Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Sunday, 1 November 2009

"Demam ini Seperti Puisi!!"


Napas-napas bumi menyerangku dengan lidah api meski separuh tubuhku telah kusembunyikan didalam selimut. Semburannya ganas memuntahkan panas bernyala lalu menagih rintihan, dari telapak kaki hingga ujung syaraf mendadak terkulai: kemuakkan menyapa dengan gempita dibelahan kepalaku, berputar-putar mengelilingi dinding kamar dan mencoba menakuti kecoa yang bertahta dilangit-langit, darahku meregang lemas - tersungkur diranjang batu. Lidahku sudah tak lagi mampu membeda rasa bahkan jika kukecup bibir cleopatra hanya akan menyisakan sesak, tangan ku menggigil mencoba bertahan dengan satu jari tengah yang teracung meludahi bangkai para pendosa, pikiranku mengembara diujung tak berujung menyebarkan ketakutan didalam didiriku’ meski sudah tak lagi kurasakan apa-apa pun nalarku membeku dimusim salju dan selimut seperti penjara panaptikon- juga tablet bulat dimeja seperti makanan ternak yang memaksa tenggorokanku dengan rasa pahit membosankan- demam ini seperti puisi!!


hey sakit, pergilah!! temui mereka di-istana' disana darah lebih manis untuk kau gerogoti, tubuh mereka masih empuk dengan suntikan makanan dari emas, disana kau bisa menyerang mereka tepat didepan pintu’ karpet-karpet merah akan menuntunmu dinisan jiwa berkuasa, hisap darah mereka- seperti mereka menghisap kami, hancurkan tubuh mereka seperti mereka menghancurkan rumah-rumah kami, pergilah dari sini
hey sakit!! bukankah kita dari generasi yang sama, generasi yang meminta pertanggung jawaban dari dunia tua dibelakang sana, dan juga aku masih ingin sehat karena besok pagi, kamerad-kameradku mengajakku berpesta membakar semesta. pergilah sebelum aku melumatmu dengan nyanyianku!!
Demam menggigil laksana sajak menyengatku, tubuhku tersungkur jadi bodoh layaknya pengecut yg bersembunyi dalam selimut!! jimm morris tak pernah datang menyelamatkanku hanya sayup suara dari computer tua menertawakan ketidakberdayaanku: poster bisu di-dinding kamar, kalender, jam bekker, bantal, guling juga korden jendela seakan mencaciku dengan semua ini- ada-ku seperti dekat dipintu kubur dan tiada-ku berusaha mengusir mimpi yang terlambat datang, panas.. dingin.. panas.. dingin!! dua eksitensi yang menghampiriku bersamaan - meminta airmataku- demam ini ternyata lebih perih dari kelamin bernanah dibibir pelacur! aku belum menginginkan pusara, masih kuinginkan tawa dan canda hari diantara arus waktu dan hidup juang, aku masih ingin menari menyembah diriku, menyebarkan perih di-jalanan, meski kelam dan geliatku remuk, barangkali neraka menyapaku dalam sakit.

Mendadak…



Ketenanganpun menyusup perlahan ketika seraut wajah manis muncul didepan pintu, wajah mu yang dulu, yang mengingatkanku saat kita masih begitu bocah, begitu tulus, pada semua hal yang kita percayai: saat bunga-bunga masih indah bermekaran dan senyum orang-orang seramah embun pagi; saat bumi belum begitu panas dan orang-orang masih saling perduli, ternyata masih juga kutemui ketulusanmu di sesak sakit ini, lalu, bibirmu menguak” bangunlah, sudah tak ada lagi rasa sakit, baru saja ku berikan sesajen pada tanah untuk memberimu kekuatan hari ini, larilah, matahari sudah semakin tua, kuncup mawar tak lagi bisa menunggumu merekah


kuraba nadiku- demam ini masih ada- tapi optimismemu adalah guyuran hujan yang diimpikan para pengelana, dorongan bawah sadarmu lembut kurasakan bahkan dalam pengertian yang paling sederhana, keyakinanmu, sugestimu seperti menguburku dalam romantisme revolusi. Tidak semurah janji-janji politikus!! Akhirnya, sakit ini justru menyatakan diriku ditempat semula. sampai juga aku mencium tuhan setelah berabad-abad gagal melakukannya, tuhan-tuhan yang lain tak akan lagi menakutiku! tidak bagimu, satu-satunya yang ingin kuyakini hanyalah keberadaanmu yang ternyata masih begitu setia ada dan mengada disisi setapak jalanku, diantara tipis perih dan senyum, didalam sesat, sesak , kau masih ada dilingkar hidup dan jiwa berontak laki-laki bangsat ini….


besok aku akan sembuh dan sehat kembali

Tuesday, 13 October 2009

Mawar Di-Taman Raja


gempita menghunus sunyi; meluber bersama gairah dingin alkohol...
dengan ini, ku acungkan jari tengahku untukmu, untuk moralitas, untuk kontruksi sosial dunia modern, untuk para maharaja yang berlindung dibalik jubah kebesarannya, untuk semua hirarki dan ketidakadilan dibumi! semua itu layaknya celana dalam, yang tidak pernah bosan untuk selalu kutelanjangi....



----------000000000000---------------------------



malam ini; berjuta-juta kata mendesak alam bawah sadarku hingga akhirnya kutuliskan lagi semua ini dan kadang-kadang aku berharap ini tidak lagi kubaca. terlalu membosankan tapi kemarahan membuatku harus menengok kembali lembaran kalimat ini dan memaknainya sebisa mungkin. aku tahu, semua ini tidak punya arti apa-apa bagimu pun untukku semua hambar, setawar roti yang kucicipi pagi tadi' jika ada yang bisa kukenang mungkin hanya sepenggal harapan didadaku. sesuatu yang menjadi moment penting malam ini setelah gelas-gelas berbusa tamat ditenggorokanku. dunia yang munafik ini, seakan tak pernah bosan membangun tembok pemisah antara aku dan kamu yang beberapa abad lalu hanya pondasi tapi kini' tembok besar itu berdiri dengan angkuh dan membatas langkahku untuk memelukmu. tembok yang juga tak pernah letih kucoba hancurkan dengan lagu-laguku.
hey...putri mahkota yang manis, gadis binal yang bersembunyi dibalik etika! kau yang malam ini datang menyapa rinduku lagi, barangkali, kau terlalu luarbiasa untukku, kebrengsekan sosial dunia modern telah membatasi wilayah antara kita, mendeklarasikan perbedaan abstrak antara kaya dan miskin, antara kemapananmu dan anti sosialku, duniamu mewah dengan segala pernak-perniknya dan duniaku indah dengan semua petualangan, kau menjulang diantara tahta sang raja tapi aku melayang; merdeka dan bebas dijalanan...
aku bahagia, kamu tidak!! tapi aku tidak pernah menawarkan pembebasan ditelingamu, dan kuyakin kamu tahu, kebencianku pada hukum hampir sama dengan kemuakkanku pada manusia-manusia yang masih percaya akan pahlawan, bagiku, hidup ada ditangan kita sendiri bukan orang lain, rintihanmu dengan slogan suci laki-laki harus menjadi penopang untuk perempuan semakin terdengar konyol namun aku menyayangimu dan itu lebih mendekati kebenaran dari pada segala isi kitab suci agama-agama didunia.
tokh.. percuma, ini hanya elegi bagimu, tak ada masa depan katamu, tak bisa maju, tak bisa mengenyangkan perutmu!! aku hanya seperangkat otak kecil yang nakal dan tak pernah bisa untuk dijadikan sandaran. logikamu mementahkan semua ucapanku, menyayangimu itu indah tapi penghakimanmu hampir lebih mengerikan dari kematian...barangkali sisa hujan kemarin yang dihisap tanah-tanah pusaka usai semedi senja telah rebah kembali ke rahimmu dan hidupmu bagai air mengalir yang entah kemana namun yang pasti disitu tak akan ada aku! dan setelah ini, setelah tragedi ini, kemarahanku pada dunia tidak lagi bersifat universal tapi telah kujadikan kebencian personal dan ini akan terus menyalakan api sepanjang umurku. tidak ada lagi yang perlu kita selamatkan, tidak ada! sudah tak ada yang bisa kau redakan, semua mereda dengan sendirinya, bahkan geramku hilang di sudut senyummu, kepalanku lumer dalam suaramu, ketulusanku menjebakku hingga aku tersungkur. menguap pelan dibibir pagi dan saat aku terbangun' aku mengerti, ini bukan salahmu! dunia dan segala ketidakbecusan ini adalah karena sistem yg miris, nyanyian-nyanyianmu yang berujud angin kini berbelok di atas persimpangan yang akan dipilih oleh seorang lelaki untuk upacara kematiannya' semoga itu bukan aku!! aku tidak membencimu atas ini, semua orang berhak menuliskan sejarahnya, kau mengabaikanku dan itu hakmu untuk memilih dengan siapa nanti kau menghabiskan sisa umurmu, semua ini bahkan semakin membuatku bergairah untuk terus merobohkan tembok-tembok yang masih tersisa. kupindahkan perasaanku ke dalam cawan, itu lebih menjanjikan dari air suci dari surga, tegukkan pertama adalah tarikan nafasku yang rebah dilidahmu, ditenggorokan globalisasi dan aku berharap aku kuat untuk melakukan sesuatu, terimakasih untukmu yang memberi andil pada kehancuran yang akan kuciptakan, tunggulah!! karena dalam warna jingga dan lembut pelangi' aku akan menjaring matahari...


”Sudah terlalu lama kita ditindas dan para pemilik modal melenggang begitu saja darinya. Mereka memenangi perang kelas dan bahkan mereka tidak mendapat kerugian. Mereka berjaya didepan batang hidung kita sendiri. kita harus bertarung dengan kejam dan kotor, alih-alih melakukan aktifitas politik normal: demonstrasi, arak-arakkan yg menjemukan, petisi dsb’ KITA HARUS MEMBUAT KEBENCIAN KITA MENJADI KEBENCIAN PERSONAL. ‘Rubuhkan system” dan slogan-slogan dungu kaum kiri lainnya tidak punya realitasnya. System ini tidak punya eksistensi riil diluar individu, Tidak ada!! Kapitalisme tanpa kaum kapitalis' bahkan andai kita hancurkan property mereka, perusahaan asuransi tinggal menggantinya. Kita harus menggeser serangan kewilayah-wilayah tempat mereka tidak begitu mudah terlindungi. BIARKAN MEREKA TAHU’ SEPERTI APA RASANYA BERADA DISISI PENERIMA PERUBAHAN.
*Class War Federation- London 1985

Friday, 9 October 2009

Kertas Kertas Putih Dimatamu...



even if the sea turned into a fire but you'll still live in my memory, because only you who always accompany me when I am weak and helpless, just you are always coming and giving me hand when I was lying on the street...



Menurut gw’ elo tuh kaya langit yang memberi tempat bernaung bagi seluruh kehidupan digalaksi tapi lo bersikukuh bahwa elo adalah titisan malaikat yang sengaja diturunkan kebumi untuk mengiringi hujan setiap sore. Kadang-kadang gw gak abis pikir’ masa seh.. ada malaikat menitis menjadi orang ngambek-kan seperti elo, meski harus gw akui’ lo nyebelin juga ngegemesin…

Setiap gw bilang, lo adalah langit’ lo ngambek dan gak mau bicara sama gw, padahal setiap pagi sebelum lo berangkat pergi’ kita selalu berbincang dan itu menjadi seperti ritual yang berlangsung berbulan-bulan. Apa aja jadi perbincangan dari semua hal yang kita lakukan hari itu, kebodohan-kebodohan kita atau tingkah lucu anak didik elo…


Menurut gw’ elo itu kaya bintang pagi yang bersinar sendirian saat fajar’ menunggu matahari terbit tapi elo gak suka jadi bintang dan menganggap diri elo adalah pelangi yang hanya datang bila hujan turun kebumi’ kalo yang ini gw percaya! Karena lo emang hanya satu-satunya cahaya yang berwarna terang dalam hidup gw! Entah kenapa, gw selalu takut kalo elo marah hingga apapun perdebatan kita selalu elo yang benar tapi gw tau’ bahwa semua argumen-argumen elo itu gak tepat’ Apalagi kalo elo bilang bahwa hati elo seperti samudera yang selalu ada untuk menjadi tempat hanyut segala kesedihan gw, padahal lo itu gak akan pernah menjadi samudera, bagi gw elo adalah udara…


