Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Saturday, 22 December 2018

Review Film: Bumblebee: Sebuah Anomali dari delusi futuristic menjadi Human Psikologic

“Sebuah malam yang gelap pun akan menghasilkan bintang yg paling terang” kata Memo mengulang kutipan ibunya di film ini




Mari kita lupakan dulu perang antara Marvel Cinematik Universe dan DC Extended Universe. Paramount seharusnya sudah bisa memunculkan bintangnya sendiri sejak eksitensi Transformer non animasi ditahun 2007. Bumblebee adalah spin off yang mungkin berbeda dari semua film film spin off yang ada, meski Michael Bay masih terlibat namun unsur unsurnya hampir semuanya dieliminasi oleh Travis Knight.

Travis telah menjadi sutradara penting didunia animasi selama lebih dari 10 tahun, bumblebee adalah pembuktian bahwa dia sanggup mengemas film selain kartun, dan hasilnya? Tidak terlalu buruk.
Travis bahkan mampu membawa Bumblebee keluar dari induknya: Transformer, penunjukan dirinya sebagai Sutradara sukses membuat salah satu pemberontak Autobots ini lebih hidup dan manusiawi.
Disadari atau tidak, Bumblebee sangat berbeda dari semua edisi Transformer sebelumnya.  Fakta bahwa Michael Bay tak lagi bersama Transformer dan beberapa penulis naskahnya sudah banyak yang minggat dari Paramount menjadikan Bumblebee sebagai film bias yang membuat penasaran.
Kehadiran Christina Hodson sebagai penulis naskah semakin menegaskan bahwa bumblebee adalah anomali positif dengan kedalaman karakter yang justru jauh lebih kuat. Christina Hodson memberi polesan psikotik kepada karakter bumblebee. Dua film Hodson sebelumnya Shut In dan Unforgettable sangat gelap dengan kekuatan thriller psikologi. Dan ini yang menarik.. lihat saja, di Shut ini, Hudson sanggup membuat Charlie Heaton sebagai Oedipus yang pemarah. Dan Katherina Heighl menjadi mantan istri yg berkepribadian ganda di unforgettable.

Hasilnya? Dalam satu adegan ketika Charlie Watson sedang terancam membuat Bumblebee sangat murka dan kehilangan kontrol hingga hampir membumihanguskan markas militer Amerika yang dimotori John Cena. Cukup puitis untuk seorang robot.
Yang menarik adalah karakter tokoh utama Charlie Watson yang diperankan sangat baik oleh Hailee Steinfeld. Karakter gadis remaja yang masih belum mau move on dari kematian ayah kandungnya. Sekilas, karakternya di film ini hampir tidak jauh berbeda dengan karakternya yang juga ciamik di film The Edge of Seventeen. Seorang gadis yang memiliki dunianya sendiri dan antisosial bahkan merasa jauh dari keluarganya sendiri. Kesenangan pada mobil membuatnya berkenalan dengan Bumblebee, VW berwarna kuning yang diambil dari bengkel pamannya.
Film dibuka dengan hari hari terakhir pelarian para pemberontak Autobots dari Deception hingga membawa mereka ke bumi ditahun 1987.  Bumblebee secara tak sengaja jatuh di hutan dimana John Cena sedang latihan militer bersama kawan-kawannya.  Untuk nama terakhir, topeng anonym memberi preseden buruk karena perannya yang sangat ringan dan tidak bertanggungjawab.  John cena adalah kesalahan utama di film ini. Meski bukan sebagai tokoh utama namun seharusnya, Cena bisa menghidupkan karakternya. Entah kenapa para pembesar paramount bisa memepercayakan karakter agent Burns kepada laki2 Smackdown ini. John Cena tidak memiliki riwayat yang patut diingat, wajahnya yg datar tanpa ekspresi membuat perannya hanya bagus sekedar pelengkap.
Well.. Bumblebee adalah bagian dari Transformer, ikon dengan penggemar yang kini beranjak remaja. Dongeng robot futuristic yang hidup bersama manusia itu telah mengalami evolusi sejak kehadirannya 11 tahun lalu. Karena itu maka film ini sangat dinantikan oleh jutaan penggemarnya.
Bumblebee pada akhirnya menemukan tempat perlindungan di tempat barang rongsokan di kota California yang kecil. Charlie (Hailee Steinfeld), yang sedang titik balik menuju usia 18 tahun juga sedang berupaya mencapai eksistensinya, hingga dia menemukan Bumblebee,  remaja itu dengan cepat menyadari bahwa ini bukan VW kuning biasa.

Apa yang terbaik dari Bumblebee adalah, film ini sukses merangkul episode indah ditahun 80an, tanpa rasa sungkan pada dandanan punk dan musik disko sembari tetap berada pada jalur fantasi derivative.  Tidak ada ilusi patriotisme optimus prime terhadap mitos cybertron. Bumblebee justru menarik karena menyederhanakan narasi pada lingkup keluarga.  itu mungkin satu-satunya film Transformers yang ditonton tanpa peringatan karena bebas untuk semua umur.
Meski demikian, film masih terlalu rendah disandingkan dengan film film bergenre sama. Ini film yang ringan dan bagus untuk sekedar hiburan. Namun untuk mencapai Oscar itu tentu masih butuh kreatifitas yang lebih. Paramount mungkin sukses mengubah template Michael Bay di film ini, tapi itu bukan prestasi. Sekali lagi, film ini keren sebagai film hiburan tapi bukan untuk film Oscar.

Thursday, 13 December 2018

Review film AQUAMAN 2018 : Contoh buruk ketika sebuah perusahaan tergesa-gesa dalam mengejar kompetitornya. Fatal dan Malpraktek.




Setelah kegagalan DC dalam Man of Steel (2013) yg babak belur dihujani kritikan , Superman v Batman (2016) yang juga bernasib tak lebih baik, kali ini DC tak menyerah untuk mengejar Marvel. Aquaman diharapkan sebagai balas dendam DC untuk para pencemooh. Sayangnya, kegagalan imajinasi James Wan yang diplot sebagai sutradara menjadikan DC kembali tenggelam dalam penyakit Syndrome Marvel Imitasi.
Ekspetasi apa yang diharapkan kepada Aquaman? film yang berdurasi dua jam, 23 menit ini terasa seperti perjalanan panjang menuju kuburan dan DC menjadikan Aquaman sebagai batu nisan yang megah dengan iring2an para peziarah menyanyikan lagu kematian.
Nama nama besar seperti Jason Mamoa, Nicole Kidman, Amber Heard, Patrick Wilson, Wiliem Dafoe dan masih banyak lagi tak mampu menyelamatkan Aquaman dalam penderitaannya. Barangkali beginilah jadinya ketika Sutradara spesialis Horor Thriller dipaksa naik kelas mengurusi komik. Ibarat dokter spesialis kulit melakukan operasi jantung. Malpraktek..

James Wan meninggalkan kerusakan yang parah karena ketidakmampuannya menghadirkan fantasi Atlantis yang indah, alih alih melakukan itu, James Wan justru menghancurkan Atlantis dalam metafora yang banal. Upaya besarnya memunculkan dunia bawah laut agar hidup dan berwarna justru tersesat dalam pemilihan kostum: lihat saja: kostum tentara atlantis seperti kostum pahlawan super Jepang tahun 90an. Kampungan!

Dengan biaya 160 juta dollar seharusnya DC mampu menampilkan visual efek yang membawa penonton masuk lebih jauh, bukan malah terseok-seok oleh scenario yang berantakan, dialog yang membosankan dan pemilihan karakter  yang tidak representative membuat kerja keras DC untuk mengejar Marvel menjadi sia sia.

Awalnya ada sedikit harapan ketika film dimulai dengan dongeng… seorang penjaga mercusuar (Temura Morisson) menemukan putri atlantis yang terluka dipantainya. Putri Atlanna yang diperankan artis senior Nicole Kidman melarikan diri dari perjodohan yang tidak diinginkannya. Singkat cerita mereka jatuh cinta, menikah lalu melahirkan seorang anak yang diberi nama Arthur. Dengan darah campuran atlantis dan manusia permukaan membuat Arthur sangat special. Sayangnya, tidak ada gambaran signifikan tentang masa kecil Arthur selain plot singkat bagaimana dia mampu berkomunikasi dengan Hiu di Aquarium besar, juga flash back ketika Kulko melatih kemampuannya. Tentu saja, itu tidak cukup.

Gue menyaksikan benturan keras antara mitos atlantis versus fantasi futuristic membentang sepanjang film. Dua jam yang melelahkan. Narasi gagal itu coba ditutupi dengan kisah tentang ambisi raja Orm (Patrick Wilson) untuk menguasai dunia dengan keinginannya melakukan perang terbuka terhadap manusia di permukaan. Raja Orm yang juga adik tiri Aquaman begitu membenci dunia atas karena ulah mereka mengotori laut dan menghancurkan ekosistem. Sebuah kritik yang bagus sebenarnya. Kritik tersebut kurang dieksploitasi oleh James Wan.
Kehadiran Black Manta sosok yang hidup dengan dendam ayahnya, diperankan Yahya Abdul Mateen II. Jelas sekali, DC merencanakan pertarungan antara Aquaman vs Black Manta di masa depan.  Sayangnya, tidak dijelaskan bagaimana awal hubungan Raja Orm dan Black Manta dalam berkonspirasi membenturkan dunia bawah dan dunia permukaan.
Kemunculan Mera calon Ratu Atlantis yang melihat masa depan dunia bawah laut ditangan Aquaman terasa sangat dipaksakan. Mengingat.. dalam beberapa adegan, Mera menyindir Arthur sebagai orang yang tidak bisa berpikir. Sudah bisa ditebak, dengan siapa Aquaman akan berakhir ranjang pernikahan?

Adegan ketika mereka mengejar trisula kuno raja pertama Atlantis hingga ke gurun sahara lalu berlanjut ke dasar bumi dan menemukan ratu Atlanna yang ternyata masih hidup adalah adegan terbaik difilm ini. Sayang nya.. Sekali lagi.. inti bumi yang harusnya divisualisasikan pada level tinggi harus dipersingkat dengan pertarungan Aquaman melawan penjaga trisula.
Jika ada yang bertanya.. apa itu Aquaman? Maka gue akan jawab.. Aquaman adalah contoh ketergesa-gesaan yang fatal ketika sebuah perusahaaan berambisi mengejar kompetitornya dan membuat uang tiket bioskop menjadi sia sia.


Wednesday, 12 December 2018

Review Film: Widows 2018: Tamparan pada Kesombongan politik kulit putih lewat nyanyian para wanita teraniaya




Sejarah manusia adalah sejarah penindasan perempuan, era feodal, para raja menjadikan perempuan sebagai legitimasi kekuasaaan. Semakin banyak selir semakin berkuasa, hari ini.. para laki laki mengadaptasi itu.. semakin banyak istri, semakin jantan..


.
Sutradara film 12 Years A Slave  Steve Mcqueen, hadir dengan karya terbarunya berjudul Widows. Yg diadaptasi dari serial TV berjudul sama di tahun 1983. Difilm ini, dia juga mengajak Gillian Flynn, penulis Gone Girl untuk menggarap naskahnya. Kolaborasi yang terbukti menghadirkan film yang menghibur.
Kebanyakan film sejenis dibangun di atas kejeniusan para pelaku, didalangi oleh sekelompok orang yang biasanya memiliki perencanaan dan kemampuan untuk melancarkan perampokan. Namun Widows berbeda. Sebuah plot perampokan yang dilakukan para janda teraniaya tanpa kemampuan heroistik.

