Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Saturday 8 December 2018

Review Film Mortal Engines 2018: Visualisasi Klasik Perang Kelas di era Post Apocalyptik Pasca Digital




Mortal engines bukanlah film yang bagus tapi jelas ini lebih megah dari kelihatannya. Penuh dengan Fantasi derivative, film ini menjadi persilangan antara Lord of The ring dan Final Fantasy. Peter Jakson seperti sengaja memunculkan kembali kemeriahan imajinatif Lord Of The ring.
Sebagai Produser dan penulis naskah, Peter jakson menyapa kembali setelah film terakhirnya The Hobbit yang rilis ditahun 2014. Kursi sutradara dipercayakan kepada Christian Rivers yang memang menjadi kompatriotnya sebagai Visual effect dalam trilogy lord of the ring.
Diangkat dari buku Philip Reeve, Mortal engines menyajikan cerita  post apocalyptic 3000 tahun setelah peradaban manusia punah karena perang 60 menit yang menghancurkan kota kota besar didunia. Penduduk yang masih tersisa mencoba membangun kota diatas roda raksasa yang bergerak. Kota kota besar memanga yang kecil untuk memperebutkan sumber daya. Gambaran perang kelas klasik yang ditampilkan di era pasca digital,

London menjadi kota predator yang ditakuti. Digawangi oleh Thaddeus Valentine yang diperankan oleh Hugo Weaving, London berubah menjadi kota yang tamak dan ambisius. Manifestasi dari keserakahan para penguasa yang akan melakukan apa saja untuk meraih kekuasaan. Adalah Hester Shaw diperankan Hera Hilmar, seorang gadis yang menyimpan dendam ibunya kemudian bergabung dengan kelompok anti traksi untuk menghentikan ambisi Valentin. Film pun bergerak dengan alur yang sudah bisa ditebak.
Meski film ini menampilkan visual efek yang mengagumkan dengan ide orisinil kota diatas roda bergerak, sayangnya.. plot tentang dunia dystopia sudah terlalu sering kita lihat. Penggambaran dunia yang gersang dengan sumber daya yang hampir habis sudah sering disajikan dalam film film cyber punk lainnya.
Karakter karakter yang dimunculkan pun tidak begitu baru, selain karakter Thadeus Valentin yang cukup menarik sebagai tokoh yang dipuja dinegaranya karena ambisinya untuk membuat London terus eksis, namun diluar London, Valentin bagai pemangsa yang dibenci.
Pertanyaanya adalah apa yang coba ditawarkan film ini seperti pengulangan imperialisme barat era colonial yang mencari sumber daya hingga kebenua timur. Divisualisasikan sebagai Kota dibelakang tembok yang dipimpin oleh Gubernur Kwan. Tokoh tersebut mirip Dalai lama dan memimpin kota utopia dengan bijaksana.  Kota yang akan dihancurkan oleh Valentine.
Ada perang kelas dalam film ini, ada pengulangan sejarah kejatuhan Bavaria dan bangsa bangsa besar dipaksa untuk mencari sumber daya demi kelangsungan hidupnya, para penguasa itu akan diberi tepuk tangan oleh rakyatnya namun bagi bangsa bangsa lain. Mereka adalah predator yang datang sebagai penjajah.
Christian Rivers akan menapak karir gemilang dengan film ini, walaupun ini bukan sesuatu yang harus dirayakan namun Mortal Engines sebagaimana film film sejenis dating memberi pesan bahwa bumi sebentar lagi akan kolaps jika keserakahan dipelihara.
 


Artikel Terkait

0 komentar: