Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Saturday, 28 June 2014

Maaf, Aku Tak Bisa Menggenggam Tanganmu Ketika Kita Menyebrang Jalan.

 

 

Make me immortal with a kiss -Christopher Marlowe-


"Ini untukmu..
 Sosok yang kerap terabaikan namun melekat seperti bayangan.
Pada hari hari lampau yang kita jalani, statiun kereta, halte bus kota atau warung warung makan pinggir jalan. Derap kaki tunawisma yang tak memiliki ranjang, derita kesusahan dan kesempatan yang begitu terbatas. 
Sesederhana itu juga aku mengenangmu"



"Ini untukmu…
Tubuh yang dirantai ikrar, dipeluk norma yang membuatmu tak bisa kugenggam ketika menyebrang jalan. Malam malam sunyi yang kita lewati menikam dibalik kata kata pada lampu redup dikamar penginapan. Sementara diluar ruangan, dunia berputar melewati kita. Menyimpan kutukan dan penghakiman seperti ramai berita tv yang memuja koruptor dibalik jerit kemiskinan.

Sesendu itu aku mengenangmu"







The hunger for love is much more difficult to remove than the hunger for bread. -Mother Teresa-



Sesungguhnya, aku lelah dengan perang ini- masalalu adalah kisah yang sepenuhnya tak bisa kita selesaikan. Aku sudah coba meyakinkanmu untuk melupakan semua itu. Menjagamu dari asumsiku sendiri. Tapi semua tak pernah bisa mudah. Kamu seperti berdiri sendiri dengan keyakinanmu sementara aku percaya pada pikiranku. Kita seperti memiliki Tuhan yang berbeda. Ah, betapa perihnya perdebatan ini.
Aku menolak untuk mengingat, dan apakah kamu tahu? Sesak-nya menahan ingatan ingatan itu. Kenapa kita tidak bisa saling memahami? Menyingkirkan semua hal yang merusak imajinasi kita.

Aku tak ingin kamu terus mengucurkan airmata. Tapi aku tahu, bahwa hatiku akan berdarah-darah. Membuka luka yang bisa menghancurkan kita. Dan entah kapan memulai proses penyembuhannya, aku tak ingin ada lagi rasa sakit. Aku mencintaimu.. dan aku menolak berpikir, menolak mengingat.
Masalalu memang tidak bisa diubah tapi masa depan bisa kita ubah, demikian seorang pecundang lama pernah bilang. Tentu, banyak kenangan dibelakang sana, kisah itu seperti buku yang usang dengan seribu makna. Kita bisa tertawa mengenangnya, kadang kadang kita juga bisa menangis. Tapi keseluruhan dari masalalu adalah omongkosong. Dan aku berharap kita bisa menghapusnya dengan kisah kita yang baru. Aku benci masalalu... dan jangan ingatkan aku tentang itu. 

Coba jejali memorymu tentang berapa banyak fly over yang kita lewati dan berapa kilometer jalan kota yang kita lalui. Tentang sepi sepi juga api gelora saat kita bersama. Ingat juga tentang makanan yang pernah kita makan. Juga canda tawa ketika senja menjemputmu. Aku ada disana, disisimu saat kita tersesat dijalan kimia, gagal nonton karena macet lalu tiba tiba hujan. “is not about the movie, is about the moment” aku terpaku dikalimat itu.
Hey, aku ada disana, bersama keterasinganku yang rapuh, seperti kamu yang rapuh dalam pelukanku...


Aku melukismu dalam seribu bayangan, pada rasa sakit yang menikamku juga serpihan serpihan kisah yang tidak sepenuhnya kita miliki. Ada banyak alasan kenapa semua tidak bisa menjadi utuh. Dan ada banyak alasan kenapa aku tidak bisa menggenggam tanganmu saat kita menyeberang jalan ditengah muntahan kendaraan dari Menteng hingga Tebet. Entah berapa fly over menuju hatimu? Menembus jantung kemacetan, dirintangi puluhan lampu merah lalu sampai pada harapan- harapan yang indah-
Aku memikirkanmu tiap saat dalam hidupku, dalam ramai dan sepi. Bersama cinta yang berdegup kencang juga gairah yang meledak ledak. Kamu adalah api dan aku dinamitnya.
Aku tak pernah berpikir kita bisa sampai dititik ini, perjalanan panjang dan rahasia seperti aksi spionase difilm film mafia. Tapi kita bukan kriminal, bukan pula penjahat. Kita hanya bertemu diwaktu yang tidak tepat dan diruang yang tidak seharusnya. 
“Bukan soal siapa yang pertama datang, bukan pula siapa yang paling lama hadir, ini soal siapa yang datang dan tidak pergi”.  
Tapi siapa kita? Ditengah dunia yang begini ramai oleh ambiguitas kita hanyalah sepasang cinta yang terhukum oleh moralitas yang mengesampingkan kebahagiaan. Apapun pembelaan yang kita utarakan, kita tetaplah dikutuk oleh peraturan tak tertulis.
Hey, aku cinta kamu dan kamu cinta aku. Sudah cukup begitu saja.

Malam ini, aku sedang menghamburkan banyak titik titik tanpa koma pada semburat langit jingga, sebab aku tak mau mengakhiri puisi tentangmu. Tapi bait berikutnya, biarlah hanya akan jadi rahasia kita. Seperti pada saat nanti ketika aku titipkan bunga didirimu. Bunga itu akan menguncup lalu mekar pada sembilan musim berikutnya. Bunga itu akan selalu mengingatkanmu tentangku, mengikat kita selamanya. Akan kujaga dan kusirami dengan hujan dari langit jauh. Aku selalu berharap bunga itu terus tumbuh dan mekar, menjadi prasasati hidup disisa hari tua kita dengan siapapun nanti kamu jalani hidupmu. Aku akan selalu ada menjadi lebih dari napasmu...
Bunga bunga itu akan menjadi puisi yang bisa kita baca kapanpun kita mau, diberanda senja dimana kita selalu menghabiskan malam dalam pelukan berselimut sunyi yang luruh dimatamu. Kekasih, aku mencintaimu, beri aku kesempatan itu...

Love is like a violin. The music may stop now and then, but the strings remain forever - Unknown-



"Ini untukmu...
Hati yang beranjak pergi ke tempat nun jauh, melewati udara, terbilang jarak dari segala bandar udara melewati negeri tetangga.
Lalu kau datang, memberiku cahaya yang tak setahu dunia, cahaya yang membentuk diriku, laksana muasal manusia. Dari tanah liat ditutup salju yang menyerbuk, membatu, menggumpal, kau hibahkan disudut hati, menjadi persatuan cahaya dengan cahaya. 
Seperti cahaya itulah aku mengingatmu"




Pada akhirnya, aku menulis lagi... ada sesuatu disenyummu yang membuatku ingin menulis, entah sudah berapa tahun? tapi senyummu membuatku jadi melupakan tahun tahun terakhir saat aku tak lagi bisa menulis. Senyum itu menikamku seperti panah prajurit Sparta.
Hey, apakah kamu sadar bahwa aku bisa mati jika tak lagi bisa melihat senyum itu? 



Ditulis di Tebet, menuju 20 hari ketika tulisan ini dimulai pertama kali.







Monday, 3 December 2012

Usia Tua Itu Kesalahan Penciptaan Dan Menjadi Tua Adalah Kutukan

Kita adalah manusia pongah yang hidup dalam rencana, membayangkan masa depan, memprediksikan, menalar, menganalisa, mereka-reka semua hal yang belum tentu terjadi. Dalam rencana tersebut tanpa sadar kita berperan bagai dukun yang sok tahu apa yang akan terjadi esok atau seperti tuhan…

 Tapi kita bukan tuhan, dan tuhan, apakah dia menjejak bumi?

Sejujurnya gw gak tau kenapa harus menulis lagi, mengisi blog ini dengan coretan yang entah siapa yang baca? Beberapa teman menanyakan mengapa blog gw udah gak pernah update lagi. Bagi gw itu pujian ditengah keringnya imajinasi.
Mungkin gw kehabisan ide, atau barangkali gw telah dihadapkan pada realitas, kondisi yang memaksa gw tiarap. Membaca tulisan-tulisan lama di blog ini seperti melihat cermin dan menertawakan kekonyolan yang lalu-lalu. Gw pikir, di blog ini udah gak mungkin lagi ada wacana yang bombastis dan hysteria. Hahaha… Apalagi diksi diksi ekstrim yang sinis pada kemapanan. Rocknroll itu permen karet dan rockstar adalah penjual permen itu (loh, kok masih sinis?) hahaha… bercanda bro.

Pada akhirnya hidup ini menjadi drama yang dipenuhi alasan-alasan. Semua hal terjadi kadang tanpa terencana dan berjalan sebagaimana adanya. Sakit, kecewa, marah, senang, bahagia hanya episode yang pasti berlalu.
Malam ini gw menulis lagi, untuk membahagiakan diri sendiri. Mencoba menyapa langit malam yang sedang memuntahkan hujan. Tanpa harus menjulurkan pena tajam atau emosi yang meledak ledak, Tak jua perlu menistakan cara berpikir yang tak sepaham karena semua kebodohan itu hanya menempatkan gw pada posisi sulit. Toh, mereka semua emang bego.. (loh?) hehehe...

Well.. apa yang gw tulis ini bukan berarti gw menyerah dalam pertempuran melawan kenyataan tapi gw udah gak lagi memiliki senjata yang tajam, atau dengan kata lain gw udah gak muda lagi, . Damn It, I’ m old now! 

Tetiba ada pertanyaan? Emang kenapa kalo udah tua? Hmm.. karena tua adalah kesalahan penciptaan dan menjadi tua itu kutukan. Berbahagialah mereka yang muda dan ABG, tanpa mereka sinetron kita gak punya rating hehehe.. :p
Sungguh beruntung mereka yang muda dan labil karena saat saat seperti itu kebijaksanaan cuma kata kata para pecundang.

Gw iri pada anak kecil yang bermain sore tadi, meski sekarang taman bermain itu tak semenarik dulu karena arena permainan di kota hanya ada di mall bukan lagi dilapangan. Thats why,  Masa kecil adalah masa dimana kita hidup tanpa rencana, tanpa takut akan esok, tanpa keraguan dan pertanyaan abstrak “apakah esok matahari masih bersinar?” 
Dunia yang kita lihat saat kecil adalah dunia yang warna warni, tanpa bau dan rasa bosan. Ketika itu dunia menjadi taman bermain yang luas. Dan orang tua adalah satpam yang menjaga arena bermain itu tetap aman.
Tak perlu takut akan pertanyaan, “nak kamu masih perawan?” atau “hati hati nak, jangan hamili anak orang!” Pertanyaan yang paling menyebalkan, “anakku, kapan kamu nikah?” hahaha.
Itulah, mengapa menjadi tua dinegara munafik ini adalah kutukan. :)

Kita tidak ditempatkan didunia ini hanya untuk bekerja, berkembangbiak dan mati, kita hidup didunia untuk bergembira. 

Ah sudahlah, angkat gelas birmu dan teruslah menjadi pemuda-pemudi yang bergembira atau kalo masih sulit bayangkan saja masa kecil, karena masa kecil adalah satu-satunya masa dimana Sokrates dan Beethoven hanya sekedar dongeng…


Jakarta, 2 Desember Dinihari 

eh, gw masih sinis yaa?

Friday, 20 May 2011

gw emang gak tahu, apakah tuhan itu ada atau tidak? tapi cinta gw, nyata buat elo



Sepanjang hari saya berpikir tentang itu, pada malam saya mengatakannya. darimana saya berasal?dan apa yang harus saya lakukan? Saya tidak tahu. jiwa saya dari tempat lain, saya yakin itu, dan saya berniat untuk berakhir di sana - Jalaluddin Rumi-

sebenarnya, gw resah...
adalah elo yang merampas rasa aman gw, seperti ben laden yang membuat bangsa-bangsa besar tak lagi bisa tidur nyenyak, elo mengintip laksana nyamuk dan sering sekali gangguin gw justru saat bantal dan guling siap memberi mimpi,
elo tuh kaya filsafat, bernyala-nyala dan slalu timbulkan ragam interpretasi.
lo buat gw jadi bocah, kesal, senyum, marah, tertawa hingga gw bermain-main sendiri dalam sudut pandang yang tak selalu benar. Seperti ‘wahyu’ yang diklaim berbeda pada setiap zaman, setiap nabi, setiap kitab...

