Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Saturday, 9 October 2010

(platonik) Lebaran kali ini..






For your sake, I hurry over land and water. For your sake, I cross the desert and split the mountain in two, And turn my face from all things, Until the time I reach the place ‘Where I am alone with You – AL Hallaj-



Hujan pagi ini sangat deras, air mengguyur merontokan awan sekaligus menebarkan dingin juga bau harum tanah. Sementara matahari tak punya kuasa untuk berdiri diatas singgasananya, Mendung begitu leluasa dan langitpun bebas untuk memuntahkan air hujan dikawasan ini, selalu begitu pada setiap pergantian musim. Tak ada tempat terbaik untuk sembunyi selain menekur tubuh dibalik selimut. Jalan-jalan pun sudah terlihat lenggang, tak ada yang berarti selain gumpalan air pada aspal dan rerumputan. Gedung-gedung yang selama ini menjadi sentral dari segala rutinitas harus merelakan penghuninya untuk sebentar saja berhenti dari segala aktifitas Mendekati lebaran dan orang-orang sudah kembali pulang setelah berkelut dengan kepenatan. Ritual yang berlangsung tiap tahun. Mudik.. istilah yang cukup manis menggetarkan.


Aku baru saja terbangun disisi hari, padahal belum berapa jam tertidur lalu disambut bunyi air yang menampar atap kamar. Tak ada halilintar, tak ada petir hanya suara gemericik yang membangunkan dan mendorongku masuk pada lintasan waktu maha lampau. Peristiwa-peristiwa tertentu yang menggelitik gairah spiritualku. Hal paling dramatik diantara jutaan gerak perjalananku. Seperti berada dipuncak kosmos dan melihat semua rahasia yang selama ini tersembunyi. Hujan pun semakin deras seakan menyenandungkan lagu-lagu syahdu yang menbawaku kembali pada suasana yang begitu melankolis, sesuatu yang begitu sulit datang belakangan ini. Pada musim hujan yang dulu, dihari pertama orang-orang berbondong-bondong pulang dari mesjid dengan semua hal yang baru, melintasi toko-toko dan jalan basah. Pernah sering aku berjalan dengan riang’ lalu mencium tanganmu yang terulur dari balik mukena. Setiap tahun’ dan semua itu tersimpan dalam ingatan indah masakecilku: jauh sekali sebelum realitas menjadikanku nihil…


Entah bagaimana aku harus menggambarkan semua ini lagi dihadapanmu..

Setelah lelah membangun jembatan di imajinasi, kuputuskan untuk menyusuri kenyataan. Bukan lagi untuk menyangkal realitas atau memporak-porandakan kebenaran, bukan juga tentang berita TV, tak lagi tentang teriakan berisik atau umpatan-umpatan yang ternyata malah membuatku lupa diri. Selalu ada perasaan bersalah yang hadir dan masih saja mengejarku dari tahun ke tahun. Situasi tertentu yang membunuhku diam dan inilah moment terbaik untuk kembali mengenangmu. Meletakkanmu ditempat yang seharusnya! Tak ada yang penting selain kenyataan bahwa aku merindukanmu di semua tempat, merindukanmu di segala cuaca dan musim, saat-saat tertawa atau ketika semua hal begitu absurd.


Biarkan keindahan dari apa yang kau cintai menjadi apa yang kau lakukan.-Rumi-


Tentu saja aku masih bisa mengingat'

dalam perjalanan ke dermaga bertahun-tahun yang lalu' ketika aku hendak beranjak’

kau sisipkan kata dibalik rambutmu yang memutih: Jangan lupa untuk pulang' karena kemanapun kau pergi, kemanapun kau berpaling disanalah wajah Tuhan.. ‘ucapmu dan diantara kata-katamu malaikatpun ikut menangis. Tidak ada periode sejarah yang pernah besar atau yang dapat bertindak atas nama keagungan, motif idealisme dalam waktu yang lama telah mendorong beberapa dari mereka terkubur tanpa kehormatan dan aku membayar hukuman untuk itu. Begitu banyak pahlawan, pemikir, dan pembaharu yang lahir didunia ini tapi mimpi mereka tak pernah bisa merubah apa-apa. Adakah itu merupakan sinyal kekalahan tetapi dalam evolusi pengetahuanku telah menandai langkah pertama dalam proses menuju kemenangan. Aku telah berada dititik ini sebagaimana individu-individu lain yang membentuk dunia ternyata aku hanyalah sebentuk pengalaman.


It is love that brings happiness to people. It is love that gives joy to happiness. My mother didn't give birth to me, that love did. A hundred blessings and praises to that love. –Rumi-



Di bawah pohon-pohon jati’

aku melihatmu menyusuri setapak kecil. Dan aku memikirkan bagaimana kau berjalan di sepanjang tanjung’ dari batu hijau pada bulan juni, dikota tanpa istirahat yang lelah dengan kehidupan, hari yang tak wajar oleh berita kepergianmu, aku menemukan diriku berada dalam kondisi dramatik dan kuhabiskan air mataku disana!

Akhirnya... Kusingkap korden jendela dan awan menerobos masuk menandai butiran air meski tidak membawa badai di pagi ini. seperti melihat bayi yang baru lahir namun tidak memiliki nama. Barangkali: seperti itu pula inginku’ aku ingin bersemayam tanpa identitas. Ingin terlahir diantara rintik hujan tanpa diikuti kutukan. Kubiarkan hujan meneduhkanku dengan tetes cairan perak' cukup sudah... tak ada yang bisa dipertahankan lagi' Aku tidak akan menyerahkan diri pada prinsip-prinsip, apalagi hidup juang atas nama berhala' mereka sudah mati! sedangkan aku akan terus berproses membentuk kepribadian sepanjang umurku. Mengikuti waktu..


Ketika langit cerah dengan kemunculan matahari yang terkena angin dan cahaya. Diperbukitan rendah berkubah' aku berdiri sebagai seorang laki-laki yang terselubung penuh debu' mengapung diladang ranjau sambil menyaksikan rembesan cahaya terlambat. Perlahan-lahan melepaskan jubah kesombongan untuk sejenak hening, jeda.. menghela napas.

Hujan pun akhirnya berhenti’

Namun aku hampir lupa bahwa kau telah berbaring ditanah basah. Pada nisan kecilmu yang rindang oleh harum kamboja, aku menumpuk banyak salah yang mungkin tak akan termaafkan dalam ribuan tahun tapi kau selalu tersenyum ke arahku– abadi…


Selamat Idul Fitri! Maaf, selalu gagal menjadi bijaksana...



Jika semua orang tahu diri mereka sempurna, maka mereka harus mati… -Albert Camus-



Artikel Terkait

0 komentar: