Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Sunday, 10 October 2010

review gigs: Malam Sinting, Satu Dekade Rumput Ijo


Banyak alasan kenapa orang ingin bermusik, hal yang paling mendasar tentu saja karena mereka mencintai musik. Meski ditingkatan mainstream alasan itu terlalu abstrak dikarenakan banyak selebritis lokal baik artis sinetron, pelawak bahkan politisi yang aji mumpung dengan turut berjibaku dalam mengeluarkan rillisan album.

Perdebatan untuk menentukan berkualitas tidaknya karya musik yang mereka munculkan jelas butuh ruang yang lebih besar namun yang sudah pasti adalah warna yang mereka torehkan itu semakin menambah barisan keseragaman dalam kolam musik negeri ini. Bisa jadi alasan untuk mencari uang, menambah popularitas adalah prioritasnya.

Saat sebuah perhelatan musik digelar di salah satu universitas swasta di daerah Pasar Minggu, yang merupakan perayaaan 10 tahun keberadaan Rumput Ijo, salah satu band Jakarta yang masih berdiri kokoh dengan identitas blues rock n roll-nya, tidak diragukan lagi bahwa band-band yang ikut berpartisipasi di gigs tersebut bukanlah band-band yang selama ini kerap muncul di layar TV lokal setiap pagi. Seperti umumnya acara-acara musik non mainstream, gigs ini pun diadakan secara kolektif oleh mereka.

Saya seakan melewati pintu persepsi ketika sampai di sana, pikiran subjektif terus menganggu akibat keharusan untuk mengisi acara. Beberapa kali Gatot Adi Susatyo sang penggagas acara atau yang dikenal dengan panggilan Gete Bandit, seorang pentolan komunitas klasik rock Debaners yang juga manajer Rumput Ijo, mengundang kami untuk meramaikan gigs ini.

Acara dijadwalkan pukul 4 sore, namun kealpaan panitia dalam mengikutsertakan pawang hujan membuat acara molor akibat air muntah dari langit. Saya menjumpai beberapa kawan-kawan dari Jump Car Red, The ABCD, Jaka sembung dan juga band-band dari komunitas Debaners seperti JJL, Kakua Jam, Fulmoon yang sudah muncul disana.

Menurut rundown, band-band yang akan tampil pada acara ini adalah Sober, Ungrateful Bastard, Stupid Cupid, Versa, ABCD, Koin, Jump Car Red, Lcd/che, Barqi, Kakua Jam, Lupus, Old Paper, Full Moon, The Jaka Sembung, The Manis, Jabang Jo, JJL hingga ditutup dengan penampilan Rumput Ijo sebagai tuan rumah sekaligus yang berulang tahun. Namun karena cuaca yang kurang bersahabat membuat beberapa band batal tampil. Dan stage pun dibuka oleh The ABCD, yang menciptakan suara gemuruh dan ledakan diatas panggung. Orang-orang yang tersebar mulai merapat kala tata suara dibunyikan. Masih belum banyak, namun pesta ini terlalu bodoh untuk dilewatkan begitu saja. The ABCD yang dimotori Away (vokal), Doddy B Priambodo (gitar) Al Daging (bas) Bapet (drum), Tjack (gitar) tanpa basa-basi langsung mengebrak dengan dua nomor mereka sendiri “Jimi Go”, “Blue Girls” dan ditutup dengan “Johny Be Good” nya Chuck Berry.

Jump Car Red pun kemudian naik ke stage dan masih menampilkan ciri khasmereka dengan membuka penampilan dalam puisi, “Aku” karangan Chairil Anwar yang dibacakan dengan pesona alkemist. Pertunjukan musikal yang dipadukan dengan teatrikal telah memberi identitas tersendiri bagi band ini. Sungguh menakjubkan! Apalagi saat lagu “Confession On The Dance Floor”, dan “Are You Gonna Go My Way” dari Lenny Kravitz menghancurkan keheningan. “Aku Senjakalaku” adalah lagu puitis dari Jump Car Red dan sentuhan filosofis mereka tak berhenti dalam lagu “Phedolaboria” karena Jump Car Red sedang meretas masa depan.

