some of us are Rock ‘n' Roll stars, chasing the flash and travel most of us wear the right length of hair’ but that's all that is left of the dream oh, the dream it was born in the Summer of love and it died with the Woodstock Nation but what has it left for the carpenter's son and the new coming generation? oh, we all believed we knew the way, but fate did not agree Now we've tired of asking who we are’ and what we ought to be - Steppenwolf band - Children Of The Night – 1968
Hey’ rockstar di TV: Aku tidak ingin membodohi otakmu yang dungu itu dengan propaganda ini, tidak ingin memberi pledoi atas apa yang kupercayai dari sebuah gerak sejarah yang berliku’ Tidak!! sekali saja - aku hanya ingin mempertegas bahwa rocknroll belum mati, belum habis, selalu ada, bermula dan menjadi dari jalanan, dari pemberontakan paling esensi di hidupmu bukan di stage glamour atau gigs-gigs yang menampilkan guest star bintang rock paling bersinar di abad ini - menjadi bagian dari hippies bukan sekedar harus antri masuk café mewah dan membeli beer 3 pictcher - bukan!! menjadi Rocknroll adalah ketika kau pernah merasakan bagaimana bermusik di gigs jalanan, mengembara dalam keringat malam dan melabuhkan mimpimu pada 12 bar sambil mengacungkan jari tengahmu pada industri musik mainstream! Ketika lagu-lagumu bercerita tentang perlawanan dan perang jalanan sedangkan bau aspal pun tidak pernah kau cium maka musikmu, lagumu, juga dirimu adalah pembual paling menjijikan- percayalah bung’ slogan di lagu-lagumu itu konyol!!
Sebelum sejarah menjadi kalimat yang hanya terlukis di lembaran buku usang lalu membeku di sudut paling gelap ingatan manusia, sebelum malam berakhir marah dan alcohol menetes sia-sia di gelas-gelas lupa dan keremangan subuh membakar helai-helai rambutku, sebelum wajah matahari mengupasku jadi debu, melarutkan mimpiku ke dalam kubangan marah yang nihil - aku ingin duduk sekali lagi disana – meludahi aspal bersama mereka para hippies baneris, menikmati tiap detik waktu yang ada sambil bercerita tentang teks-teks filsafat, tentang gitar tua, tentang musisi-musisi ghaib yang lupa menggunakan LSD, sambil memainkan musik abadi, yeahh!! Bersama mereka yang masih setia menjaga api gelora ditengah kepungan industri musik yang seolah tak lelah menjejalkan sampah di tenggorokan peradaban - rocknroll bukan pada berita di TV - bukan disana – kemarilah!! dan kau, akan mati sebagai orang yang paling beruntung!!
MOMENTUM ROCK & ROLL...
Did you ever hear tenor sax swinging like a rusty axe? Honking like a frog...' baby that is rocknroll. You say that the music spoils the verse but you can’t understand the words but baby if you did your really blow your lid… oohhh, baby that is rocknroll. -Leiber & Stoiler- That Is Rrocknroll direkam oleh The Coaster maret 1959
Rocknroll awalnya adalah sebuah terminology yang ditemukan Alan Freed, seorang DJ asal Cleveland - Amerika yang memandu acara disebuah radio bertema ”Mondog’s Rocknroll Party ditahun 1951. istilah ini belum merujuk pada Elvis Presley dari Misisippi yang diklaim sebagai king of rocknroll (Bandingkan dengan Rilisan Elvis pertama pada Tahun 1954). Sebenarnya, bentuk dari istilah ini, telah esthalished di dada kaum budak amerika jauh sebelum dikuasai oleh band-band Inggris (British Invasion). Penindasan dan hirarkis kelas memaksa para budak itu menyuarakan musik sederhana sebisa mereka. Ketika penghisapan tuan tanah menyatu dalam keringat mereka, saat segregasi rasial merupakan kebenaran tunggal, spirit rocknroll dimulai dari perkebunan-perkebunan tersebut. Dalam tangisan kaum budak yang menyuarakan kebebasannya. Lahirlah ”Blues”,
(*David N Townshend, Changing The World, Rocknroll Ideology and Culture). Blues merupakan peletak dasar dan fondasi paling awal music kontemporer. Saat musik hanya bisa didengarkan diruang-ruang mewah para tuan tanah dengan anggur dan salsa, kaum budak merevolusi paradigma itu dengan menemukan glosarium dari musik jalanan. DJ Alan Freed menggunakan istilah Rocknroll untuk mengganti istilah Rock’n’Rhytem yang terlalu identik dengan musik kaum budak. Saat itu, Pendengar musik kulit putih amerika & eropa belum terbiasa dengan Rock’n’Rhytem, karena istilah itu bagi mereka bertendensi eufemisme budak Afrika dalam gerakan-gerakan seksual. Hadirnya istilah rocknroll menjadi saksi bahwa rocknroll adalah bentuk kompromi kaum putih terhadap musik para budak. Mercusuar diterimanya musik hitam dalam piringan musik amerika!! Atau dengan kata lain sebagai moment sejarah dimana ide-ide anti perbudakan mulai memasuki wacana pemikiran mainstream orang amerika dan eropa!!
Gelombang Pertama (1)
Gelombang pertama rocknroll merupakan percampuran antara musik Rock & Blues kulit hitam dengan musik Country kulit putih dari selatan. Dimainkan dengan gitar elektrik, piano, saksofon dan dobble bass. Lagu-lagu seperti Blackboard Jungle, Rock around The Clock berhasil menunjukan akan keterbutuhan suatu bentuk musik yang baru karena Jive dan Jitterburg masih merupakan bagian dari gaya musik swing yang lama. Musik ini kemudian cukup subversive dan menjadi trade mark bagi para calon pemberontak. Rocknroll sejak awal dianggap gila dan liar dengan memastikan hubungan kenakalan rocknroll dan pikiran public. Citra ”Sampah dari selatan” tidak menyurutkan rocknroll dalam kubangan sampah malah semakin mengukuhkan eksistensinya dalam pencerahan universalnya...
Gelombang Kedua (2)
Gelombang kedua rocknroll melahirkan Elvis Presley, Chuck Berry, Eddie Cohrane, Lee Lewis, Gene Vincent, Bill Haley dan lain sebagainya. Perkembangan industri rekaman maju pesat setelah Marconi menemukan radio hingga membesarkan industri rekaman dan pada tahun 1947, enam perusahaan besar (major label ) menguasai pasar musik dunia, - Columbia, Decca, Capitol, MGM, Mercury- namun kecenderungan industri musik tersebut terkesan monoton maka anak-anak muda menolak musik yang ditawarkan industri, dititik inilah progresivitas indie label muncul (bukan ditahun 70-an seperti selama ini yang dipercayai para kritikus musik) beda-nya saat ini indie label hadir sekedar ketidakpuasan pada musik mainstream dan belum disusupi ideology- ketika itu, pertarungan major label dan indie label hanya sekedar pertarungan antara modal besar melawan modal kecil, susupan ideology indie label muncul ketika anak-anak PUNK menemukan culture “do it your self” pada awal 70-an. Era perkembangan indie label bermetamorfosa ketika musik rock & rhythm bertemu dengan musik hillbilly, musik hillbilly mengacu pada suku apalachia yang berasal dari folk dan dibawa ke amerika oleh imigran irlandia. Bersama musik hillbilly, berkembang pula musik para budak, blues, jazz, dan rock & rhythem
(Veronika Kalmar, A Brief History Of Indies). Di tahun 50-an, Leonard Chess dan saudaranya Philips mendirikan Chess Record di kota Chicago, Chess adalah indie label yang merilis Rock n blues, Jazz hingga Soul, meskipun rilisan awal chess record merekam musisi seperti Muddy Waters dan Howlin Wolf cukup fenomenal namun kegemilangan chess record menuai hasil yang menggembirakan ketika Chuckberry menggemparkan dunia musik dengan album Maybeline miliknya. Pada tanggal 22 maret 1952, Sam Philips mendirikan Sun record, studio musik yang berkembang menjadi Indie label ini hanya merilis musik rock and rhythem, Sun record kemudian menemukan Elvis Presley, kegemilangan Elvis yang membawa harum Sun record terutama dengan jasa besarnya mempopulerkan Rocknroll membuatnya jadi bintang pop yang dipuja diseluruh penjuru dunia hingga Sam Philips menjualnya kepada label besar The Radio Corporation Of Amerika (RCA) demi untuk tambahan dana bagi label miliknya dan dari dana tersebut maka Sun record kemudian melejitkan Johny Cash, Carl Perkins, Roy Orbison, Charlie Rich dan Jerry Lee Lewis. Di akhir tahun 50-an, di Detroit amerika, Barry Gordy dengan Motown record-nya mencapai titik puncak kesuksesannya dengan menjadi satu-satunya indie label yang memiliki sound khas, image juga mempopulerkan gaya hidup yang smooth, soulfull dan stylish. Motown records mempopulerkan The Miracles, The Temptasion, The Supremes, Marvin Gaye, Stevie Wonder, The Four tops, Martha and The Vandelas, The Isley Brothers dan lain sebagainya, Motown record berkuasa sepanjang tahun 60-an.