Dulu’

gw pikir lo itu lemah dengan segala kelemahan elo tapi ternyata lo jauh lebih tegar dari batu karang dilaut, lo lebih kuat dari besi baja’ lo emang membingungkan! Hingga hari ini gw gak pernah lihat lo nangis’ anehnya’ gw yang suka cengeng didepan lo dan hanya elo orang yang berani memaki gw pengecut saat gw pesimis, hanya elo’ orang yang berani memaki gw pecundang saat gw berdiri sombong tapi hanya elo juga satu-satunya orang yang datang dan memberi gw semangat saat gw lemah dan tak berdaya. Gw merindukan elo!

pernah dulu' gw punya harapan untuk selalu ada disamping elo sampai rambut elo seputih salju, gw pengen selalu menemani elo sampai tulang lo ringkih dan tua. Gw pengen selalu bersama elo sampai dunia ini tak layak lagi ditinggali, sayangnya.. gw gak pernah ikutin semua yang lo bilang dulu dan saat orang-orang bergerak maju’ gw masih tetap disini tanpa apa-apa lalu elo pun hilang di telan keramaian yang gemerlap..


gw kangen sama lo neh..

kangen sama semua kata-kata lo, ngambek-an elo, canda tawa elo, suara lo yg manja, senyum manis elo, gw kangen sama semua perdebatan konyol kita meski gak akan ada kata-kata lagi yang bisa terucap tapi gw yakin lo selalu tau apa yang gw lakuin sekarang’ seperti gw yang hanya bisa melihat elo dari kejauhan’

gw sedang bergerak menuju tujuan, hal yang harusnya gw lakuin dari dulu seperti semua saran lo yang gak pernah gw gubris waktu itu! Emang udah terlambat untuk mengulangi semua seperti dulu lagi’ tapi itu bukan hal yang harus gw sesali bertahun-tahun.


gw senang banget karena tahu lo bersinar semakin indah disana dan gw jauh lebih bahagia liat elo bahagia! Biarlah lo tetap menjadi langit dalam hidup gw’

Setiap hari’ saat embun pagi menitiskan air didedaunan maka seperti itu juga rasa kangen gw..



Terimakasih, pernah menjadi angin yang membawaku berhembus’

Hey kau’ musuhku yang manis… aku merindukanmu!

Wednesday, 7 October 2009

Pengakuan Sunyi

Jangan biarkan aku berdoa agar terlindung dari bahaya tapi biarlah aku menghadapinya dengan tak gentar!!
Jangan biarkan aku memohon agar kepedihan dihilangkan tapi berilah aku semangat untuk menaklukannya!!
Jangan biarkan aku mencari sekutu dalam pertempuranku tapi biarlah aku menemukan kekuatanku sendiri!!
Jangan biarkan aku mengharapkan agar diselamatkan tapi biarlah aku mengharapkan kesabaran untuk memenangkan kemerdekaanku!!
Buatlah aku agar jangan jadi pengecut yang mengharapkan belas kasihmu hanya dalam kemenanganku tapi biarlah aku mencari genggaman tanganmu dalam kegagalanku!!


"RABINDRANATH TAGORE"



Kisah ini kutulis untukmu’ untuk seseorang yang kini menjadi bintang,
Dari seseorang yang gagal menjadi matahari..

mereka tak akan pernah bisa membuatku tunduk, mereka tak akan pernah mampu membuatku patuh!! sebagaimana yang lain, aku jg akan kalah, tp hanya dalam pelukanmu' tempat terindah dan terbaik buatku untuk menyerah!!

barangkali aku memang terlalu urakan dalam tindakan-tindakanku, juga gagasan-gagasanku yang terdengar terlalu reaktif ditelingamu. aku berpikir bahwa kadang-kadang kau tidak akan memahamiku dan mempercayai betapa besar artimu untukku. adalah tidak mudah untuk memahamiku, pun menyakinkanmu juga begitu sulit. meski demikian' kumohon, saat ini percayalah. aku menyayangimu, hanya saja aku tak tahu bagaimana menyatakannya dengan benar hingga membuatmu percaya... maafkanlah!

