“Ketika semua bentuk ke-normal-an itu dijungkir-balikkan, ketika fakta tentang nilai menjadi -orang baik- didobrak, ketika manusia modern meragukan diri dan ke-normal-annya, ketika kebenaran, nilai-nilai, moralitas, pengetahuan dan tata aturan baku di hancurkan!!”Aku terbangun jam 11 siang-lebih sedikit, computer masih menyala, menyisakan sisa ingatan semalam, ranjang, seprei dan bantal guling kubiarkan saja berhamburan muntah, aku berharap ranjang ini tidak muak menampung tubuhku, barangkali: jika dia memiliki suara maka akan terdengar jeritan kebosanan…
“bukan manusia doank yang bisa bosan mas, gw juga jenuh kalee” hahaha… anjayyy!!!Aku jadi teringat percakapanku semalam dengan seorang teman wanita, kami terlibat diskusi yang cukup alot dan berakhir tanpa menghasilkan stimulus apa-apa selain tensi emosinya yang mendadak naik saat aku mengatakan,
“system kerja hari ini hampir tidak berbeda dengan perbudakan di abad 17, dan kebanyakan kaum pekerja tidak sadar jika mereka diperbudak”. Yeah!! obrolan kami tentang kebosanan, alienasi, etos kerja dan semua bentuk pandangan umum masyarakat dominan: aku yakin’ pagi ini dia akan mengenangku sebagai orang yang menyebalkan, aneh atau barangkali gak normal…
But I think, I dont care!!Intermezzo
Hegemoni merupakan sebuah pandangan hidup dan cara berpikir yang dominan, yang di dalamnya sebuah konsep tentang kenyataan disebarluaskan dalam masyarakat baik secara institusional maupun perorangan; mendiktekan/memaksakan seluruh cita rasa, kebiasaan moral, prinsip-prinsip religius dan politik, serta seluruh hubungan-hubungan sosial, khususnya dalam makna intelektual dan moral - Antonio GramsciAku sadar, aku hidup di dalam dunia berisi individu-individu yang melebur menjadi masyarakat dan sebagai bagian dari mereka, maka aku hanya bisa mendapatkan posisiku ketika aku berada dalam kolektifitas social. Dengan ini, berarti diriku tidak akan bisa lepas dari kondisi social tempatku berada, -kelas sosial, pengetahuan, moralitas juga norma-norma-. Otomatis semua pandangan umum dominan akan menjadi kacamata/ pijakan bagi lingkungan sosialku dalam memahami kehidupan, pun diriku akan begitu sulit melarikan diri dari semua kebiasaan umum itu. sekalipun aku bisa melarikan diri dari semua itu maka aku akan di beri klaim “berbeda – lain - gila atau sejenisnya-“ percayalah sayang!! ketika orang-orang disekitarmu mengganggapmu berbeda maka, hak - hak mu pun akan terabaikan, hak mu tidak akan sama dengan mereka yang manggut-manggut pada pola kebiasaan umum, meski sebenarnya, hak – hak yang universal sudah lama terampas!! Mengingat percakapanku semalam, aku jadi ingin tertawa, sungguh ironis; di zaman dimana semua hal bisa menjadi mungkin masih ada saja orang-orang yang merasa aneh dengan pemikiran-pemikiran yang lari dari pola-pola umum, memangnya kenapa kalo ada yang mempunyai pemikiran anti kerja, memangnya kenapa kalo ada yang orang yang menggugat otoritas, moral dan norma-norma?!? Barangkali, karena aku berhadapan dengan orang yang hidup dengan kesenangan yang berlimpah, gadis yang menganggap dunia ini baik-baik saja, apalagi di kota ini, dimana kapitalisme menusuk tepat di ulu hati dan memberi batasan yang jelas antara mereka yang berpunya, kaum elite, borjuasi dan mereka-mereka yang dibawah. Mereka yang diatas sana, akan sulit sekali menerima ide-ide pembangkangan karena secara langsung ide-ide tersebut mengancam eksitensi mereka, menggugat keberadaan mereka-pun gadis ini. Aku mulai mengerti bahwa wajarlah kiranya, jika ketidakadilan sudah mengakar didalam masyarakat karena hal tersebut dianggap sebagai sesuatu yang biasa, hal yang umum, penindasan yang di “Iya”-kan oleh kesadaran kebanyakan orang. Aku masih sempat mengingat nada ucapannya yang mengutukku,
“dasar kamu aneh, gila!!” nada suara itu menukik ditelingaku, menggelitik kupingku lalu mencairkan tawaku dan hal itu yang membuat emosinya mendadak naik, dan dipuncak-nya dia lalu bilang
“maaf, gw jadi ilfeel sama lo” hahahaahha!! Kupretttt….aku tahu’ pemikiran gadis itu mewakili semua pandangan umum masyarakat dominan, pandangan masyarakat mainstream, aku sadar, bahwa aku agak “sedikit berbeda” meski sebenarnya banyak yang mempunyai pemikiran sepertiku bahkan ada yang lebih ekstreem lagi. tokh- itu adalah sesuatu yang sudah terlalu sering kutemui, aku juga sudah cukup sering ditinggalkan oleh orang-orang yang berarti dalam hidupku hanya karena pandangan-pandanganku yang menyimpang dari pola pemikiran mainstream. Sudah sangat biasa, aku dibenci bahkan di musuhi oleh kawan-kawanku sendiri karena pemikiranku yang sebenarnya juga di anut oleh banyak orang. Aku tidak akan berhenti sampai disini!! Jika kelak aku kalah- minimal aku pernah punya sesuatu yang kubanggakan, meski sebenarnya, ini bukan sesuatu yang harus dibanggakan.. hahahaha,
amsyiooonggg dah!!Teringat gadis itu: aku juga ingat, konsep keberlain-an yang digagas oleh Foucault, murid tak langsung Nieztche ini pernah melakukan penelitian tentang sejarah orang-orang yang berbeda, yang diklaim gila; yakni tentang mereka yang ditolak, dia berhasil mengungkap formasi-formasi bahasa dan diskursus yang telah menciptakan konsep “Pihak Lain”. Untuk hal ini, Ia menggunakan deskripsi genealogis. Genealogi bukanlah teori, tapi lebih merupakan cara pandang atau model perspektif untuk menempatkan diskursus, praktek sosial dan diri kita sendiri dalam wilayah relasi kuasa.
(wiidihhh, bahasanya jadi sok intelektual gini, halah: biar cerdas lo; hahahaha) Berkenaan dengan sejarah kegilaan, Foucault menunjukkan bahwa predikat ‘gila’ bukanlah sekedar masalah empiris atau medis semata, tapi juga berkenaan dengan norma-norma sosial, Dalam arti, pengertian tentang kegilaan adalah hasil ciptaan manusia. Pengertian gila terus berubah mengikuti zaman. Pada Abad Pertengahan, orang gila adalah yang tidak berintegrasi dengan masyarakat. Menurut versi agama, orang gila adalah yang tidak memiliki loyalitas pada agama. Pengertian gila terus berubah sesuai dengan perspektif dan kepentingan pemegang kuasa, ikut terlibat para dokter, politisi, pakar hukum dan unsur-unsur yang dominan dalam masyarakat. Diantara semua itu yang paling krusial peranannya adalah para dokter yang menciptakan bahasa simbol dan tanda-tanda. hingga, struktur bahasa inilah yang sangat berpengaruh dalam menilai ‘gila’ atau ‘waras’nya seseorang. Analisa genealogis adalah kritik terhadap ilmu pengetahuan modern, dalam hal ini ilmu pengetahuan sejarah. Ilmu pengetahuan sejarah modern lebih merupakan pembungkaman terhadap Pihak Lain yg berbeda. Kegilaan adalah aspek yang kemudian terlupakan -yang terbungkam, yang terpinggirkan. Dari penelitiannya,
Foucault berhasil menyimpulkan bahwa kegilaan merupakan kebutuhan masyarakat akan formasi sosial yang dikehendaki, hingga menjadi kebutuhan sosial tertentu. Dari sini tercipta mereka ‘Pihak Lain’. “Kamu gila” berarti “kamu bukan golongan kami.” itu pointnya!!! Bagiku, Kegilaan (gila dalam perspektif masyarakat dominan) mengandung banyak hikmah dan kebijaksanaan. Buktinya - aku banyak belajar dari mereka-mereka yang terpinggirkan, aku lebih bisa memahami hidup dan mencintai hidup ini karena mereka-mereka yang dianggap berbeda. Anehnya: dari mereka lah aku bisa menemukan hakikat sesungguhnya dari hidup ini. Tidak bisa dielakkan bahwa: aku hidup dalam pemikiran masyarakat yang sudah di bentuk dari atas, dimana kepercayaan pada apa yang ada didepan mata seakan-akan sudah tidak bisa diganggu-gugat lagi, ide tentang demokrasi, ide tentang otoritas hirarkis, semua menjadi sesuatu yang sudah tertanam, menjadi idea fixed, melahirkan dogma!! Apa yang harus kulakukan untuk membatasi diriku dari distorsi tersebut, realitas yang sudah semestinya di hancurkan karena terbukti tidak mampu merepresentasikan hak semua orang secara adil dan merata!! Satu-satu-nya hal yang bisa kulakukan hanyalah dengan membangun moralitasku sendiri, membangun dunia-ku sendiri- persetan orang-orang yang memberi stigma apapun untukku, tokh, hal itu tidak akan membuatku mati atau hidup,
“aku percaya bahwa hanya dengan terus melawanlah satu-satunya alasan yang menjagaku hingga tetap waras”. Melawan disini tidak harus dengan mengangkat senjata tapi juga melawan dengan pemikiran, minimal sadar- bahwa ada ketidakadilan, bahwa dunia hanya nampak baik dipermukaan, bahwa bentuk kenormalan yang ada ternyata harus dibalik. Itu saja dulu-lah!! Walau itu sebenarnya sangat tidak cukup…
Kadang-kadang aku ingin terlahir tanpa tahu apa-apa, seperti Socrates yang merasa bijaksana’ jika dia tahu bahwa dia tidak tahu- Socrates aneh juga!! Mana mungkin orang akan bijaksana jika mereka tidak tahu?? Hahaha!! Apa dengan tidak tahu apa-apa maka hidupku hanya mengikuti aturan main seperti mereka yang diluar sana, tapi aku yakin- jika itu terjadi, aku sama saja seperti mesin tanpa emosi, mesin yang hanya memiliki moralitas kerja tanpa bisa mempertanyakan ini- itu,
sorryyy yee, mas Socrates, gw kagak mau kaleee…lha, kok jadi salahin Socrates. Hahaha!
Kerja
Para pekerja baru dapat menjadi diri-nya sendiri setelah waktu kerja selesai - Karl Marx-Semua manusia butuh eksitensi, semua orang butuh pengalaman, butuh ruang untuk mengeksplorasi dirinya, dan kerja adalah salah satu ruang dimana manusia bisa merepresentasikan dirinya, pengalamannya juga kemampuannya, dengan bekerja manusia akan menemukan hakekat kemanusiaannya. Di titik ini, manusia secara langsung berhubungan dengan dunia sosialnya, memiliki keterkaitan dengan dunianya, keterikatan ini bersifat horizontal. Manusia memberi apa yang dia bisa, melakukan apa yang dia kehendaki didalam kolektifitas social. Mengenang percakapanku semalam, rasanya semua terlihat absurd hari ini-
kerja.. kerja.. kerja…!! Gadis itu seketika diam ketika aku mengatakan,
“kamu kerja, alasan paling simple mu adalah untuk mencari uang dan membiayai hidup, alasan itu juga lah yang membuat posisi tawarmu lemah di hadapan kapitalisme, dan itulah senjata mereka untuk memperbudak dirimu,” Aku bisa saja percaya bahwa, semua orang butuh kerja bukan sekedar alasan untuk membiayai hidup tapi lebih-lebih untuk merepresentasikan dirinya. Yeah.. yeah.. yeah..
Ironisnya!! System kerja hari ini hampir tidak berbeda dengan perbudakan dimasa lalu, gairah dan emosi para pekerja hampir hilang atau bahkan sudah mati ditelan deru kebisingin waktu yang sempit, kerja telah menjadi momok yang menakutkan karena kebanyakan orang yang bekerja hanya alasan untuk mencari uang dan membiayai hidup, That’s Fuck!!! Dengan alasan ini –lah, mereka bekerja tanpa ada perasaan apapun atasnya, mereka tidak lagi berusaha memanifestasikan dirinya untuk dirinya dan dunia sosialnya tapi semua waktu dan tenaganya telah di eksploitasi oleh kapitalisme untuk kepentingan mencari laba sebesar-besarnya, kaum pekerja tidak bisa lagi berpikir bebas dan kritis karena semua waktunya sudah habis dihisap jam kerja, parahnya lagi, kebanyakan dari kaum pekerja melakukan pekerjaan yang sebenarnya jauh dari yang di senanginya: hanya karena alasan tersebut diatas. Alih-alih untuk mempertanyakan ketidakadilan bahkan pikiran dan tindakan mereka melayang pasiv di langit yang tidak bisa di ketahui mau kemana. Asshole!!! Jadi dimana keadilannya?? Aku juga tidak mungkin menyalahkan gadis itu, karena aku tahu’ tanpa kerja dia tak akan bisa makan- pun diri-ku’ darimana aku harus dapat uang dan membeli kebutuhanku jika tak ada pekerjaan: apa masih mungkin aku menulis dan bernyanyi tanpa uang? Ini memang dilemma: bahkan untuk kencing aja dijakarta mesti bayar…
kentut aja yang gratis: hahahaha!! . siapa yang harus di kutuk atas ini?? yeahh!! System ini lah yang harus bertanggung jawab!!
System ini merampok semuanya bahkan dibenarkan oleh logika, yeah!! Hegemoni!!, belenggunya mengikat bahkan sampai di ruang paling tersembunyi sekalipun, ditingkat permukaan dia memperkosa sadar bahwa kaum pekerja di beri upah dengan semua loyalitas kerjanya tapi itu hanya manipulasi. Inti dari kapitalisme adalah pencapaian keuntungan sebesar-besarnya, keuntungan itu juga diperoleh lewat pertukaran manusiawi namun dalam mekanisme pertukaran jasa dan barang hanya selalu menguntungkan kaum pemilik modal melalui cara penghisapan. Seperti yang pernah di cetuskan oleh Karl Marx dalam teory nilai lebih (surplus value), inti nilai lebih adalah nilai yang diberikan kaum pekerja secara terpaksa melampaui apa yang dibutuhkan. Misalnya seorang buruh bekerja 10 jam sehari dengan upah Rp 20.000/hari, waktu kerja yang dibutuhkan untuk menyelasaikan kerja-nya hanyalah 5 jam, namun karena dia terikat perjanjian kerja maka para buruh harus menyelesaikan waktu 5 jam-nya juga. Inilah yang sesungguhnya yang direnggut oleh para kapitalis, waktu lima jam ini lah yang kemudian menjadi dasar dari pembahasan nilai lebih dan teory-teory turunannya. belum lagi ketidakseimbangan upah dan fenomena buruh kontrak yang saat ini sedang jadi polemik.
“apa kamu sadar bahwa kamu hanya dijadikan komoditas” aku masih ingat pertanyaan itu saat obrolan kami masih kondusif malam itu. tatapan matanya yang seakan mengulitiku, lebih tajam dari suara garang Brian Johnson.
“siapa bilang? Aku bekerja dengan gaji lumayan, tiap bulan aku bisa liburan ke bali, aku bisa membeli tas prada, Gucci, aksesoris yang aku mau, aku bekerja keras dan karena itu aku di gaji, wajarlah!!” dammz!!!
Secara umum kapitalisme juga mengaburkan ketidakadilan itu di tingkat konsumsi bahwa upah yang layak telah diberi kan bagi kaum buruh. Alasan ini begitu melekat hingga sulit sekali bagi kaum pekerja untuk menggugat-nya, kapitalisme telah memodifikasi dirinya dengan sangat rapi dan indah hingga samar untuk di kenali. Jawaban gadis manis itu semakin mempertegas garis demarkasi diantara kami, posisi kami memang secara alami bersebrangan. Yahh!! Aku jadi merasa perlu untuk menyerang semua alasan-alasannya, dan saat kuputuskan itu’ aku lupa, aku akan kehilangannya.
Sedikitnya waktu yang tersisa bagi kaum pekerja akibat penghisapan ini, sedikit demi sedikit juga mereduksi emosi mereka, fenomena di kota-kota besar memungkinkan semuanya berjalan seperti ada-nya, industri membuat kota kehilangan emosi-nya, tiap hari yang nampak hanya manusia-manusia yang lelah akibat desakan untuk bertahan hidup, wajah-wajah yang menampilkan dandanan menor demi menutupi betapa datarnya emosi mereka, mereka yang diatas akan selalu hidup dalam ketakutan, was-was pada apapun, mereka akan terus menjaga kekayaannya agar tidak hilang, asumsi inilah yang membenarkan mereka untuk terus mencari untung sebesar-besarnya hingga emosi mereka hilang. Begitupun yang dibawah, mereka akan terus di kejar keterdesakan akan pemenuhan kebutuhan hidup dan percayalah, emosi mereka juga menyusut!!. Mereka berpikir bahwa mereka bebas padahal sesungguhnya mereka hanya bebas memilih barang untuk mereka beli tapi kebebasan yang sesungguhnya, seperti berpikir kritis sudah dirampas oleh system ini, selebihnya lagi, mereka sedang berbaris antri menuju proses mekanisasi, mereka di mesinkan!! Jangan aneh, jika kota ini sudah kehilangan emosi-nya, kota ini tak lebih dari kumpulan manusia-manusia mekanik. Karena kaum pekerja hanya menjadi manusia ketika waktu kerja usai!! Mereka hanya akan menjadi manusia setelah mereka lepas dari kantor, setelah mereka keluar dari pabrik-pabrik, pendek sekali waktu untuk yang mereka punya untuk menjadi manusia?? Bayangkan, dari jam 7 pagi hingga jam 5 sore’ waktu mereka di ambil oleh industri, selebihnya harus mereka gunakan untuk istirahat, berapa jam waktu untuk mereka menjadi dirinya? Dan apa kah itu cukup? aku ingat, gadis itu begitu marah saat kupaparkan alasan-alasan ini dan aku tahu ini akan membuatnya jauh dariku tapi seperti yang dikatakan oleh
George Orwell “kebebasan adalah memberi tahu orang – orang apa yang tidak ingin mereka dengar”. meski ini juga secara otomatis memutuskan hubungan emosionalku dengannya, mungkin, kelak aku akan merestorasi kembali cara-cara seperti ini, yahhh!! Mungkin aku perlu melakukannya!! Aku sadar system ini kuat sekali untuk dihancurkan, sedang gerakan-gerakan yang mengaku revolusioner masih terpolarisasi akibat perbedaan strategi dan taktik, belum lagi pengkultusan akan adanya tokoh sentral sebagai martil..
Persetan mereka… !!!Berlari Menampar Langit
He who controls the present controls the past ; War is peace, freedom is slavery, ignorance is strength - George OrwellApa lagi yang bisa kusimpulkan dari percapakan semalam, bahkan ranjangku pun bosan dengan segala perdebatan. Aku hanya perlu membangun moralitasku sendiri, membina hidupku dengan segala yang kupercayai. Aku percaya, surga bisa diciptakan didunia nyata, dimana burung pagi akan selalu bersajak bersama embun. Orang-orang tersenyum tanpa basa-basi karena tak ada pemaksaan. Saat kulirik hape-ku, sebuah sms ternyata sudah bertengger sejak jam 9 pagi tadi
“gak normal lo, belajar jadi org benar deh, jalan pikiran lo aneh, gw gak mau kenal lo lagi”.hahaha!!. Rupanya amarah gadis itu masih terbawa hingga pagi ini.