Gelombang Ketiga (3).
Gelombang ketiga rocknroll bermuara di Inggris menjelang The Beatles dirampok parlophone record’s dan Bryan Jones beserta The Rolling Stones merevolusi style manis flamboyant ala Beatles. Sebelum era emas mereka, Para peniru trend musik amerika ini meningkat dari dunia Skiffle, British Psychadelic yang lalu ditelurkan para impresario seperti Tommy Steele, Clifft Richard, Adam Faith, Bill Fury dan Mary Wilde yang menggabungkan nyanyian bersuara rendah dengan rock dan tampil parade dalam hit. Meski media penyiaran juga pers Inggris memboikot musik ini dengan mengatakan ancaman amerikanisasi namun tidak menghalangi rocknroll bermetamorfosa sebagai salah satu ikon perubahan. Rocknroll orisinal selain sebuah genre mutasi juga merupakan gaya musik yang memperkenalkan cemooh pada konvensi-konvensi kuno borjuis yang secara terbuka menyumbangkan sikap, etos libertarian yang genre musikologynya didaur ulang juga dihidupkan kembali pada decade2 selanjutnya. Pada akhir tahun 60-an bentuk-bentuk musik yang terinspirasi rocknroll mewabah di Inggris. -Heavy Metal, Punk, Prog Rock, Hard Rock, Glam Rock Bahkan Folk Rock-
SUBKULTUR-SUBKULTUR awal ROCK & ROLL…
Ketika gaya bermusik berubah, dinding kota berguncang, ini adalah pesan yang mungkin harus siap kalian terima karena mereflesikan sikap berontak anak-anak muda yang keluar dan merobohkan tembok-tembok kota –Melody Maker 19 Agustus 1967-
Adalah omong kosong jika memahami rocknroll sebatas sebuah esensi musik tanpa spirit awal yang meletakan sejarahnya, dari masa ke masa rocknroll seperti telah diprediksikan akan lahir dan menjadi ancaman bagi kemapanan gaya hidup kelas atas. Sebelum era perang Vietnam dan kekakuan budaya konservatif Victorian di Inggris- rocknroll berhasil menyusup dalam kultur masyarakat, spirit-spirit pembebasan untuk mencapai pencerahan universalnya, kegemilangan yang juga di ikuti dengan ketidakadilan, perbudakan, perkembangan pengetahuan dan hancurnya imperalisme, semua itu merupakan point-point penting sejarah rocknroll hinga hadir dan mengintai di jendela kita. Mari kita mundur sebentar kebelakang…………..!!!
Periode Romantik
Karena telah kelelahan dengan perjuangan abadi untuk menemukan jalan menuju materi kasar, kami memilih jalan lain dan berusaha untuk merengkuh yang tidak terbatas, kami masuk kedalam diri kami sendiri dan menciptakan sebuah jalan bagi dunia kami sendiri- Henrik Stefens aka Wergelend, Penyair Romantik Jerman abad 18
Menjelang akhir abad 18, di Eropa terjadi sebuah ledakan sosial yang besar. Kesenian mulai memasuki tahapan yang tak lagi eksklusif. Jika diabad-abad sebelumnya, kesenian, baik seni patung, teater, puisi juga seni musik hanya gunakan sebagai alat pemujaan terhadap sesuatu yang bersifat transenden dalam arti kesenian hanya dipakai sebagai media untuk peribadatan pada dewa-dewa, alam dan sebagainya, maka dipenghujung abad itu terjadi pergeseran pemahaman. Momentum itu dimulai di Jerman. Saat Imanuel Kant mempublikasikan tesis2nya “Das ding an sich” atau dunia diluar persepsi manusia. Bagaimana objektifikasi estetika lepas dari segala atribut akal. Dunia maupun kesenian bebas dari kesan indra manusia. Setelah rumusan itu, berimbas pada pemujaan ego yang besar sehingga terjadi pengagung-agungan jenius kesenian-an. Inilah dalam sejarah dikenal dengan “Periode Romantik”. Seperti halnya zaman Renaisance, kaum romantik juga menyakini pentingnya seni bagi kesadaran manusia. Pada periode ini, kesenian yang dulu cenderung ekslusif disubversi kembali kejalanan. Kesenian tidak lagi hanya milik altar-altar pemujaan namun berkembang menuju alam kesadarannya sendiri. Diera ini, kesenian mengalami kemajuan yang luar biasa. Seni musik, puisi juga bidang seni yang lain mengalami