Para janda itu digerakan oleh Arus emosi yang kuat— ketimpangan sosial, kemuakkan pada korupsi, dan serangan langsung pada sistem omong kosong yang mencuri dari orang miskin juga pesan kemarahan para wanita yang diperlakukan semena-mena.

Film ini bekerja secara bersamaan— Murni sebagai hiburan, juga sebagai warning bahwa pada level yang tak tertahankan, perempuan yang teraniaya mampu melakukan hal2 yang tidak terduga.



McQueen membuka filmnya dengan hentakan adrenalin, ketika sekelompok penjahat yg dipimpin oleh Harry Rawlings diperankan Liam Neeson, terjebak dalam perampokan yang gagal. Mereka terbunuh dalam sebuah mobil yang meledak. Sekelompok penjahat ini, meninggalkan istri istri yang harus menghadapi berbagai persoalan yang ditinggalkann suaminya.

Disaat bersamaan, kampanye untuk pemilihan walikota berlangsung di Kota Chicago. Kontestasi yang mempertemukan dua penjahat lokal. Dititik ini, Colin Farrell dan  Brian Tyree Henry berhasil menggambarkan perseteruan politik.yang kotor dan penuh intrik.

Veronica istri mendiang Harry harus menghadapi Jamal Maning, penjahat yang memintanya bertanggung jawab atas uang yang dicuri suaminya. Dia pun mengumpulkan mantan istri kru suaminya untuk melakukan perampokan. Detil perampokan itu dia ambil dari buku catatan yang ditulis oleh suaminya.

McQueen menyatukan banyak kepribadiaan dalam satu atap, karakteristik para janda yang ditinggal mati suaminya. Veronica memainkan peran sebagai leader, seorang wanita Afro Amerika yang menikahi laki laki kulit putih. Kematian suaminya menyadarkannya bahwa hidupnya sebenarnya sudah lama hilang ketika anak mereka terbunuh secara tak sengaja oleh polisi.
Kita juga akan bertemu Alice, seorang wanita yang rapuh dan dilecehkan ibunya ( Jacki Weaver ), seorang ibu yang hampir tidak memperlakukannya lebih baik daripada suaminya yang juga mengerikan. Ada juga Linda, seorang ibu dua anak yang baru saja membuka tokonya sendiri.  dan Amanda, yang memiliki seorang anak berusia 4 bulan. Amanda tidak terlalu sering dimunculkan namun skenario bahwa Harry ternyata masih hidup dan memiliki affair bersama Amanda cukup mengejutkan.

Well.. Bahkan ketika kita harus berpikir keras, lalu menganggap bahwa ini cuma kebetulan..
Alice, Linda, dan Veronica masing-masing adalah Polandia, Latin, dan Afro, tidak peduli perbedaan ekonomi mereka. Jelas sekali, McQueen memunculkan ragam karakter yang tidak dipaksakan.

Ketika Tom Mulligan mengatakan, "Satu-satunya hal yang penting adalah kita bertahan hidup," statemen yang secara tak sadar menyatukan para janda ini untuk bertahan dari persoalan2 yg mereka hadapi.
Ada pesan rasial disini, bagaimana ketika Veronica berteriak kepada Harry.. silahkan pergi kepada wanita kulit putihmu itu, juga kritik pada polisi yang seenaknya menembak pemuda kulit hitam. Kepiluan wanita afro amerika yang meratapi kematian putra satu satunya dan penghianatan suaminya.

McQueen dan Flynn berhati-hati untuk tidak pernah membiarkan film mereka tercebur dalam perdebatan politik. Walau drama nya menghibur tapi film ini juga menyelipkan kritikan pada kesombongan dalam mempertahankan warisan politik kulit putih, tamparan itu lewat nyanyian para janda teraniaya.

Dengan layar bertabur bintang, Widows menjadi film yang sangat layak untuk ditonton. Viola Davis, Michelle Rodriguez, Elizabeth Debicki, dan Cynthia Erivo memainkan karakter para janda dengan berbagai persoalannya. Dibantu oleh Liam Neeson, Collin Farrel, john Bernthal, Manuel Garcia-Rulfo, Coburn Goss, Brian Tyree Henry. Kemunculan Daniel Kaluuya semakin mempertegas bahwa Widows adalah kumpulan para peraih piala, dan nominasi academy awards. Berjalan ringan dengan plot yang berliku namun sangat mudah dicerna.



Saturday, 8 December 2018

Review Film Mortal Engines 2018: Visualisasi Klasik Perang Kelas di era Post Apocalyptik Pasca Digital




Mortal engines bukanlah film yang bagus tapi jelas ini lebih megah dari kelihatannya. Penuh dengan Fantasi derivative, film ini menjadi persilangan antara Lord of The ring dan Final Fantasy. Peter Jakson seperti sengaja memunculkan kembali kemeriahan imajinatif Lord Of The ring.
Sebagai Produser dan penulis naskah, Peter jakson menyapa kembali setelah film terakhirnya The Hobbit yang rilis ditahun 2014. Kursi sutradara dipercayakan kepada Christian Rivers yang memang menjadi kompatriotnya sebagai Visual effect dalam trilogy lord of the ring.
Diangkat dari buku Philip Reeve, Mortal engines menyajikan cerita  post apocalyptic 3000 tahun setelah peradaban manusia punah karena perang 60 menit yang menghancurkan kota kota besar didunia. Penduduk yang masih tersisa mencoba membangun kota diatas roda raksasa yang bergerak. Kota kota besar memanga yang kecil untuk memperebutkan sumber daya. Gambaran perang kelas klasik yang ditampilkan di era pasca digital,

London menjadi kota predator yang ditakuti. Digawangi oleh Thaddeus Valentine yang diperankan oleh Hugo Weaving, London berubah menjadi kota yang tamak dan ambisius. Manifestasi dari keserakahan para penguasa yang akan melakukan apa saja untuk meraih kekuasaan. Adalah Hester Shaw diperankan Hera Hilmar, seorang gadis yang menyimpan dendam ibunya kemudian bergabung dengan kelompok anti traksi untuk menghentikan ambisi Valentin. Film pun bergerak dengan alur yang sudah bisa ditebak.
Meski film ini menampilkan visual efek yang mengagumkan dengan ide orisinil kota diatas roda bergerak, sayangnya.. plot tentang dunia dystopia sudah terlalu sering kita lihat. Penggambaran dunia yang gersang dengan sumber daya yang hampir habis sudah sering disajikan dalam film film cyber punk lainnya.
Karakter karakter yang dimunculkan pun tidak begitu baru, selain karakter Thadeus Valentin yang cukup menarik sebagai tokoh yang dipuja dinegaranya karena ambisinya untuk membuat London terus eksis, namun diluar London, Valentin bagai pemangsa yang dibenci.
Pertanyaanya adalah apa yang coba ditawarkan film ini seperti pengulangan imperialisme barat era colonial yang mencari sumber daya hingga kebenua timur. Divisualisasikan sebagai Kota dibelakang tembok yang dipimpin oleh Gubernur Kwan. Tokoh tersebut mirip Dalai lama dan memimpin kota utopia dengan bijaksana.  Kota yang akan dihancurkan oleh Valentine.
Ada perang kelas dalam film ini, ada pengulangan sejarah kejatuhan Bavaria dan bangsa bangsa besar dipaksa untuk mencari sumber daya demi kelangsungan hidupnya, para penguasa itu akan diberi tepuk tangan oleh rakyatnya namun bagi bangsa bangsa lain. Mereka adalah predator yang datang sebagai penjajah.
Christian Rivers akan menapak karir gemilang dengan film ini, walaupun ini bukan sesuatu yang harus dirayakan namun Mortal Engines sebagaimana film film sejenis dating memberi pesan bahwa bumi sebentar lagi akan kolaps jika keserakahan dipelihara.