Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Sunday 14 February 2010

BAND COVER : AKUILAH, BAHWA KITA PECUNDANG…


Great things are not accomplished by those who yield to trends, fads and popular opinion. -Jack Kerouac-


tulisan ini hanya sebuah bentuk kegelisahan bukan bertendensi untuk menghakimi buta, sekedar memberikan preseden yang proposional plus-minus eksitensi band-band cover dengan didasarkan pada penalaran kritis yang bersifat empiris dan dapat dipertanggung jawabkan secara rasional. untuk itu: jika ada yang keberatan atau merasa terganggu dengan judul diatas sebaiknya tulisan ini tidak usah dibaca atau jika perlu untuk dibaca lalu menemukan argument yang tidak komprehensif silahkan kemukakan


PENGANTAR



You can't teach the old maestro a new tune -Jack Kerouac-

Ketika suara-suara sumbang bercampur caci maki pada industri musik mainstream menggoyang telinga sebagian dari kita didasarkan pada kejenuhan dengan produk dari industri rekaman (major/indie label) dengan penekanan yang mungkin disepakati oleh banyak orang bahwa musik mainstream hari ini didominasi oleh musik-musik yang sifatnya konformis (seragam), monoton dan juga terkomersialisasi buta maka hal itu justru sangat ironis dengan fakta bahwa didalam ranah musik non mainstream (rock) sendiri terdapat elemen-elemen yang sebenarnya justru mengukuhkan berdirinya imperium yang dibangun industri musik mainstream, maka untuk itu, tulisan ini tidak akan mengkritisi industri musik mainstream (external factor) tetapi justru mencoba melakukan penilaian kritis didalam tubuh musik non mainstream sendiri. Point-point yang akan dijadikan platform dalam tulisan ini, juga sebisa mungkin menghindari keterjebakan pada terminology major label VS indie label atau underground VS mainstream, karena istilah-istilah tersebut masih mengandung banyak kontradiksi dan kekeliruan persepsi oleh sebagian orang. (perlu ruang yang sangat luas untuk mendeksripiskan ulang, defenisi dari indie label atau makna sesungguhnya dari terminology underground) Tulisan ini bersifat general dengan mengkontruksikan pertentangan antara dominasi musik mainstream dan termarginalnya musik non mainstream (rock) didalam industri rekaman. sederhananya, catatan ini hanya mencoba menganalisa mengapa musik mainstream menguasai telinga atau pangsa pasar (istilah jujurnya) terbanyak dibanding musik non mainstream (rock) tapi berangkat dari item-item dalam musik non mainstream (rock) sendiri.



BAND COVER: Dibalik Terpuruknya Musik Non Mainstream (Rock)



Avoid the world, it's just a lot of dust and drag and means nothing in the end.-Jack Kerouac-

Band cover merupakan salah satu fenomena yang menarik didalam dunia musik yang sejarahnya sudah ada sejak industri musik berkembang, data yang komprehensif tentang sejarah band cover sangat sulit ditemukan Istilah band cover juga kadang dihaluskan dengan terminology “tribute band” tapi didalam tulisan ini, differensiasi terminology tersebut dihilangkan, karena dalam pengertian yang paling sederhana sekalipun band tribute dan band cover sama–sama memainkan lagu orang lain walau mungkin dengan motivasi yang berbeda, (tribute adalah untuk penghormatan, sedangkan cover band tujuannya murni untuk komersil). Intinya, cover band atau pun tribute band sama-sama memainkan lagu orang lain meski di re-kreasi atau di re-arange ulang. Persoalan motivasi sangat subjektif! Untuk itu, dalam tulisan ini, hanya akan menggunakan istilah band cover karena sangat familiar sebagai sebutan bagi band yang memainkan lagu yang bukan miliknya!
Pengertian band cover/ band tribute secara inheren memiliki kesamaan juga dengan fenomena Rock double/clone band yang berkembang di era akhir tahun 80-an. Rock double atau clone band mulai terendus di Australia dengan menampilkan band-band yang biasa menampilkan tribute, awalnya dibuat oleh para penggemar sebagai penghormatan kepada bintang-bintang musik yang sudah mati atau masih hidup, band-band yang terendus seperti Bjorn Again imitasi dari ABBA, Elton Jack yang meniru Elton Jhon, ada juga peniru James Brown, U2 bahkan Madona. Fenomena rock double/clone band kemudian terbawa di Inggris diawal tahun 90-an, seperti band The White yang me-rekreasi hits-hits Led Zeppelin pada pertemuan penggemar Led Zepp di Inggris ditahun 1992 atau band Counterfeit Stones yang memainkan musik/lagu The Rolling Stones (juga beberapa band yang meniru The Beatles, Peniru Elvis Presley /Elvis Impresonator sampai tiruan tiruan Bob Marley). Rock double/clone band selain memainkan musik idolanya juga ikut meniru style hingga gaya hidupnya, oleh karena itu dalam beberapa hal, rock double juga punya perbedaan signifikan dengan band cover (dalam pengertian hari ini)
Band cover, secara sederhana dapat diartikan sebagai band yang memainkan musik/lagu orang lain, utamanya musik/lagu yang dimainkan ini berasal dari maestro-maestro lama. Band-band cover eksis juga karena kegemaran para musisi dengan bintang-bintang rock idolanya. Tuntutan untuk memainkan musik/lagu orang lain juga didasarkan pada keinginan para penggemar (penonton) di gigs atau event-event musik. Kenangan terhadap musik masa lalu tidak akan bisa hilang begitu saja dari benak rata-rata orang, selain karena musik/lagu para maestro tersebut sangat kualitatif (tidak melulu komersil) juga karena sulitnya mendapatkan musik yang merepresentasikan gairah para penikmat musik dewasa ini. Para penikmat musik merasa lebih prefer terhadap musik masa lalu dibanding mendengarkan musik-musik masa kini yang tidak kualitatif (komersil), factor- factor inilah yang menjadikan band-band cover tetap bertahan. Pada hakikatnya, band-band cover sangat dibutuhkan oleh para penikmat musik demi pemenuhan hasrat memorabilianya. Kebutuhan akan band cover sejalan dengan matinya kreatifitas para musisi dalam menciptakan musik/lagu yang otentik milik mereka sendiri hingga akhirnya terjebak pada memorabilia masa lalu yang memang sangat mengagumkan (analogy yang paling sederhana adalah ketika seseorang menyukai/mengidolakan salah satu band namun karena keterbatasan ruang hingga tidak memungkinkan seseorang tersebut melihat secara langsung maka orang tersebut akan sangat bergairah datang ke gigs-gigs musik yang menampilkan cover version band idolanya itu). Di Indonesia sendiri band-band cover established sejak awal tahun 80-an, mengingat banyaknya band-band kugiran yang awal dikenalnya karena memainkan musik/lagu para maestro-maestro klasik. Hingga memasuki tahun 1990-an banyak band yang bermunculan dan yang paling di catat dalam laporan jurnalistik, kebanyakan dari band-band ini masih sangat bangga dengan memainkan lagu orang hingga sedikit sekali rilisan album pada masa itu.

masalalu selalu indah tapi itu bukan alasan untuk tidak melihat masa depan!! Sudah banyak lagu-lagu hebat tercipta dengan komposisi paling menakjubkan yang di buat oleh manusia namun semua itu bukan alasan bahwa lagu-lagu baru tidak bisa lagi mengalahkan superioritas kejayaan masalalu. Kita hidup dimasa sekarang, kita tidak hidup ketika Led Zepp menciptakan Starway To Heaven, kita tidak ada disana, kenyataannya: kita disini, dimana industri musik hanya toko yang menjual pakaian seragam, kita hidup dalam imperium mereka, tak ada masa depan selagi kita hanya berkutat dengan eoforia masa lalu!! ciptakan sejarahmu kawan: restorasi memorabiliamu, untuk musik yang akan dikenang ditahun-tahun berikutnya, banggalah dengan karyamu, lawanlah dengan musikmu, mainkan lagumu!!


Band cover kini semakin eksis ditengah lesunya industri musik, memberikan alternative, memberi stimulus bagi penikmat musik namun disisi lain justru menghambat kreatifitas, karena player makin terjebak dalam lagu-lagu milik orang lain hingga tak lagi punya ruang untuk menciptakan karyanya sendiri, seakan tak mampu lagi untuk fight dengan lagunya sendiri, maka tidak aneh jika industri musik banyak berisi band-band komformis (monoton) karena mereka lebih berani membuat karya! Berani merepresentasikan inspirasinya dalam sebuah lagu (persoalan lagu mereka komersil atau tidak otentik bukan substansif untuk diperdebatkan disini) yang paling jelas adalah mereka mencipta sedangkan para rocker, blueser, dan loozer-loozers yang lainnya (musisi non mainsream) masih bangga jadi cover version tapi dengan segala kehormatannya memaki industri musik, ironis!!
AKUILAH, bahwa kita pecundang…


* kepada kawan lawan, maaf! inilah kenyataannya, disini kita berdiri dan inilah posisi kita!
Artikel Terkait

3 komentar:

EL Hendrie said...

oh thanks ya, ini tulisan lama. hehe. gak tau nih masih nyambung gak ya dgn keadaan terkini. saya udah jarang mengamati scene musik maupun hal2 yg berhubungan dengan musik :D

Iwan Yunani said...

Setuju sekali dg pendapat anda..faktanya sekarang sebagian byk band2 rock dg skill yg hebat tapi tdk mempunyai karya lagu mereka sendiri sama sekali, hanya sedikit yg punya karya sendiri..penyebabnya entah karna mereka gak kreatif atau malas tuk berkarya,maunya mengcover karya lagu orang lain melulu..mengcover lagu orang lain sah2 saja, tp kalau sdh punya grup band sendiri ya lebih baik lagi punya karya lagu sendiri dan orang akan lebih menghargai..kalo cover lagu tuk senang2 sj sih tdk apa2,tapi ini maunya di kenal luas tapi gak punya karya lagu..Padahal kekuatan band/musisi itu di nilai dari karya mereka sendiri..Sungguh ironis

EL Hendrie said...

semoga fenomena tersebut bisa segera berubah agar kita bisa disajikan musik2 yg keren ditelevisi :)