ejakulasi pemikiran. Sambutan masyarakat terhadap kesenian sangat apresiatif bahkan berlebih-lebihan. Ketika “Goethe”, menulis novel berjudul “ Sorows Of Young Wether (1774)” novel yang mengisahkan seorang pemuda yang menembak dirinya sendiri setelah gagal mendapatkan gadis pujaannya. Berimbas pada angka bunuh diri yang meningkat tajam hingga untuk sementara buku itu dilarang beredar di Denmark dan Norwegia. Selain itu, “Johann Gottfried Von Herder” mulai merintis kesenian rakyat dengan mengumpulkan lagu-lagu rakyat dari belahan negeri dan diberi judul “Voice Of People”. Diperiode ini pula, lahir seorang “Ludwig Van Beethoven”, pianis yang musiknya mengungkapan perasaan dan kerinduannya yang otonom, berbeda dengan musisi klasik zaman Barok (Baroque) seperti “Johann Sebastian Bach” maupun “George Frideric Handel” yang menyusun karya-karyanya untuk memuliakan Tuhan dalam bentuk musik yang kaku. (*Jostein Gaarder, Dunia Sophie). Pada jaman Barok, piano belum ditemukan, dan komposisi dikarang untuk hapsicord. Partitur musik di jaman Barok ditandai dengan tidak adanya iringan atau polifoni. Musik Barok lazimnya hanya mencerminkan satu jenis emosi saja. Dibanding dengan Musik Romantik, musik Barok jarang mempunyai modulasi atau rubato. (*Wikipedia, Sejarah Musik). Zaman Romantik dalam sejarah musik Barat berlangsung dari sekitar awal 1800-an sampai dengan dekade pertama abad ke-20. Musik zaman Romantik dikaitkan dengan gerakan Romantik pada sastra, seni, dan filsafat, walaupun pembatasan zaman yang digunakan dalam musikologi berbeda dari pembatasan zaman dalam seni yang lain.
Beat Movement.
Dari ungkapan yang cakap, jernih dan paling penting yang telah dibuat oleh generasi itu, Kerouac menamai tahun-tahun tersebut dengan istilah Beat, dan dia adalah sang Avatar -Gilbert Millstein dalam resensi Novel On The Road – New York Times 5 September 1957-
Sekitar tahun 1952, “Jhon Clellon Holmes menerbitkan sebuah novel berjudul ”Go”. Dalam novel ini ditemukan Istilah ”Beatittude”. Frasa ini kemudian diterapkan pada sejumlah kecil seniman, penulis dan orang-orang bohemian yang aktifitas dan keyakinannya dicatat dalam prosa dan puisi otobiografis, mistis serta eksperimental. Kemudian ditahun 1957, Jack Kerouac seorang penulis Amerika menelurkan istilah Beat Movement pada novelnya yang berjudul ”On The Road”. Hingga mengilhami generasi-generasi muda yang dengan bangga menyebut diri mereka sebagai Beat dan mengadopsi nilai-nilai herois para pahlawan dalam buku itu’. Komunitas Beat Movement ini sangat terpengaruh oleh ”Dadaisme” dan pencerahan romantic. Mereka sering bertemu dan sama-sama menemukan kegairahan individual dengan melakukan penolakan terhadap masyarakat borjuis serta gaya hidup tanpa akar. Keutamaan romantisisme, eksperimental serta unsur-unsur religi timur dan pengunaan alcohol menjadi sesuatu yang niscaya bagi komunitas ini. Wacana-wacana nihilsitik dan eksistensialisme juga sangat mempengaruhi gerakan ini. Tidak bisa disangkal, bahwa pengaruh pengaruh ideology Post-Marxis sedang melanda dunia. Perkawinan pemikiran tersebut lalu melahirkan mazhab-mazhab eksistensialisme yang memadukannya dengan Nihilistik Nietzchean. Pemikiran-pemikiran tersebut berhasil mengkooptasi subkultur-subkulture didunia juga gerakan Beat. (namun hal tersebut tidak akan dibahas spesifik disini, agar tidak lari dari konteks). Pada akhir tahun 50-an, gerakan Beat berkembang di kalangan seniman-seniman avant garde di Inggris. Bob Dylan tak bisa memungkiri bahwa Folk revolusioner yang dibawa nya adalah anak kandung dari Beat Movement. Musim panas 1965, Allens Gisnberg, Gregory Courso bergabung dengan Trocchi, Heff Nuttal serta Michael Horovitz dan para penyair lainnya untuk membacakan sajak di Albert Hall-London.
(*Jhon Thorne, Fad’s,Fashion and Cults). Peristiwa ini menjadi titik balik bergabungnya gerakan counter culture eropa dan amerika yang juga mengilhami hadirnya generasi kritis selanjutnya yang dinamakan ”Flower Generation beserta para Hippies pengusung kebebasan”!! Sebagai catatan gw (pen), Beat Movement belum menggunakan rocknroll sebagai landasan perjuangannya. Movement ini sangat terpengaruh oleh musik Jazz, Psycadelic dan Folk.
Hippies & Flower Generation
Bergabungnya para aktivis radikal yang mengkampanyekan hak-hak warga sipil dengan para eksperimentalis pendukung gaya hidup utopia yang dipengaruhi filsafat2 asia dan timur serta penggunaan LSD pertamakali terjadi di California pada 1965/1966, mereka menjadi oposisi terhadap perang Vietnam dan gaya hidup materialistic agresif masyarakat mainstream, pada musim panas 1966, pertemuan kaum muda dipantai barat amerika – summer of love menjadi trigger perkembangan generasi bunga selanjutnya yang kemudian juga dirayakan di inggris dimana filsafat hippies bercampur dengan budaya local.- (Jhon Thorne, Fad’s,Fashion and Cults)
Imbas dari periode Romantic dan Beat Movement adalah kemunculan kaum hippies era berikutnya, dengan rambut panjang, menggelandang kemana-mana, suka memetik gitar merupakan ciri utama kaum hippies. Gerakan ini berkembang di-Amerika awal tahun 60-an, mereka menyuarakan kebebasan lepas dari dogma-dogma tradisional, kebebasan sex, drugs, kesetaraan hak-hak lesbian, homoseksual dsb, dari sini bisa dilihat bahwa isu-isu yang dibawa Flower Power sudah melampui apa yang diperjuangkan generasi sebelumnya. Pengaruh kelahiran gerakan ini cukup berimbas didalam bidang kehidupan yang lain. Kemunculan kaum hippies ini dalam sejarah dikenal dengan sebutan “Flower Generation” (Generasi bunga) Momentum Utama semangat anti kemapanan yang tersusup dalam subculture musik kontemporer. Flower generation adalah momentum yang memuncak dari kontemplasi para seniman yang menolak patuh terhadap budaya popular dengan segenap pakem-pakemnya yang dogmatis, anak-anak muda yang menolak perang, militeristik, fasisme juga mengkritik gaya hidup kelas menengah. Motivasi gerakan ini juga bermuara pada persoalan politik saat Amerika menginvasi Vietnam ditahun 1959. Hingga berdialektika dan menemukan perlawanannya didalam kerajaan seni (musik). Flower generation adalah inkarnasi dari pemikiran romantik yang tersusupi ideologi. Sistem yang berlaku di Amerika umumnya adalah sekolah dan kuliah yang rajin, lulus dengan nilai baik, mendapatkan perkerjaan dengan gaji bagus dan hidup terhormat. Para anak muda yang masih dalam tahap pencarian jati diri, cenderung eksplosif, pemberontak dan kritis berusaha berontak terhadap sistem kemapanan semu ini. Belum lagi isu rasial, perang dingin dan ancaman perang nuklir yang juga menjadi trigger lain dari kelahiran Flower Generation. Gerakan ini seakan menjadi bom waktu yang hanya menunggu waktu yang tepat untuk di ledakkan dan ledakannya menyebar ke seluruh dunia. Bom waktu itu meledak juga. Pada tahun 1959 dimulailah perang Vietnam. Para kumpulan anak muda yang sudah merasa muak dengan sistem kemapanan dan perang, berkumpul menjadi satu dan lahirlah sebuah generasi baru, Generasi Bunga. Disinilah, Rocknroll menemukan bentuknya yang paling real!! Pergerakan musik era Flower Generation ini mencapai titik kulminasi pada tahun 1969. Sebuah lahan pertanian seluas 240 hektar milik Max Yasgur yang terletak di Bethel, New York menjadi saksi bisu dari sebuah acara legendaris yang diadakan mulai tanggal 15 – 18 Agustus. Woodstock adalah nama pagelaran itu. Sebuah pagelaran musik raksasa yang melambangkan etos solidaritas dan semangat. The Rolling Stones, Santana, The Grateful Dead, CCR, The Who, Jhonny Winter dan Saudaranya, Edgar Winter, Janis Joplin, The Beatles dan ditutup oleh sang dewa gitar, Jimi Hendrix, adalah beberapa nama yang tampil di Woodstock paling legendaris itu. Diperkirakan lebih dari 500.000 hippies datang dan menyaksikan acara ini. Harus dipertegas bahwa kekalahan amerika dalam perang Vietnam sedikit banyak juga terindikasi dengan generasi bunga yang tegas-tegas menolak wajib militer.
(beberapa dicungkil dari catatan-catatan lama)
http://el-rocknrevolt.blogspot.com/2009/05/ideology-of-rocknroll-sejarah.html
Komunitas Debanners
Ketika anda berada disekitar mereka dan mereka merasa asyik bersama anda, mungkin anda merasa benar, anda seperti melangkah dijalanan yg dipenuhi oleh hell’s angles melewati distrik didunia dan anda merasa bebas, merdeka, nyaman dan bahagia – Ken Kesey ;Wawancara dlm Majalah Oz /April 1969
catatan pribadi:
Pada suatu waktu’ kira-kira hampir 5 tahun lalu, malam itu gerimis meninabobokan jakarta, jalanan basah juga pucuk-pucuk daun hingga orang-orang enggan keluar rumah, 502 mengantarku ke tempat itu, tempat yang kemudian sering sekali kusinggahi-
“lo, El hendrie??” sebuah motor besar menghampiriku dan seorang laki-laki dengan topi ala brian Jonson bertanya padaku-
“yah, begitulah orang-orang memanggil gw,” jawabku belagu-
“ya udah naik” dengan sedikit ragu kuhampiri dia dan mencoba melihat kepastian di wajahnya.
“hmm, nieh orang bandit atau penculik aktivis prodem nieh” begitulah yang ada dipikiranku (belakangan aku tahu, kalo orang yang membocengku malam itu, menggunakan nama bandit pada namanya, hahahaha). Sedikit ragu kuikuti ajakannya. Kami pun melaju mengitari jalan-jalan kecil hingga sampai di sebuah tempat dimana beberapa orang sudah berkumpul. Ditengah perjalanan, aku juga masih sempat mempertegas
“gw gak di culik khan??” laki-laki bertopi itu sepertinya kesal,
“gile lo’ ngapain gw culik lo, masih untung gw culik wanita daripada lo” (hahahahahaa… ngentiaww lo’ te) Kisahku bersama Debanners dimulai malam itu, dimulai’ sebelum kata rocknroll laris manis di pasaran dan jadi slogan para rockstar di TV mainstream hingga mengendap ditonk-tonk sampah, jauh sebelum film-film bertema rocknroll menjadi idola anak-anak muda’ memanipulasi kesadaran dan mengalirkan racun paling berbahaya didalam darah. Meleburnya diriku di komunitas itu’ akhirnya menjadi momentum kuat pada peta-peta musik yg sebelumnya masih fragment di kepalaku, aku tenggelam seperti brian jones, aku ditembak seperti lenon, aku gemeteran seperti jim moris, aku tersedak bagai bon scott, aku trance seperti jimi hendrik, dan aku merdeka sebagai diriku sendiri, dari mereka banyak hal yang kupelajari, banyak keraguan yang kemudian jadi jelas, dari orang-orang sakit
(khususnya si kumis *blueser senga, hahaha) disanalah aku mulai percaya bahwa aku tidak sendirian. Mereka meletakan fondasi padaku yang haus akan rocknroll yang sesungguhnya, mereka menghapus dahagaku akan alcohol dan mimpi basah perubahan, dari merekalah - aku mulai membuang kesombonganku pada musik yg selama ini kuagungkan
Kembali ke belakang, catatan bersejarah di kota ini adalan munculnya beberapa komunitas dengan latar belakang genre musik. Pada tahun 1988, komunitas Metal Blok M established dan memberi image underground bagi anak-anak Metal, juga kemudian komunitas Punk yang tersebar hampir disemua tempat di kota ini, komunitas-komunitas itu memberi pijakan yang kuat bagi generasi-generasi setelahnya. Dewasa ini, komunitas-komunitas musik semakin sulit untuk dilacak,
(jangan samakan Jakarta dengan kota-kota lain seperti bandung atau jogja dengan wilayah kecil dan terkosentrasi masiv). Jakarta adalah kota yang sangat complicated dan menyimpan banyak perbedaan-perbedaan sudut pandang, melacak jejak komunitas-komunitas musik di kota ini merupakan hal yang sangat sulit, selain factor willayah, pergerakannya yang sporadic dan kadang tersembunyi memungkinkan hal itu – diantara sekian banyaknya permasalahan, masalah yang paling serius adalah bagaimana meraba komunitas rocknroll, -klasik rock, blues- berada, adalah saatnya, komunitas itu berdiri sendiri tanpa harus berafiliasi dengan komunitas-komunitas lain diluar genre yang berbeda. Yeah!! Rocknroll adalah identitas tersendiri meskipun dengan mengatakan hal ini akan menjadi sebuah perdebatan yang paling menyebalkan mengingat akar musik kontemporer dimulai dari sana-
(but sorry’ gw lagi gak pengen berdebat!!)