Memangnya normal itu kaya gimana seh?? Dengan bekerja mapan dan dijadikan komoditi itu adalah bentuk kenormal-an, dengan mewakilkan hidup pada orang lain itu dianggap sebagai sebuah hal yang wajar, lha!! Jika ada orang yang ingin lari dari pemikiran itu, gimana, dianggap gila?? jika orang sadar bahwa dirinya hanya dijadikan komoditi, itu bukan orang baik?? Defenisi baik itu mesti taat pada semua aturan yang sebenarnya sangat abstrak, apakah normal-norma yang terbangun sekarang itu representative? jadi orang yang hanya manggut-manggut dan diperbudak itu adalah orang baik, orang normal?? apa gak terbalik neh dunia?!?. Aku tidak anti kerja dalam pengertian yang paling radikal, enggak!! aku juga tidak menentang mereka yang bekerja, aku hanya ingin mengatakan bahwa’ system kerja hari ini, hampir tidak beda dengan perbudakan di abad-abad sebelumnya” apa itu gak normal, hahahaha!! Bukannya yang gak normal itu mereka yang bekerja dengan menghamba dan dijadikan sapi perah para pemilik modal. Etos kerja itu yang perlu digugat!! Aku ingin bekerja tapi dengan cara yang adil dimana didalamnya aku bisa berasosiasi bebas tanpa ada pressure dari atas, aku ingin bekerja untuk menyempurnakan hidupku dengan memberikan apa yang aku bisa bagi kolektifitas sosialku. aku ingin bekerja sambil bersenang-senang, sambil bernyanyi, menari didalam hujan atau merasakan hembusan angin tanpa takut ada tekanan. Didunia ini, semua nilai, norma juga moral hanyalah sebentuk komoditi, siapa seh yang tidak munafik di dunia yang juga munafik ini??. Aku tidak ingin menjadi mesin tanpa emosi, lihatlah para pengkhotbah selalu bicara moral, kita taat dan patuh pada moralitas mereka, sedangkan di atas sana apa mereka perduli pada moralitas? Berapa banyak korupsi? Berapa banyak maling yang mencuri uang rakyat?? Apa mereka bermoral?? Jadi yang dibawah dipaksa bermoral sedang kan yang di atas dibiarkan saja bahkan cenderung dibenarkan dengan dalih-dalih moral, fuck!! Moralitas hari ini adalah: pemimpin berhak atas seluruh hidup bawahannya, bahwa penguasa bebas mengambil keputusan apapun dan itu dibenarkan oleh hukum, bahwa rakyat di bawah tidak perlu banyak ulah, harus taat, patuh, ada peraturan, ada penjara!!
demokrasi, top forty, konsumerisme, itu-lah moralitas yang didiktekan dalam kesadaran massa hari ini.. enak aja!!! Seharusnya para pemimpin itu di reduksi, hingga tiada lagi orang yang mengaku pemimpin dan moralitas bisa di bangun kembali agar bisa merepresentasikan elemen-elemen social dimasyarakat.
Aku menolak memperbudak orang, menolak menjadi bagian dari system yang menindas orang lain, siapa yang lebih bermoral? Aku atau mereka?? Shitt!!Apa aku harus diklaim bukan orang baik, jika aku ingin merasakan emosiku hadir secara alamiah, sempurna dan apa adanya, akh sudahlah!! Aku akan melarikan diri dari system ini dalam artian aku tidak harus mengasingkan diri di planet lain atau tinggal di belantara, aku hanya menolak patuh pada aturan-aturan baku, aku hanya menolak di seragamkan, menolak di mesinkan, tapi aku pastikan akan tetap bersentuhan dengan peradaban ini, tetap merdeka dan bebas di dalam denting-denting gelas berbusa sambil berteriak dan bernyanyi meludahi modernitas, nonton gigs-gigs musik rock, melihat pagelaran-pagelaran, sesekali nonton film, bersenang-senang sepanjang hari!!
(gw bukan orang kaku mas, bukan orang yang diperbudak ideology, gw orang senang!!hehe..) jika suatu saat, aku bertemu lagi dengan gadis yang sebenarnya sangat cantik itu, aku ingin mengucapkan testimoniku,
“maaf dear, saya gagal jadi orang baik!!!” hmmm, jadi pengen bersenandung,
“Here we go, welcome to the machine, It's taken me all this time to find out what I need. Here we go, welcome to the machine, It's taken me all this time to find out if I bleed.” dengan selesainya lagu pink floyd itu, gadis itu pun juga ikut berlalu dan secara tidak langsung pupus sudah harapanku untuk bercinta dengannya..
hahahaha!! Asshole….