Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Sunday, 2 November 2014

Resensi Film: Left Behind "Film ini menegaskan kebangkrutan Nicolas Cage "

 Left Behind

Produksi: Entertaiment One/ Stoney Lake Entertaiment

Sutradara: Vic Amstrong


Beberapa waktu lalu saya mendengar desas desus, Nicolas Cage dikabarkan sedang berjuang melawan kebangkrutan. Awalnya saya kurang yakin, namun film ini menegaskan asumsiku Nicolas Cage sudah benar benar bangkrut hingga mau menerima tawaran main di film ini. Sorry om Nicky! Saya menghabisimu disini
Left Behind adalah film yang dibuat berdasarkan buku seri karya Tim Lahaye dan Jerry Jenkins yang telah terjual 65 juta kopi diseluruh dunia. Dalam buku tersebut alur ceritanya diambil dari nubuat pengangkatan yang dikisahkan Yohanes dalam kitab wahyu. Saya tidak tahu apa motivasi Nicolas Cage berperan di film religi ini. Mark Cage, kakaknya adalah seorang pendeta dan Mark merupakan orang dibalik keikutsertaan Nicky difilm ini. Bisa saja, itu untuk mengatakan kepada dunia soal keimanannya. Apapun alasannya, film ini adalah film Nicolas Cage yang paling jelek yang pernah saya tonton.

Om Nicky, mungkin pacar pacar kami menyukaimu dan film ini adalah tempat terbaik memakimu



Saya curiga, Hollywood mulai kehabisan ide atau trend baru di dunia film, entahlah. Film film religi bergenre sama seperti Kiamat Sudah Dekat di Indonesia mulai mewabah dilapak – lapak DVD bajakan.  Film film tersebut belum banyak yang berhasil masuk ke Box Ofice, kehadiran Left Behind di bioskop menjadi semacam penanda sebuah trend baru. What ever!

 Anyway, karakter Nicolas Cage sebagai Family guy dibeberapa film-nya juga bisa ditemukan di film ini. Vic Amstrong tidak mau melepaskan itu, sutradara yang juga pernah menggarap The Adventure of  Young Indiana Jones ini mungkin sadar bahwa itulah gimmick Nicolas Cage. Entah kebetulan atau tidak, beberapa film Nicolas Cage semacam Con Air, Face Off, Trespass atau Tokarev yang terbaru selalu memberinya peran sebagai seorang ayah yang memiliki anak perempuan. Pun di film ini.

Sayang sekali, saya tidak menemukan seorang Nicolas Cage yang biasanya, narasi dalam film yang datar. Memungkinkan saya untuk memaki Om Nicky. Left behind, film jelek!
Berperan sebagai seorang pilot yang berjibaku untuk menyelamatkan para penumpang ditengah dunia yang kocar kacir akibat orang orang menghilang secara tiba tiba. Nicolas Cage (Rayford Steele) berusaha menenangkan penumpang yang histeris. Pada akhirnya dia harus mendaratkan pesawat namun setiap bandara sudah tak lagi beroperasi.
Chloe (Cassi Thompson) adalah anak perempuannya, karakter anak gadis menjelang dewasa yang kebingungan ketika adiknya hilang dari genggaman tangannya. Chloe berusaha kembali kerumah namun tercengang ketika mendapati ibunya juga menghilang.

Diakhir film, Vic Amstrong gagal mendeskripsikan secara gamblang, bagaimana orang orang itu menghilang. Siapa yang bertanggungjawab atas itu semua? Dan ada dimana orang orang yang hilang itu? Di Surga? Wow!







 





Saturday, 25 October 2014

Resensi Film: FURY "Perang adalah Neraka"

Fury

Sutradara: David Ayer

Produksi; Sony Picture

 

 
Ideology selalu bicara tentang perdamaian tapi sejarah selalu berisi kekerasan

Perang adalah antitesis humanisme, dalam perang tak pernah ada pemenang yang sesungguhnya karena yang kalah akan terbunuh dan yang menang pasti juga mati. David Ayer seperti sengaja membawa kita untuk  melihat langsung pertempuran darat jarak dekat, tank melawan tank, prajurit melawan prajurit, saling membunuh untuk mempertahankan hidup. David Ayer juga melibatkan mantan kru tank Perang Dunia II Peter Comfort (90), sebagai penasihat untuk film ini. Tak heran, kita seperti berada langsung didalam tank.