saluran televisi menyiarkan acara mingguan dimana rekaman lagu-lagu popular diputar untuk kaum remaja, sementera musiknya diputar, kamera bergerak dengan lincah menyorot wajah pemirsa. Alangkah dalamnya sumur tanpa dasar, wajah-wajah besar penuh dengan gula-gula murahan dihiasi dengan toko berantai, mulut yang terbuka dan terkulai maupun mata yang berkaca-kaca, tangan yang menabuh musik, hak runcing busana mengikuti zaman yang buruk distereotipkan, ini merupakan gambaran kolektif gamblang mengenai sebuah generasi yang diperbudak mesin komersial, dan ketika anda keluar dari sana: akan dijumpai anak-anak yang masih sangat belia berpakaian seperti orang dewasa dan sudah antri untuk di eksploitasi- dikutip dari Frith karya Paul Jonshon 1964
Diantara sekian banyaknya komunitas rocknroll yang tersembunyi maupun yang mencoba merangkak keluar, Debaners merupakan salah satu komunitas yang mencoba berdiri sendiri tanpa ada distrorsi dari genre-genre lain baik itu Metal dan varian-variannya maupun Punk beserta faksi-faksi-nya. De Banner merupakan kumpulan anak-anak muda dgn berbagai macam latar belakang: aktivis, seniman, mahasiswa dari berbagai kampus hingga kaum pekerja, yang setiap Jum'at malam berkumpul di Taman Ismail Marzuki - dengan obrolan tentang banyak hal hingga bermuara ke musik, entah disengaja atau tidak, mempunyai kesamaan selera juga sudut pandang dalam melihat, memahami rock 'n roll -klasik rock juga blues- Komunitas De Banner dideklarasikan pada hari Sabtu tanggal 31 Juli 2004 dini hari (setelah pulang dari acara blues night TVRI produksi terakhir), di sebelah kiri luar Taman Ismail Marzuki, dan bagi beberapa kalangan, lokasi tersebut dinamakan *sayap kiri – TIM, kekuatan paling radikal di komunitas ini adalah pertemuan dari banyaknya alur pemikiran hingga melahirkan keberagaman sudut pandang. Nilai-nilai hippies dan semangat flower generation merupakan hal yang subtansi untuk mempertemukan para baneris (sebutan untuk anak-anak Debanner). Adalah rahasia umum bahwa media yang seharusnya bisa menjembatani kebutuhan akan komunikasi – baik itu radio, televisi, dan media cetak tidak lagi mampu menjawab kebutuhan akan informasi, bahkan justru meracuni, memasung juga mengkebiri’ selain itu, minimnya literatur-literatur yang berhubungan dengan klasik rock, blues, dan rock `n roll juga menjadi point penting bagi komunitas ini dalam manifesto gerakannya. Mahalnya harga cakram digital rekaman musik -apalagi yang terhitung langka- Rp. 90.000 s/d Rp. 200.000, untuk sekeping cakram digital, Rp. 150.000 s/d Rp. 300.000 untuk dua keping, Rp. 500.000 s/d di atas Rp. 1.000.000, untuk album box-set. Ketimpangan dan kesenjangan ekonomi antara komunitas ini dengan para kolektor -cakram digital, piringan hitam, dokumentasi konser, buku-buku, maupun tulisan lainnya- juga menjadi salah satu point yang membakar para baneris untuk kemudian bersama-sama mengikrarkan diri dalam satu payung –
That’s it Debanners. Selain point-pont diatas, adanya penjajahan di industri musik yang aduh!! (bosen banget gw memaki industri musik- yah gitu lah pokoknya’ silahkan memaki sendiri) juga adanya ketidakadilan bahkan dalam movement-movement yang di klaim bawah tanah. Busuknya industri musik dengan