elo hadir di saat abad-abad tak lagi mampu membeda makna, lalu sekawanan burung berterbangan saling memangsa di udara, elo datang menggugat kata, memecah persepsi. Saat itu hujan terurai dalam kemelut, orang-orang memburu hampanya udara, menutup kenyataan,  kerontang pada cengkraman bait-bait. Hidup tapi tak sungguh-sungguh hidup.
elo muncul ketika sore tergantikan, langit berendam suram, waktu itu, elo bilang kalau elo tak kuasa melukis hujan, atau membuka tabir yang terhias suntuk dan noda kutukan, hanya bisa menggambar diri elo sendiri tanpa bingkai.
Utuh, jujur dan karena itu ‘gw tergila-gila pada kesederhanaan yang elo ciptakan..

Ingat dulu, gw bingung..
begitu sulit menerjemahkan binar-binar dimata elo, apa yang elo mau? Apa yang elo benci? Gw gak bisa mengetahuinya dengan sempurna, hanya menebak dan berharap benar, sampe akhirnya gw gagal, kaya heidegger yang gagal menerjemahkan nietzsche, lalu memilih jalan berbeda seperti petrucci yang tak bisa jadi gilmour..
Apa gw harus seperti mereka yaa? yang seenaknya menerjemahkan kitabsuci? menyakini prasangka yang mereka ciptakan sendiri dan menjadi pemanis perang yang ditabuhkan, menguasai asumsi yang mereka bilang kebenaran!
Pernah gw lakuin itu, hehehe.. tapi gw salah lalu elo pun pergi..


"Caramu Mencintai adalah cara Tuhan akan bersama mu." -Jalaluddin Rumi-



Well...
Di sini, ada  bintik  keheningan  yang menggerakan  tangan gw untuk menggali kemenangan yang pernah kita sudahi, tak melulu tentang itu karena ada juga caci maki orang-orang kalah.
Entahlah, sudah berapa lama gw bersembunyi, tenggelam, berserakan dalam memory. Serpihan-serpihan itu kembali gw temukan malam ini pada lagu lama yang sering kita dengar dulu..
lagu lama yang selalu elo dengerin ketika gw selesai diatas stage, lagu cinta, tapi tak hanya tentang kita -ada juga mereka- yang lain!
sayangnya, elo sudah tak disini lagi’ disudut sana ada tangan lain yang mendekap elo, tangan yang dilindungi norma,dihiasi doa dan dibungkus janji bernama pernikahan dan itu bukan gw...
gw ingin belajar sulap lalu menghadirkan elo kembali, hehehe.. andai gw bisa seperti mereka yang menyulap sawah hijau menjadi pusat belanja yang ramai, mengganti ladang menjadi lapangan golf, merampas petani menjadi buruh, manusia menjadi mesin' pasti akan sangat menyenangkan.
Sayangnya, gw bukan raja, hanya seorang pecundang yang tersesat ditempat yang benar..
gw emang gak selalu tahu apakah tuhan itu ada atau tidak? tapi cinta ini, nyata buat elo dan percayalah…‘didalamnya ada Tuhan-


"Siapa yang bisa begitu beruntung? Yang datang ke sebuah danau untuk air dan melihat pantulan bulan" -Jalaluddin Rumi-


musim cepat sekali berganti dan entah udah berapa kalender yang gw habiskan untuk meratapi elo, daun-daun tetap menetes embun walaupun mereka gak lagi hijau. Hembusan angin tetap terasa sejuk meski pabrik dan mall menghalanginya, bulir air masih dingin meskipun gak lagi bening dirampas polusi. Pun gw, masih disini – masih mengingat senja saat elo pergi.
jangan-jangan elo itu mengandung alkohol, entah kenapa setiap memikirkan elo, gw terkapar tak sadarkan diri. Kadang mengejang, kadang menggigil, bahkan kadang-kadang gw merasa sekarat..
Hanya saja, gw tau elo nyata, karena senyum elo manis sekali..
soryy yaa, ternyata gw masih rindu…

ouh iya,..
dulu setiap kita berdebat, gw selalu menertawai apa yang elo percayai.. hehe,
gw emang gak pernah meyakini keberadaan surga dan neraka, namun waktu elo pergi dan gak bisa lagi gw rengkuh, gw betul-betul yakin ada neraka, disini – dihati gw...




Cikarang - menjelang pagi: 20/05/11


 

Wednesday, 18 May 2011

Itu Dongeng kalian, Bukan Dongeng kami.


It is amazing how complete is the delusion that beauty is goodness -Leo Tolstoy-



Sebuah romansa di praktekan dihadapan kita, iring-iringan kendaraan bergerak menuju Gereja Westminster Abbey Inggris dan jutaan pasang mata menyaksikan hampir tanpa kedip. Lebih dari setengah penghuni kolong langit berdecak kagum, ketika Kate Middleton melintasi jalan itu, anggun dan begitu mempesona di atas mobil Rolls Royce Phantom VI. Ratusan kamera tampak di sudut-sudut jalan, menimbulkan ribuan kilat cahaya, belum lagi heboh media televisi yang menyiarkannya secara langsung keseluruh pelosok bumi. Semua kawasan yang memiliki koneksi TV dan internet terkonsentrasi pada prosesi tersebut, pernikahan Prince Wiliam, pewaris tahta ke II Kerajaan Inggris yang begitu menakjubkan.




Sekelebat ilusi melayang menghinggapi para penonton, tentu saja selain kekaguman ada juga sentilan obsesi yang menyelinap. Bagaimana tidak, prosesi pernikahan tersebut bagai dongeng 1001 malam. Tontonan sekaligus doping ditengah kondisi timur tengah yang tak menentu, Jepang yang porakporanda, ekonomi Portugal yang defisit, Somalia yang kacaubalau, kisruh Kamboja dan Thailand atau Indonesia yang terancam isu separatis. Lupakan sejenak kekacauan itu dan mari berilusi dalam drama yang disutradarai oleh salah satu dinasti paling tua di muka bumi.


Pernikahan Wiliam - Kate menjadi trend topic di mana-mana, bahkan di Indonesia yang berada ribuan mil dari inggris, dihampir semua situs jejaring social turut merespon prosesi tersebut, mereka hanyut, mereka histeris.

Sebuah berita mengabarkan bahwa ada sekelompok orang yang memakai topeng berdemonstrasi saat perayaan pernikahan itu. Meski polisi dan media di inggris mengatakan bahwa demonstrasi tersebut tidak besar dan berhasil dikondisikan namun demonstrasi itu mampu berkata lain ditengah dunia yang sama, tuntutan mereka sederhana, menolak monarki!





Kau tidak akan menghancurkan gagasan dengan menindasnya, kau hanya bisa menghancurkan mereka dengan mengabaikannya, dengan menolak berpikir, menolak berubah – Le Guin, The Dispossessed-




Sebuah taman kecil di komplek perumahan elite.


Darmin baru saja kelar kerja, masih siang namun bangunan gedung tempatnya bekerja sebagai kuli harian itu tinggal pengecatan. Mandor bilang, dia sudah boleh pulang. Darmin senang bukan kepalang, janji kencan dengan munaroh bisa terlaksana setelah berhari-hari gagal. Kencan disiang hari ditengah taman kompleks, sebuah hal yang menyenangkan bagi darmin dan munaroh.

Mereka belum lama kenal, munaroh adalah babu yang bekerja disebuah rumah persis berdampingan dengan rumah yang sedang dibangun darmin dan kawan-kawannya sesama kuli, wanita asal jawa barat itu hampir setahun bekerja disana. Mereka jatuhcinta pada pandangan pertama, saat munaroh dibentak karena lalai membeli belanjaan dan lupa menceboki si kecil, saat darmin lelah berkeringat usai mengayak semen, Diterik matahari, ditengah himpitan rumah-rumah besar dan jam kerja yang tak berperikemanusiaan, cinta mereka bersemi!

“jika aku udah dapat bayaran, aku akan lamar kamu” ujar Darmin sambil membelai rambut munaroh yang berketombe akibat jarang shampooan. Mendengar itu Munaroh tersipu, sambil menggenggam jemari darmin yang berdaki tebal, ia bahagia.

Langit luas tak berbatas angkasa. Ditingkahi semilir angin dari balik pohon mahoni seakan berlomba menerbangkan ujung rok munaroh, hingga menggelitik kaki darmin yang beralas sandal jepit. Kata-kata gombal yang terucap mungkin tak semanis mereka yang suka baca Shakespeare namun bagi munaroh itu sudah lebih dari cukup. Cinta mereka memang tidak terbang di atas hamparan taman eden, tidak juga berbalut decak kagum, hanya sebuah cinta biasa yang tegar melawan keadaan

“kamu pernah melihat kabut? “ kata Darmin.