Film ini adalah kisah perjalanan beberapa tentara Amerika yang ditugaskan digaris depan untuk menggempur Nazi Jerman pada bulan April 1945. Mereka ditugaskan untuk masuk ke wilayah Jerman dengan bersenjatakan tank baja Sherman, yang diberi nama Fury.
Sersan Don Wardaddy yang diperankan apik oleh Brad Pitt dan tiga orang anak buahnya, Boyd Bible Swan (Shia LeBeouf), Grady Travis (Jon Bernthal) dan Trini Gordo Garcia (Michael Peña) baru saja kehilangan asisten pengemudi hingga kemudian Norman Ellison yang diperankan oleh Logan Lerman ditugaskan untuk bergabung dalam tim. Norman adalah seorang juru ketik yang baru 8 minggu bertugas dimiliter. Drama dimulai ketika remaja itu harus melihat sendiri perang dan kematian didepannya. Pergumulan emosi dan kepahlawanan menjadi satu dalam ribuan nyawa yang terkubur.

Sebelum kedatangan Norman, Don Wardaddy dan anak buahnya melihat perang dengan sinis, antara membunuh atau dibunuh, tak ada moralitas dalam perang. Mereka bahkan lupa berapa liter darah yang telah mereka tumpahkan atau berapa kawan seperjuangan yang telah terbunuh. Mereka tak begitu peduli soal nasionalisme, bagi mereka dimanapun Nazi harus tumbang.

Secara umum, film itu bertutur tentang pergolakan psikis para tentara. Bagaimana perang memaksa orang orang baik harus memburu nyawa dan kematian begitu dekat seperti bayangan yang mengejar karena setiap detik tak bisa diprediksi apakah esok masih ada atau tidak.

Setiap ideology adalah perdamaian tapi sejarah adalah kekerasan, begitu kata Don Wardaddy (Brad Pitt) ketika memaksa Norman Ellison ( Logan Lerman) untuk menembak tentara Nazi yang ditangkap. Norman tetap menolak untuk menembak meski akhirnya terpaksa diharus dia lakukan. Fury tidak menitik beratkan pada sosok Don Wardaddy yang heroistik. Pertentangan emosi Norman menjadi salah satu pemanis di film ini.  Juru ketik muda yang bahkan takut mendengar bunyi senjata, yang bahkan masih ngeri melihat darah pada akhirnya harus tegas menerima kondisi dan mulai terbiasa untuk membidik musuh.

David Ayer terbilang sukses meramu film menjadi tontonan yang menarik bagi para penggemar film film perang. Meski sedikit membosankan dengan durasi lebih dari dua jam dan alur yang agak lambat. Keterlibatan Peter Comfort sebagai mantan kru tank Perang Dunia II tak bisa dianggap biasa. Barangkali karena kehadiran Comfort menjadikan Fury seperti melihat perang dari dalam Tank.

Sunday, 12 October 2014

Resensi Film: A Walk Among The Tombstones

A Awalk Among The Tombstone
Sutradara: Scott Frank
Produksi: Global Multimedia Video






Sejujurnya, saya selalu menyukai Liam Neeson dalam film film thriller. Ekspresi wajahnya dingin sangat pas memerankan ayah yang baik seperti dibeberapa sequel film Taken. Beberapa minggu lalu, saya juga menonton filmnya yang berjudul Third Person.Om yang satu ini memang tidak ada pudarnya! Di Film bergenre drama tersebut Liam Neeson berperan sebagai penulis yang memiliki affair dengan seorang perempuan muda.

Film A Walk Among The Tombstones diangkat dari novel misteri karangan Lawrence Block. Seperti film film action lainnya, arahnya sudah bisa ditebak. Selalu butuh penjahat dan selalu ada pahlawan. Liam Neeson berperan sebagai Matt Scudder seorang mantan polisi NYPD yang menjadi detektif swasta. Matt adalah alkoholik yang kemudian tobat dan mencoba melupakan masalalunya.

Ketika penculikan beberapa wanita yang terkait dengan bandar heroin menjadi misteri yang tak terpecahkan, Kenny Kristo ( Dan Stevens) sangat dendam saat istrinya diculik oleh dua orang yang menggunakan mobil Van. Meski dia sudah membayar uang tebusan, mereka tetap membunuh istrinya dengan brutal. Lewat adiknya, Peter Kristo (Boyd Holbrook) dia lalu menyewa Matt yang awalnya menolak karena tak ingin terlibat dalam balas dendam namun berubah pikiran ketika Kenny memperdengarkan rekaman pembunuhan istrinya. Petualangan Matt pun dimulai.

A Walk Among The Tombstones sempat menduduki peringkat kedua di Box Office dengan keuntungan 13, 1 juta dollar dipekan pertamanya meski demikian saya tidak beranggapan film ini istimewa, untuk ukuran film Thriller action film ini hanya menambah daftar koleksi yang ditonton saat senggang. Namun jika kalian penggemar Liam Neeson maka tak ada salahnya film ini dijadikan salah satu pilihan. Sutradara film, Scott Frank yang juga pernah terlibat dalam film Wolverine sepertinya sengaja mempertahankan karakter Liam Neeson sebagai aktor Thriller Action.
Kehadiran Brian Bradley, rapper cilik peserta X factor yang memerankan TJ, seorang bocah kulit hitam dengan antusiasme tinggi untuk membantu Matt Scudder cukup berhasil membuat film ini menghibur. Karakter bocah yang ingin menjadi pahlawan dengan keterbatasannya. Seru!