Selepas mereka saya pun ikut meramaikan pesta, Arya Pradana (gitar), Rama M. Kiki (drum), Arya Bimantoro (bas) menemani saya bernyanyi. Tiga lagu AC/DC cukup untuk mempertegas bahwa kehadiran kami hanya untuk bersenang-senang. Seberapa pentingkah komunitas? Pertanyaan ini mengejar sejak lama dan hingga di titik ini saya percaya bahwa peran komunitas sangat krusial bagi mereka yang berada dalam band apalagi band-band yang memainkan musik non mainstream. Peran komunitas bukan saja untuk berbagi pengetahuan namun lebih dari itu juga untuk mengembangkan jam terbang dengan bersama-sama mengorganisir gigs, menciptakan konektifitas yang positif.

Musik masih menghentak-hentak di stage ketika di belakang mixer beberapa kawan dari komunitas Debanner sedang bercengkrama. Kakua Jam merobek jala pendengaran ketika menghimpun kekuatan yang bernuansa blues psychedelic di stage. Digawangi Luqman (gitar/vokal), Jessy (bas) dan Ikbal (drum), Kakua Jam band memainkan lagu “Yer Blues” dari The Dirty Mac yang aslinya kepunyaan The Beatles, disusul “Down By The River”-nya Buddy Milles, lagu kepunyaan Neil Young dan diakhiri “Rock Me Baby” covering Jimi Hendrix yang aslinya kepunyaan B.B King.

Malam merambat semakin cepat ketika JJL mengambil kendali panggung mendonasikan lagu “Hoedown” (Emerson Lake & Palmer), “America” (The Nice), diakhiri “Hocus Pocus”(Focus). Aroma progresif rock yang ditawarkan JJL menjalar bagai udara yang dihirup oleh para penonton. Histeria massa, alkohol dan suit-suit genit belum juga mau berhenti, Saya sulit untuk mengeja kesadaran saat The Jaka Sembung meniupkan terompet perangnya, Bepe dan Mei masih saja menyengat dan beberapa lagu dari hits-hits mereka seakan tak mau kalah dengan aksi panggung Bepe yang sedikit nyeleneh. “Pak Maman”, “Giberwey” dan “BKTM” adalah lagu-lagu yang mereka mainkan untuk membakar suasana. The Jaka Sembung masih menghibur saat rembulan di langit menebarkan cahaya kontras dengan lampu kerlap-kerlip di panggung.

Menjelang dini hari, sang empunya acara naik ke panggung disambut tepuk tangan penonton. 10 tahun tentu saja bukan waktu yang pendek bagi Rumput Ijo. Keberadaan mereka adalah penanda bahwa rock n’ roll belum mati. Beberapa lagu dimainkan dengan khidmat tak peduli hari yang sebentar lagi akan terang. Banyak band yang muncul namun sedikit sekali di antara kami yang bisa bertahan namun Rumput Ijo seakan mempertegas bahwa masih banyak yang bisa kita lakukan dengan musik. rock n roll tak selalu hadir dari tempat mewah karena semua tempat selalu menyimpan ledakan inspirasi. Lagu-lagu mereka yang berjudul “Gak Bisa Ditawar”, “Kaki Berkarat”, “Malam Kosong”, “Selamat Malam Jakarta”, “Berlari, Hippies Ogah Pulang”, “Malam Sinting”, dan “Tembak Donk”, menjadi saksi bahwa malam itu Ivan (gitar), Ikbal (drum), Tommy (bas), Darwis (vokal) telah genap 10 tahun mengusung bendera bernama Rumput Ijo. Keringat dan air mata telah mewarnai perjalanan menuju 10 tahun dan membuat band ini semakin teguh untuk tetap bertahan. Selamat ulang tahun Rumput Ijo, konsistensi kalian adalah kabar baik bahwa rock n’ roll belum habis.

published on www.likethisentertaiment.com

http://www.likethisentertainment.com/hot-issue/main-gigs/432-malam-sinting-satu-dekade-rumput-ijo.html


Artikel Terkait

1 komentar:

Anonymous said...

RUMPUT IJO....ROCK N ROLL SAMPE POLLLL...!!!!