“dikampung, setiap pagi selalu berkabut, aku sering menghabiskan waktu bersama adik dan ibuku waktu kecil menari-nari didalam kabut, mencari batu untuk dijual pada juragan sarmin” ujar Munaroh. Tatapannya sayu mengenang ibunya yang kini sudah tak ada kabar lagi sejak berangkat jadi TKW ke arab. Darmin menatap wajah kekasihnya, sambil tersenyum dia berucap.“kita adalah kabut, kumpulan tetes-tetes air kecil yang melayang-layang di udara. Kabut mirip dengan awan tapi kita bukan awan karena awan tidak menyentuh bumi, sedangkan kabut menyentuh bumi bahkan sampai kedasar tanah”

Munaroh sadar, ucapan darmin hanyalah penawar rasa diantara sengsaranya hidup, meski begitu selalu cukup membuat rona merah dipipinya yang kusam.



Hukum gravitasi tidak berlaku bagi mereka yang sedang jauh cinta - Albert Einstein-




Kisah darmin-munaroh jelas jauh berbeda dengan william-kate. Darmin bukanlah pemilik istana, dia hanya kuli upahan yang dibayar untuk membangun istana-istana William, munaroh adalah babu kasar yang menyiapkan makan malam bagi kate-kate yang lain. Ketika ribuan orang lupadiri berkumpul disekitar istana Buckingham dan meneriakan yel-yel bagi pernikahan agung itu, ketika miliaran tatapan mata tertuju digereja Westminster Abbey Inggris, darmin dan munaroh justru tidak perduli. Darmin sedang gundah karena kata mandornya, subsidi BBM akan dihapus dalam waktu dekat yang otomatis harga-harga akan semakin tinggi, biaya hidup semakin melambung. Munaroh juga terancam PHK karena majikannya akan memangkas pegawai. Kemaren sore, sopir pribadi rumah tempatnya bekerja bilang bahwa hanya akan ada tiga pembantu dirumah itu. Otomatis munaroh harus tersisih mengingat dirinya adalah pembantu ke empat. Kata sang sopir, majikan mereka sedang gundah akibat perusahaan industry tekstilnya merugi oleh banjirnya produk-produk china.


Tapi siapa yang perduli? Hari ini kemiskinan hanyalah hitung-hitungan diatas kertas, tak sesemarak warna-warni partai dihari pencoblosan.



Tujuan lelucon bukan untuk menurunkan manusia, tetapi untuk mengingatkan bahwa dia sudah terdegradasi -George Orwell-






Kencan mereka berikutnya, munaroh menggenggam erat jemari darmin.


“kita harus tetap berdoa” katanya lirih demi membesarkan hati darmin.

“doa saja tidak cukup” jawab laki-laki itu.

“tuhan pasti punya alasan, dan apapun itu tuhan selalu punya cinta kasih untuk kita” desis munaroh.

“ apa tuhan mencintai kita” Tanya darmin. Munaroh tertawa.

“tentu saja” jawabnya.

“tapi tuhan lebih cinta juragan sarmin”

“ apa maksudmu?” kening munaroh mendadak tegang,

“tidak apa-apa, tuhan selalu bersama mereka yang punya kuasa, tuhan selalu bersama mereka yang punya uang”

Darmin tidak beralasan, pada setiap kawasan yang dihuni manusia hampir pasti akan selalu ada rumah yang diakui sebagai tempat memuja tuhan dan selalu bergemuruh saat ritual tak perduli apa nama nabinya. Namun dari banyaknya agama yang diciptakan dimuka bumi belum ada satupun berhasil menghapus kemiskinan. Atau kah mungkin kemiskinan itu adalah sesuatu hal wajar, sebuah hal yang biasa. Sebuah kebenaran yang menyejarah, bukankah kemiskinan sudah ada sejak berabad-abad lampau?

Barangkali darmin sedang mengigau, bagaimana mungkin dia harus menolak kebenaran! Bukanlah kemiskinan sudah ada bahkan jauh sebelum agama muncul. Kemiskinan sudah merajalela jauh sekali bahkan sebelum fasisme lahir. Kemiskinan sudah nyata jauh sebelum partai kiri menjual ilusi konyol persamaan.

"In the name of God, stop a moment, cease your work, look around you" -Leo Tolstoy-

Hey darmin..

Kemiskinan itu wajar… sama wajarnya dengan kekayaan yang hanya dimiliki segelintir orang.

Bukankah wajar kita melihat pengemis yang berdiri disetiap lampu merah?





Seluruh toko dan cafĂ© memajang pengumuman bahwa mereka dikolektivisasi, bahkan semir sepatu pun dikolektivisasi. Pelayan dan penjaga toko memandang wajahmu dan memperlakukanmu sederajat. Sikap merendahkan diri bahkan ucapan basa-basi sementara menghilang. Yang terpenting terdapat keyakinan pada masadepan, sebuah perasaan mendadak tumbuh diera kesetaraan dan kebebasan. Ditempat-tempat pangkas rambut terpampang pengumuman yang dengan khidmat memaklumkan bahwa tukang cukur bukan lagi budak – George Orwell, Homage To Catalonia-








Darmin berhasil memboyong munaroh dalam pernikahan, jelas tidak seheboh William – Kate. Pernikahan mereka biasa hanya dihadiri oleh mandor darmin dan seorang paman munaroh.


“Tidak mudah bagi kita untuk bisa berdiri hingga dititik ini” kata darmin setelah mengucap janji pernikahan. Disisinya munaroh tersenyum malu-malu dengan mengenakan kebaya yang dipinjam dari istri muda majikannya.



“kau memang wanita kuat, ku akui itu. Tidak semua perempuan mampu untuk bertahan pada masalah-masalah suram yang menohok hidupnya”


Hari itu mereka sepakat berikrar dengan sepotong puisi sakral, tanpa apa-apa, untuk semua alasan yang paling masuk akal, mereka hanya punya kata- cinta.





Ku berikan padamu setangkai kembang pete, Tanda cinta abadi namun kere


Buang jauh-jauh impian mulukmu, Sebab kita tak boleh bikin uang palsu

Kalau diantara kita jatuh sakit, Lebih baik tak usah kedokter

Sebab ongkos dokter disini, Terkait di awan tinggi

Cinta kita, cinta jalanan Yang tegar,.,mabuk di persimpangan

Cinta kita cinta jalanan Yang sombong menghadang keadaan

semoga hidup kita,.,. bahagia,.,., semoga hidup kita,.,. sejahtera

Ku berikan untukmu sebuah batu akik

Tanda sayang batin yang tercekik

Rawat baik-baik walau kita terjepit

Dari kesempatan yang semakin,.,.,sempit..

– Kembang Pete, Iwan Fals –







Ketika hampir semua mata tertuju pada pernikahan akbar di inggris, hal itu cukup menjadi dongeng yang meninabobokan.. “andai aku jadi kate, andai aku jadi william”


Disini… dongeng itu sedikit lagi mampu membuat lupa bahwa sebentar lagi pemerintah akan menghapus subsidi BBM. Usaha kecil dan menengah terancam oleh banjirnya produk-produk china akibat ACFTA, mereka mungkin lupa bahwa menteri tenaga kerja gagal memperbaiki nasib buruh.

Ketika seluruh penduduk bumi bertepuk tangan pada saat William dan Kate berciuman dibalkon istana mereka juga sebenarnya bertepuk tangan untuk melegitimasi kebenaran monarki. Mereka mungkin lupa,Tapi darmin tidak!



Most people are other people. Their thoughts are someone elses opinions, their lives a mimicry, their passions a quotation -Oscar Wilde-




Fakta yang paling benar yang menyamakan Darmin dan William adalah mereka sama-sama pewaris, jika william adalah pewaris syah kerajaan moyangnya maka darmin merupakan pewaris syah kemiskinan bapaknya.






Selamat hari kuli darmin, mayday, mayday…


maaf, seperti yang lain saya juga tidak perduli dengan penderitaanmu..





"Semua orang berpikir mengubah dunia, tapi tidak ada yang berpikir untuk mengubah dirinya sendiri - Leo Tolstoy-






Bogor, 1 Mei 2011