Well, berhasilkan Matt membongkar sindikat penculik ini? Mengapa korban selalu berhubungan dengan bandar heroin? Ayo ditonton, akting Om  Neeson masih memikat kok..

Friday, 10 October 2014

Salah satu hal yang paling sulit dilakukan adalah mengingkari kegagalan.

tentang orang orang yang kalah...



Malam itu tanggal berapa? Entah.
Aku duduk diberanda menikmati angin yang membelai rambutku, ketika orang lain terlelap dalam suasana yang hening. Dering telepon mengabariku sesuatu. Dunia pun menjadi benderang bukan saja dalam artifisial tapi sejauh yang bisa kulihat semuanya begitu berwarna, kelap kelip, gemilang.
Apa yang kau ucapkan dibibirmu, seperti membebaskanku dari kutukan, ditengah jerit kesulitan, kamu hadirkan hal yang tak pernah kupikirkan sebelumnya.
Aku kegirangan, seperti bocah yang mendapatkan mainan. Melompat turun dari kursi seakan menembus ruang waktu, aku menjadi raja, menjadi istimewa dari segala yang pernah ada, aku bertahta dalam mahkota yang tak ternilai. Aihh! Terimakasihku untukmu.
Kamu tahu kan? Ketika manusia terbiasa dengan ketiadaan, mereka pun jadi penakut bahkan takut untuk bermimpi. Ketika kita begitu akrab dengan kegagalan, kita pun terbiasa dengan kekalahan.
Aku jenuh mendengarkan Mario Teguh atau motivator atau orang orang bijak yang bilang bahwa kesuksesan itu adalah buah dari banyak kegagalan. Gagal ya gagal! Kalah ya kalah! Thats it.
Orang orang hanya menilai kita dari apa yang bisa kita raih, bukan berapa kegagalan saat kita mencobanya. Ia kan? Ini dunia nyata. Bukan dunia yang dibangun dari kantong ajaib Doraemon. Kenyataan tak semanis roti keju yang kamu taburi susu tiap pagi. Presiden tidak bisa mengubah kisah putri salju menjadi non fiksi. Kumpulan manusia yang ada disekitar kita adalah masyarakat konsumtif, beberapa dari mereka mungkin tidak tapi yang jelas mereka bukan anime. Pun juga kita.
Tapi kamu, memberi perbedaan. Apakah kamu tau itu?
Hal hal hebat yang kita jalani, kebersamaan yang kita lewati, senyum, amarah, perdebatan gila yang kadang membuat kita kehilangan kontrol, lupa diri, irrasional. Semua itu edan! Bukankah itu cinta? Itu dongeng yang kita ciptakan dan selamanya akan mengikat kita.
Aku begitu bersemangat saat itu, membayangkan surga yang pernah kubaca dibeberapa buku, aku sudah jauh membayangkan berlari dipuncak gunung, berlabuh didermaga, bandara dan kota kota yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Aku bermimpi. Seperti mimpi seorang kenek bus kota mendapatkan bus nya sendiri.
Kamu hadirkan impian, melewati batas batas dogma, suka bangsa dan ras. Semua tak berarti bagi kita. Kamu begitu manis dalam tidurku. Dan aku hanya ingin mengingatmu seperti itu. Aku sudah memberikan semua yang aku miliki dalam kepapaanku, semangat, kerja keras, pertahanan diri  dari hidup yang memaksaku binasa dan kesinisan dunia, aku sudah berikan semuanya untukmu bahkan kemarahanku.
Aku mencintaimu dan aku tidak punya apa apa lagi.

Pada suatu ketika, aku akan ambil kembali semua kegagalan itu, karena sesungguhnya tidak ada orang yang ditakdirkan nyaman dalam kekalahan bahkan seorang pecundang pun tidak selamanya berada dalam hujan. Hidup bukanlah tentang meratapi atau menunggu badai berlalu, tapi tentang bagaimana kita belajar menari didalamnya. Dalam badai, dalam nestapa. Kegagalan tidak pernah dimaknai sebagai kegagalan sampai kita benar benar menyerah dan aku tidak akan pernah menyerah, tidak akan pernah tunduk pada kegagalan, aku akan berjuang meski hanya sampai satu kemenangan terakhir yang tersisa dibumi. Aku pasti bisa! Dan aku berharap, kau ada disisiku saat itu.