Saya terkejut karena kami masih hidup karena dulu saya berpikir bahwa kami pasti akan mati atau berakhir dipenjara. Kami bersikap buruk kepada banyak orang dan melakukan hal yg disesalkan tiap hari. Entah bagaimana kami bisa bertahan dan melewatinya bersama-sama"
-Nikki Sixx on The Dirt Movie-
Sejujurnya saya tidak pernah menyukai Motley Crue meski sangat menggemari potongan rambut mereka. Suara Vince Nail terlalu manis utk disebut rock dan utk org-org sepertiku, suara yg kasar dan serak lebih terdengar jantan utk didengarkan. So? Bila harus memilih band seangkatannya, saya lebih memilih Blackie Lawless tapi ini bukan tentang Motley Crue versus WASP.
The Dirt adalah film produksi Netflix yg cukup berani mengingat film film musikal sdh hampir habis. Bila perusahaan TV berbayar ini terinspirasi oleh Bohemian Rhapsody milik FOX maka itu akan jadi sebuah kesalahan. Tentu saja, orang akan selalu mengingat Queen dibanding band Glamrock berisi laki laki berwajah cantik yg main band hanya utk bersenang senang dan ngefuck ini.
Untungnya, film ini memilih pendekatan berbeda, cara komedi dengan alur cerita yg ringan cukup berhasil. Film ini menghibur meski Rotten Tomatos hanya memberi nilai dibawah 5.
Memberikan kursi Sutradara kepada Jeff Tremaine merupakan keputusan tepat paling tidak dalam satu adegan ketika Ozzy Osborne yg diperankan Anthony Cavalero meminun air kencing Nikki Sixx (sukses diperankan oleh Douglas Booth) akan mengingatkan kita pada film Jackass-nya Jeff Tremaine. Absurd memang.
Selebihnya, dominasi aktor aktor medioker dalam film ini sungguh menghemat kantong Netflix. Machine Gun Kelly memerankan Tomny Lee yg dibuat seperti anak mami dan bertingkah konyol. Iwan Rheon apik mengambil tempat Mick Mars yg tenang dan dewasa. Sementara Daniel Webber memerankan Vince Nail yg penuh drama. Lalu? Bagaimana Nikki Sixx? Douglas Booth harus diberi jempol. Karakter Sixx sebagai leader band yg pemurung karena masalalu keluarganya yg kelam jelas terlihat dalam dirinya. Ledakannya terlihat dalam pelariannya pada heroin.
Film ini tidak bermaksud utk mengembalikan kejayaan Glamrock 80-an yg memang sudah habis. Musik Glamrock itu impotent dan meski di-trigger oleh obat kuat apapun jenis musik itu tidak akan bisa bangun lagi.
Barangkali itu pula yg disadari oleh Netflix. Jika harus berkaca pada komedi School of rock nya Jack Black yg memang menititik beratkan utk penonton teenager maka The Dirt menurut saya lebih utk penonton berumur yg ingin bernostalgia pada kejayaaan Glamrock.
Nikki Sixx sekontroversial apapun hidupnya namun dia adalah tipe leader band yg cukup berhasil membawa Motley Crue tetap utuh (meski beberapa dari mereka sempat keluar) paling tidak hingga di konser terakhir mereka pada 2015 lalu.
Sex, Drugs and Rocknroll ditampilkan sangat vulgar dalam The Dirt. Penuh perempuan telanjang dan pesta narkoba. Alkohol dan keliaran para rockstar. Setahun sebelum album Dr Feelgood dirilis, Nikki Sixx menghubungi semua personel Motley Crue dan semua setuju untuk rehabilitasi narkoba dan berimbas pada kesukseasan album Dr Feelgood.
Album itu merupakan album terbaik mereka. Seperti yg diakui Mick Mars dalam The Dirt.
"Saya tidak mengingat apa yg terjadi, semuanya buram namun dengan Dr Feelgood kami punya album nomor satu untuk kali pertama."
Motley Crue sdh pensiun tapi di Indonesia band ini masih punya banyak penggemar. Band band cafe di Jakarta yg didominasi para orang- orang tua masih berpikir dirinya adalah Motley Crue. Percaya diri sebagai rockstar, gondrong, berponi, ngeband, cover lagu orang, mabok dan dikelilingi wanita adalah infrastruktur Rock and Roll.. Padahal, nabi mereka sudah selesai. The Dirt adalah film yg memberi contoh sukses bagaimana sebuah band menyadari bahwa masanya sudah tamat dan mereka mengakhirinya dengan sempurna.
Artikel Terkait
REVIEWS
- Review Film Captain Marvel: Ketika Perempuan Menjadi Penyelamat Alam Semesta.
- Blackkklansman: Klu Klux Klan, Piala Oscar dan Rasisme
- Review Film Glass 2019: Trilogi ini diakhiri dengan cara yg keterlaluan, Anti Klimaks!
