Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Wednesday 12 December 2018

Review Film: Widows 2018: Tamparan pada Kesombongan politik kulit putih lewat nyanyian para wanita teraniaya




Sejarah manusia adalah sejarah penindasan perempuan, era feodal, para raja menjadikan perempuan sebagai legitimasi kekuasaaan. Semakin banyak selir semakin berkuasa, hari ini.. para laki laki mengadaptasi itu.. semakin banyak istri, semakin jantan..


.
Sutradara film 12 Years A Slave  Steve Mcqueen, hadir dengan karya terbarunya berjudul Widows. Yg diadaptasi dari serial TV berjudul sama di tahun 1983. Difilm ini, dia juga mengajak Gillian Flynn, penulis Gone Girl untuk menggarap naskahnya. Kolaborasi yang terbukti menghadirkan film yang menghibur.
Kebanyakan film sejenis dibangun di atas kejeniusan para pelaku, didalangi oleh sekelompok orang yang biasanya memiliki perencanaan dan kemampuan untuk melancarkan perampokan. Namun Widows berbeda. Sebuah plot perampokan yang dilakukan para janda teraniaya tanpa kemampuan heroistik.

Para janda itu digerakan oleh Arus emosi yang kuat— ketimpangan sosial, kemuakkan pada korupsi, dan serangan langsung pada sistem omong kosong yang mencuri dari orang miskin juga pesan kemarahan para wanita yang diperlakukan semena-mena.

Film ini bekerja secara bersamaan— Murni sebagai hiburan, juga sebagai warning bahwa pada level yang tak tertahankan, perempuan yang teraniaya mampu melakukan hal2 yang tidak terduga.



McQueen membuka filmnya dengan hentakan adrenalin, ketika sekelompok penjahat yg dipimpin oleh Harry Rawlings diperankan Liam Neeson, terjebak dalam perampokan yang gagal. Mereka terbunuh dalam sebuah mobil yang meledak. Sekelompok penjahat ini, meninggalkan istri istri yang harus menghadapi berbagai persoalan yang ditinggalkann suaminya.

Disaat bersamaan, kampanye untuk pemilihan walikota berlangsung di Kota Chicago. Kontestasi yang mempertemukan dua penjahat lokal. Dititik ini, Colin Farrell dan  Brian Tyree Henry berhasil menggambarkan perseteruan politik.yang kotor dan penuh intrik.

Veronica istri mendiang Harry harus menghadapi Jamal Maning, penjahat yang memintanya bertanggung jawab atas uang yang dicuri suaminya. Dia pun mengumpulkan mantan istri kru suaminya untuk melakukan perampokan. Detil perampokan itu dia ambil dari buku catatan yang ditulis oleh suaminya.

McQueen menyatukan banyak kepribadiaan dalam satu atap, karakteristik para janda yang ditinggal mati suaminya. Veronica memainkan peran sebagai leader, seorang wanita Afro Amerika yang menikahi laki laki kulit putih. Kematian suaminya menyadarkannya bahwa hidupnya sebenarnya sudah lama hilang ketika anak mereka terbunuh secara tak sengaja oleh polisi.
Kita juga akan bertemu Alice, seorang wanita yang rapuh dan dilecehkan ibunya ( Jacki Weaver ), seorang ibu yang hampir tidak memperlakukannya lebih baik daripada suaminya yang juga mengerikan. Ada juga Linda, seorang ibu dua anak yang baru saja membuka tokonya sendiri.  dan Amanda, yang memiliki seorang anak berusia 4 bulan. Amanda tidak terlalu sering dimunculkan namun skenario bahwa Harry ternyata masih hidup dan memiliki affair bersama Amanda cukup mengejutkan.

Well.. Bahkan ketika kita harus berpikir keras, lalu menganggap bahwa ini cuma kebetulan..
Alice, Linda, dan Veronica masing-masing adalah Polandia, Latin, dan Afro, tidak peduli perbedaan ekonomi mereka. Jelas sekali, McQueen memunculkan ragam karakter yang tidak dipaksakan.

Ketika Tom Mulligan mengatakan, "Satu-satunya hal yang penting adalah kita bertahan hidup," statemen yang secara tak sadar menyatukan para janda ini untuk bertahan dari persoalan2 yg mereka hadapi.
Ada pesan rasial disini, bagaimana ketika Veronica berteriak kepada Harry.. silahkan pergi kepada wanita kulit putihmu itu, juga kritik pada polisi yang seenaknya menembak pemuda kulit hitam. Kepiluan wanita afro amerika yang meratapi kematian putra satu satunya dan penghianatan suaminya.

McQueen dan Flynn berhati-hati untuk tidak pernah membiarkan film mereka tercebur dalam perdebatan politik. Walau drama nya menghibur tapi film ini juga menyelipkan kritikan pada kesombongan dalam mempertahankan warisan politik kulit putih, tamparan itu lewat nyanyian para janda teraniaya.

Dengan layar bertabur bintang, Widows menjadi film yang sangat layak untuk ditonton. Viola Davis, Michelle Rodriguez, Elizabeth Debicki, dan Cynthia Erivo memainkan karakter para janda dengan berbagai persoalannya. Dibantu oleh Liam Neeson, Collin Farrel, john Bernthal, Manuel Garcia-Rulfo, Coburn Goss, Brian Tyree Henry. Kemunculan Daniel Kaluuya semakin mempertegas bahwa Widows adalah kumpulan para peraih piala, dan nominasi academy awards. Berjalan ringan dengan plot yang berliku namun sangat mudah dicerna.



Artikel Terkait

0 komentar: