Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Thursday, 24 September 2009

Ananta

”ini untukmu kamerad’
kata-kata yang dirajut disore hari ketika kupastikan tak ada lagi yang mesti ditunggu, saat senja dikerubut badai yang menderu dan pintu-pintu dihempaskan…”


namanya an(A)nta…
lahir dari garis-garis hujan dan tempias angin yg asbtrak didinding kosmos’ kemudian menjelma dalam bening embun lalu sekarat saat ladang biru berubah menjadi pabrik.
sebenarnya an(A)nta tak bernama.
hanya sebuah tubuh tak merdeka yg menyerupai tanah dan lembah paling dingin, bermuara dari lautan, melayang dan berputar keras di atas tahta penguasa, menetaskan batu-batu bergigi tajam. padahal, sebelum tuhan datang dan mengutus pewarta sabda, an(A)nta tlah memiliki dan berkuasa pada dirinya sendiri!!

an(A)nta tumbuh besar dipadepokan milik socrates’ mengeja democritus dari rasionalitas nebukanedzar kemudian menjelajah didalam plaza, distro, mall, endorse, butik-butik, salon juga perpustakaan sampai beku saat keterasingan memperkosa sadarnya’ jari-jarinya menengadah meminta merdeka dari langit yg telah dibunuh niestzche dalam kubangan dogma sejarah yang seronok’ karena ternyata, sebelum para messiah datang’ an(A)nta tlah lebih dulu diselamatkan ibunya!!

siang terik, segersang jiwa an(A)nta ketika berkenalan dengan seorang tua berjenggot panjang’ yg mengajarkannya tentang taktik bertahan, menggempur dan merampas palu, cangkul, sekrup, arit serta semua perkakas milik para tuan, raja dan bos-bos besar. mbah jenggot itu senang bernyanyi sambil memainkan gitar renta hasil rampasan revolusi yg tidak pernah selesai. an(A)nta pun ikut mendendangkan lagu-lagu orang tua itu dan berharap menuntaskan revolusi menuju padang rumput tanpa kelas…

betapa sedih hati an(A)nta saat orang tua berjenggot itu mati dan mewariskan rumahnya pada seorang laki-laki buta, pemilik bendera merah yg kemudian memaksanya berlari mengikuti truk-truk van-guard sambil berteriak ”rebut!! rebut!! langit akan cerah saat perkakas mereka kita ambil dan para pekerja berkuasa…” itulah janji menjelang mata tak saling tatap dan matahari tegar meninggalkan martir yg terbunuh, sedangkan an(A)nta belum juga mampu menalar semua syair-syair dari tiang bendera merah…


dictator proletariat!! silogisme itu serupa serapah raja fasis’ tak ada bedanya!! padahal pohon2 memiliki akar, biji, atau pusat seperti mesin biner dengan prinsip yang terus membelah dan mereproduksi dahan-dahan, dan kekuasaan selalu merawat dirinya’ mereformasi dirinya, mereproduksi dirinya, melegitimasi dirinya, karena kekuasaan hanya bertujuan pada kekuasaan itu sendiri..” jerit an(A)nta memaki bintang…
sejenak dia terdiam sampai burung pagi membawanya dipersembunyian pemberontak!!


lambaikan tangan pada mbah jenggot!! ” an(A)nta mengguman sendiri’ syair lagu-lagu milik para superstar (stalin, mao, kim, castro dan semua rezim2 proletariat) memberi refrain bahwa teleologis sejarah mbah jenggot rusak secara inheren!! ah… betapa sedih perpisahan itu terjadi. tapi an(A)nta tak akan kesepian karena hasratnya telah membatu, yang tak akan cair oleh nyanyian-nyanyian air, oleh suara permai gemericik angin melambai memanggil, atau dengan seribu gundik yang menari-nari diatas tahta penguasa tiran… selamat jalan pak tua berjenggot’ pergilah dengan semua cinta yang tlah kau titipkan ditenggorakanku’ akan kupakai puisimu untuk menemukan musuhku… “an(A)nta menangis bersimpuh di nisan berlumur darah…



”ini untukmu kamerad’
lagu-lagu yang diciptakan pada bumi yang diam’ saat kitab para nabi dihancurkan zarathustra dan org2 gelisah menertawakan tuhan!!
lagu ini dinyanyikan kala bintang jatuh dikaki pemberontak… ”



namanya an(A)nta…
dia lahir kala langit kusam dengan semburat merah yang gemetar, paras kusut manusia mendengus muak dan di situ, nama-nama diciptakan sekaligus dihancurkan’ dari jauh bedil berseragam menyebar berita kematian, demi overcode’ hentikan hasrat-hasrat pengganggu moralitas keberlangsungan raja tiran’ rezim berganti rezim sepanjang jalan dan abad, dan met(A)fora dikepung musuh-musuh!!
tangannya memanjang dan terus menjalar di sepanjang lorong bawah tanah, sedang setiap rumah tetangganya dipenuhi berita iklan, musik top forty, film mainstream, berita politik dari para elite dgn mulut berhias bangkai, lowongan kerja korporasi, nomer-nomer handphone dan promosi diskon dimall dan pasar bertopeng’ konsumtif-konsumerisme dan semua pembusukan capital!! di kelokan pertama menuju dataran tinggi, an(A)nta masih berteduh sambil menggerutu, menghisap rokok dan terus meludah. ”itu indoktrinasi, pemalsuan kesadaran, demi menjaga dominasi mereka, pembodohan mereka, penindasan mereka, perbudakan mereka atas rumput dirumah kardus” teriak an(A)nta seperti merintih, tubuhnya tampak malas, mulut dan giginya berdarah, di separuh jiwa melepus tak mau redup, seiring taring, memercik liur membusuk!!
muak, marah, sakit hati, terasing dlm realitas sebagai jiwa yg merdeka ditubuh tak merdeka, lalu pasrah hingga berakhir dirumah bordir milik system!! bulan redup, ombak menari-menari, riang gembira mengikuti burung yang melacurkan diri dipenjara panaptikon’


senjata berkarat mengisahkan usia dan derita’ bertepuk gemuruh pada kado hari perayaan…. merdeka.. merdeka!!
apa artinya kata itu’ buat mereka yang tanahnya digusur demi pembangunan, apa artinya itu buat mereka’ yg tanahnya dipenuhi semburan lumpur, buat perempuan yang nafasnya ditebas timah panas saat mempertahankan lapaknya, buat anak-anak dengan sukma tertekuk di kolong bangunan ambruk,
buat lelaki dengan leher retak dihabisi perut yg menjerit kelaparan, buat para pelacur, pengemis disudut-sudut kota, buat mereka yang masih ditindas, dirampas, dibunuh, dihabisi, dibodohi dan dikebiri!! hampa, kosong lalu onani…

peradaban bergerak cepat dihanyutkan banjir sepanjang abad..
teruslah an(A)nta berjalan menuju sejarahnya, ke pusat garis batas, ke sudut yang tak pernah angin menduganya. seharusnya dia pulang’ tapi rumahnya menghilang. orang-orang terus berdatangan lepas peduli, tubuh mereka dipenuhi dengan kebosanan yang lebih mengerikan dari kesepian..


”ini untukmu kamerad’
sajak yang diciptakan oleh seorang pemabuk yang menitipkan racun ditenggorokan malam dalam lelehan busa beer, denting cawan alcohol, komik dan novel picisan hingga kemudian berakhir ironi dijalanan sunyi”



Artikel Terkait

0 komentar: