu masih begitu muda, masih sangat mentah, di mana mimpi-mimpi berkobar dengan dashyat!! Di kota kecil itu tak ada gigs yang tetap, panggung hanya sebatas festival-festival musik, itu-pun jarang sekali’ paling banyak sekali sebulan, kota itu hanya sebuah kabupaten kecil dengan penduduk yang tidak mencapai 5 juta jiwa. Aku cukup aktif terlibat dalam festival-festival musik yang tentu saja ada juri sebagai penilai, sebagai hakim yang menentukan siapa juara, siapa yang harus jadi pecundang, ironis-nya aku dan band ku tidak pernah sekalipun menang dalam kejuaraan-kejuaraan itu, hahaha! belakangan aku mulai sadar tak ada satupun juri di dunia ini yang objektif!! Saat itu mawar merekah sempurna, mimpi hampir mengalahkan kenyataan, semua logika hilang diatas abstraksi ambisi yang dipenuhi kepulan keringat, banyak hal gila kulakukan dengan itu, pernah sekali ujian kenaikan kelas kutinggalkan demi sebuah panggung yang jauh. Melintasi laut, menyeberangi beberapa pulau-pulau kecil dengan kapal ferry untuk menuju ibukota propinsi karena kebetulan ada festival musik yang bertepatan dengan ujian penaikkan kelas, haha, fuckin crazy!! 

“ semua orang adalah seniman dan di segala tempat adalah panggung, Wiji Tukul”


Kini, aku mengenang semua itu dengan tawa, saat tiba-tiba ada kerinduan akan masa-laluku, bukan untuk berdamai dengan mimpi-mimpi usang tapi ini hanya sekedar lintasan rasa yang datang tiba-tiba dan sungguh, aku menikmatinya!! Apa yang berbeda sekarang? Jelas sekali banyak yang berbeda! Jika dulu dan mungkin saat ini masih relevan pada sebagian orang yang merasa yakin akan bisa mengalahkan industri musik dengan idealisme yang ada, aku sudah tidak percaya industri musik! Aku tidak bisa lagi menyerahkan mimpiku pada gurita bernama industri musik, That’s bulshit!!!!

Logika industri adalah bisnis tetapi lebih dari itu, mereka juga memiliki hirarki yang menindas, memiliki control, ada pressure, artinya tak ada kebebasan untuk berekspresi, kepatuhan diciptakan demi meraih laba sebesar-besarnya, sebuah lagu hanya ternilai sebatas dia memberi keuntungan pihak label, harga sebuah band diletakan sekuat mana dia mampu menghasilkan uang banyak untuk produser-nya!!
Di dalam masyarakat dominan, musik yang menjual adalah musik yang mudah dicerna, musik yang ringan, kesan-nya musik itu harus bisa menina-bobokan, yeahh!! Kita hidup di dalam system yang tak punya akar, penghisapan manusia adalah hal yang biasa, tidak aneh, jika musik mainstream itu adalah lagu-lagu yang bersifat candu, artinya, kita di paksa untuk tidak lagi serius mendengarkan karya musik, kondisi memaksa orang-orang untuk mengikuti saja apa yang sudah ada, apa yang ada di depan mata, setelah seharian manusia di hisap dalam kondisi kerja yang melelahkan, tubuh dan pikiran sudah demikian letih untuk menalar akibat desakan untuk bertahan hidup did dunia yang schizofrenik, maka mereka butuh pelarian yang menyenangkan, yang menyegarkan, mereka butuh musik yang menghibur, yang bisa melepaskan kepenatan mereka dan membius mereka dari semua penjara rutinitas hidup harian yang memuakkan, apa itu salah??!? hmm..ini memang rumit, tp bagiku itu salah, jelas salah...
Kecenderungan itu akan mengakibatkan hilangnya daya kritis, sikap pesimis, serba "nerimo", hingga semua hal di biarkan berjalan tanpa negasi, dan lambat-laun retakan ketidakadilan justru terlihat sebagai hal yang biasa, itulah candu musik mainstream, moralitasnya hanya melelapkan di permukaan tapi di dalam-nya dia justru menggerogoti harkat kemanusiaan: sikap untuk memilih, daya kritis, kebebasan, dan sebagainya- Fuck!! racun budaya popular yang diminum secara kolektif, racun yang membinasakan apresiasi bebas tanpa disadari, dan dengan tidur di dalam musik mainstream kita sama saja tutup mata dan membiarkan semua penindasan ini berlangsung, kita membiarkan air mata habis terinjak oleh tiran sepanjang abad sejarah, kita jauh lebih laknat dari para pengkhianat!!

Aku tidak ingin berada di posisi itu, saat ini bermusik bagiku adalah sebuah prosesi pemenuhan diri, bukan sekedar sebuah pelepasan, tetapi bersifat transendensi, seperti bercinta dan meraih orgasme, tak penting besok atau lusa, lagu-laguku diterima orang atau tidak, Persetan!! Aku juga tidak mengejar gigs, ini ironi yang juga butuh kertas lain untuk ditulis, saat bernyanyi di kamar dan di studio hampir sama rasanya, tidak ada lagi ambisi, jika kelak aku akan mendokumentasikan lagu-laguku, barangkali akan kusebarkan tapi tidak akan ada target apa-apa… 
Aku juga sudah tidak perduli, jika beberapa dari kawan-kawanku sendiri mencibir, “Hey El Hend, U not Fuckin rocknroll anymore, Kick ur ass, bah!!


Apa itu rocknroll?? 
Bagiku, jika memahami rocknroll sebatas bentuk musik maka akan terjebak pada arus romantisme, sekedar memorabilia di mana kita berusaha mereka-reka masa lalu yang tidak pernah kita jalani, sebatas patron pada karya cipta para maestro yang memang abadi untuk selalu hadir ditelinga kita, rocknroll bagiku bukan sekedar musik, tapi juga attitude, pemberontakan juga sikap kritis, ini content paling prinsipil dalam tubuh rocknroll, aku percaya’ jika aku memahami rocknroll sebatas bentuk musik, maka aku sama saja dengan para rockstar TV yang suka menjual slogan rocknroll….: 

Rocknroll belum mati kawan!! 
Di titik ini, aku juga sudah tidak lagi perduli orang-orang akan mengkritisi musik yang akan kuciptakan, sudah tak ada standar objektif, bagaimana dan seperti apa musik berkualitas itu, masyarakat dominan hanya memberi label label seenaknya pada musik yang mereka suka dan mengatakan kualitas musik terletak pada angka penjualannya. Ironis!!!
bagi masyakat dominan, musik berkualitas = musik yang mudah dicerna = musik mainstream = penghilangan daya kritis = sikap hipokrit yang membiarkan semua penindasan berlangsung terus menerus!!
Butuh ruang luas untuk memperdebatkan hal ini, aku juga sudah cukup jenuh untuk semua itu!! terlalu jenuh dan membuatku muak, pada puncak-nya aku sudah tidak perlu alasan apa-apa lagi, aku hanya ingin bernyanyi dan meludahi semua itu...