kenyataan memaksaku berlari cukup keras belakangan ini, hingga untuk diri sendiripun rasanya juga terlalu keras, ya' terlalu keras pada diri sendiri ternyata berdampak buruk sekali. aku mengalami keletihan eksitensi, dipuncak imajinasiku semua malah hilang, kehampaan ini mungkin juga dialami oleh orang lain diluar sana. aku berpikir, sudah cukup kuat untuk menghadapi dunia sendirian walau kutahu tak ada lagi yg bisa kau pertahankan dari diriku, semua kegagalan-kegagalan ini seakan menertawakanku. kemalangan yang justru membuatmu semakin yakin bahwa jalan yang kutempuh ini salah, ironisnya, aku masih juga berlagak kuat didepanmu.. aku yakin kau tahu ‘bahwa aku tidak pernah ingin terlihat lemah' mungkin budaya patriarki masih mengakar kuat dalam masyarakat kita bahkan untuk orang-orang yang memiliki gagasan revolusionerpun masih belum bisa melepaskan dogma "kamu lelaki, jangan nangis!" tapi aku bukanlah di perdebatan itu' bukan tidak ingin menangis tapi aku sudah bosan untuk itu!! aku sudah terlalu sering mengeluarkan rintihan-rintihan itu dan kuyakin, kau pun terlalu jenuh untuk memberikan masukan-masukan yang tidak pernah kudengarkan, kesadaranku akan itu justru datang ketika kau tak lagi disini... dan karena itulah aku mengeluarkan air-mata ini.

akhirnya, aku sampai juga dititik ini, titik dimana semua gairah hilang dan menyatu dalam dinding yg meledakanku seperti dinamit, di titik ini, aku tak mau lagi berpura-pura, menyembunyikan semua kesedihanku dalam kemarahan-kemarahan. aku tidak perduli mereka menganggapku cengeng, aku sudah bosan dengan retorika bahwa laki-laki harus kuat, laki-laki harus terus menjadi penopang dan sangat tidak mungkin untuk menangis.. itu omong kosong!! tokh, tangisanku bukan tentang kekalahanku menciptakan surga yang jauh dari campur tangan system ini. bukan tentang itu!! tangisanku adalah tentangmu… aku berpikir, kita begitu berbeda, cara pandang, kelas social juga visi-misi dalam memandang hidup tapi kita dipertemukan oleh perasaan yang sama’ kita disatukan oleh letupan hasrat yang sama’ sayangnya gejolak hasrat itu sudah harus terkubur. karena itulah aku disini, menangis seperti hujan sore ini!!

ketika aku pelik berkutat dengan pertentangan-pertentangan emosiku, kau malah semakin terlihat menjulang dengan kegemerlapanmu, dunia yang kau pilih berhasil mengantarkanmu menjadi kuncup mawar, harumnya membias kemana-mana, dihirup oleh banyak orang. sungguh menyenangkan mengetahui itu, meski kadang-kadang aku dibujuk keserakahan untuk menikmati harummu seorang diri saja walau kutahu itu sia-sia. keinginan ini masih menggelitikku meski tak ada lagi harapan akan itu. barangkali sudah harus kubiarkan kenyataan menamparku bahwa kau tak lagi disini seperti dulu…

kali ini, aku datang dengan semua kekalahanku, aku kalah, karena gagal menjadi seperti inginmu tapi aku menang karena berhasil mengakui ini, aku berhasil memenangkan pertempuranku, bahwa ternyata’ aku salah utk terus-terusan berpura-pura hebat didepanmu, rasanya aku hanya cukup mengatakan, bahwa pergilah, karena aku justru tidak bisa menjadi diri sendiri ketika kau disini, aku gagal menjadi orang bebas malah ketika tangan kita saling menggenggam,. saat ini, inilah aku dengan jalan yang kupilih, maafkan aku, tidak pernah mampu menjadi cahaya yang menerangi langkahmu