"PENYERAGAMAN SELERA" yang dibantu media massa massa jadi trigger penting bagi komunitas ini untuk bergerak. Masyarakat tidak pernah dibiasakan dengan perbedaan, selera mereka dibentuk, gempuran iklan-iklan di TV telah memanipulasi kesadarannya, mereka menyukai suatu hal karena mereka tidak diberikan kesempatan untuk mengetahui hal-hal lainnya – yang sengaja dipendam, yang mungkin saja lebih baik dan berkualitas daripada yang mereka ketahui selama ini. Para capital dan kurcaci-kurcacinya mengubur banyak hal termasuk dalam scene musik karena hal yang disembunyikan tersebut mengancam eksitensi mereka, mengancam status quo!! Mereka tidak pernah memberikan kesempatan apalagi kebebasan untuk memilih Di dalam masyarakat dominan, musik yang berkualitas adalah musik yang menjual, musik yang mudah dicerna, musik yang ringan, kesan-nya musik itu harus bisa menina-bobokan, dalam system yang tak punya akar, penghisapan manusia adalah hal yang biasa, tidak aneh, jika musik mainstream itu adalah lagu-lagu yang bersifat candu, orang di paksa untuk tidak lagi serius mendengarkan karya musik, kondisi memaksa orang-orang untuk mengikuti saja apa yang sudah ada, apa yang ada di depan mata, setelah seharian manusia di hisap dalam kondisi kerja yang melelahkan, tubuh dan pikiran sudah demikian letih untuk menalar akibat desakan untuk bertahan hidup maka mereka butuh pelarian yang menyenangkan, yang menyegarkan, mereka butuh musik yang menghibur, yang bisa melepaskan kepenatan mereka dan membius mereka dari semua penjara rutinitas hidup harian yang memuakkan. Kecenderungan itu akan mengakibatkan hilangnya daya kritis, sikap pesimis, serba "nerimo", hingga semua hal di biarkan berjalan kehilangan negasinya dan lambat-laun retakan ketidakadilan justru terlihat sebagai hal yang biasa, itulah candu musik mainstream, moralitasnya hanya melelapkan di permukaan tapi di dalam-nya dia justru menggerogoti harkat kemanusiaan: sikap untuk memilih, daya kritis, kebebasan, dan sebagainya- budaya popular yang di minum secara kolektif, racun yang membinasakan apresiasi bebas tanpa disadari,
SEMUA SERBA SERAGAM- asholle!! (*diambil dari catatan lama)
Komunitas DeBanner dalam hal mempresentasikan rock `n roll, blues, & klasik rock bukan sekedar memorabilia masa lalu belaka, bukan juga sebagai fashion ataupun trend tetapi spirit, sebuah jalan hidup. Bukan tak mungkin banyak band-band di luar komunitas DeBanner dapat bermain musik rock 'n roll, blues, dan klasik rock yang jauh lebih baik daripada band-band DeBanner, tapi kesadaran, penghayatan dan semangat idealisme tidak akan memiliki kesamaan. Ketika dihadapkan pada kondisi dunia industri yang sebenarnya – tentu saja dengan segala konsekwensinya – mungkin akan dengan tanpa beban bahkan dengan penuh sukacita mereka akan merubah pola bermusiknya dengan hal-hal yang sifatnya kompromistis yang berakibat pada glamouritas kehidupan dan bertentangan dengan nilai-nilai rock 'n roll yang pernah mereka anut sebelumnya.
Band-band yang tergabung dalam komunitas DeBanner tidak akan mengambil langkah demikian. Band-band dalam DeBanner bukan tipikal Band Pengkhianat!!! PANJANG UMUR ROCKNROLL….
http://www.facebook.com/inbox/readmessage.php?t=1300772001152&f=1&e=-12#/group.php?gid=96568891040 (lets join in group/facebook)
*Catatan Pengingat.
Pada subculture2 di Inggris tidak dibahas, mengingat subculture yang berkembang di Inggris pada awal 50 -an masih berkutat dengan style dan fashion. Lihat Teddy Boys yang terpengaruh gaya ”Edwardian” dengan menggunakan jas panjang dan celana drainpipe. Atau subculture “Mod” yang mengadopsi gaya pakaian Italia, dasi-dasi sempit, skuter dsb. Meskipun subkulture2 tersebut kemudian menjadi trend namun masih belum ada muatan ideologist (bedakan dengan beat movement dan Flower generation di Amerika). Kooptasi ideologist di Inggris baru mulai sekitar awal tahun 70-an saat generasi Punk awal berkembang. Anak-anak Mod yang menjadi Skin Head, Teddy boys yang terpengaruh rocknroll atau Generasi-generasi Rocker yang terinspirasi Heavy metal (sebutan Rocker awalnya untuk para geng-geng motor -bikers- di Inggris). Benturan-benturan ideology di Inggris meruncing pada akhir tahun 70-an hingga pertengahan 80-an. Dimana kepentingan2 politik ikut ambil bagian.