- ESCAPE ROOM: FILM BAGUS NAMUN GAGAL SEJAK ADEGAN PEMBUKA
- Review Film: Bumblebee: Sebuah Anomali dari delusi futuristic menjadi Human Psikologic
- Review film AQUAMAN 2018 : Contoh buruk ketika sebuah perusahaan tergesa-gesa dalam mengejar kompetitornya. Fatal dan Malpraktek.
- Review Film: Widows 2018: Tamparan pada Kesombongan politik kulit putih lewat nyanyian para wanita teraniaya
- Review Film Mortal Engines 2018: Visualisasi Klasik Perang Kelas di era Post Apocalyptik Pasca Digital
- Resensi Film Interstellar: "ketika sumber daya alam menjadi langka, peradaban bumi terancam mundur dan masyarakat agraris diambang kehancuran"
- Resensi Film: John Wick "Keanu Reeves memang ditakdirkan untuk menjadi keren!"
- Resensi Film: Left Behind "Film ini menegaskan kebangkrutan Nicolas Cage "
- Resensi Film: FURY "Perang adalah Neraka"
- Resensi Film: A Walk Among The Tombstones
- Resensi Film Dracula Untold "terkadang pahlawan adalah mereka yang dihujat seperti setan"
- Resensi Film: Annabelle "ini bukan film horor, tapi lebih konyol dari film drama"
- Resensi Film: The Maze Runner
- Resensi Film: Good People
- Perempuan-Perempuan Dalam Kerajaan Rock
- Jump Car Red: Perpaduan Musik dan Monolog Puisi
- IRON MAIDEN: Menjawab Penantian Panjang Para Pengemarnya di Indonesia
- Album of The Day: AC/DC – Iron Man 2
Resensi
- Review Film Captain Marvel: Ketika Perempuan Menjadi Penyelamat Alam Semesta.
- Blackkklansman: Klu Klux Klan, Piala Oscar dan Rasisme
- Review Film Glass 2019: Trilogi ini diakhiri dengan cara yg keterlaluan, Anti Klimaks!
- ESCAPE ROOM: FILM BAGUS NAMUN GAGAL SEJAK ADEGAN PEMBUKA
- Review Film: Bumblebee: Sebuah Anomali dari delusi futuristic menjadi Human Psikologic
- Review film AQUAMAN 2018 : Contoh buruk ketika sebuah perusahaan tergesa-gesa dalam mengejar kompetitornya. Fatal dan Malpraktek.
- Review Film: Widows 2018: Tamparan pada Kesombongan politik kulit putih lewat nyanyian para wanita teraniaya
- Review Film Mortal Engines 2018: Visualisasi Klasik Perang Kelas di era Post Apocalyptik Pasca Digital
- Dalam Pertempuran Cebong versus Kampret, saya memilih menjadi Nyamuk.
- Spotlight: Film Mainstream paling Nekat yang menyentil Vatikan.
- Review Film September Dawn: Kisah Gereja Mormon dan Keberagaman Kita
- In The Heart of The Sea
- Reviews Film The Stanford Prison Experiment: Ketika Prilaku Manusia Diubah Oleh Kekuasaan
- Resensi Film The Longest Ride: Bahkan Nicholas Sparks memungut cinta di-Black Mountain
- Resensi Film Interstellar: "ketika sumber daya alam menjadi langka, peradaban bumi terancam mundur dan masyarakat agraris diambang kehancuran"
- Resensi Film: John Wick "Keanu Reeves memang ditakdirkan untuk menjadi keren!"
- Resensi Film: Left Behind "Film ini menegaskan kebangkrutan Nicolas Cage "
- Resensi Film: FURY "Perang adalah Neraka"
- Resensi Film: A Walk Among The Tombstones
- Resensi Film Dracula Untold "terkadang pahlawan adalah mereka yang dihujat seperti setan"
- Resensi Film: Annabelle "ini bukan film horor, tapi lebih konyol dari film drama"
- Resensi Film: The Maze Runner
- Resensi Film: Good People
- Perempuan-Perempuan Dalam Kerajaan Rock
ROCKNROLL
- Review Film: Bumblebee: Sebuah Anomali dari delusi futuristic menjadi Human Psikologic
- Perempuan-Perempuan Dalam Kerajaan Rock
- Jump Car Red: Perpaduan Musik dan Monolog Puisi
- review gigs: Malam Sinting, Satu Dekade Rumput Ijo
- Changing The World “Rock’n'Roll - Culture And Ideology- Oleh David N Townsend
- PANJANG UMUR ROCK & ROLL...!!
- BAND COVER : AKUILAH, BAHWA KITA PECUNDANG…
- Rock & Roll Di Neraka….
- Rock & Roll, Hippies & Komunitas DeBanners
- Rock'n'Roll Hari Ini..
- Rocknroll tidak akan Pernah Mati didadaku!! "Mahkota Hippies Dibawah Payung Banner's"
- The Ideology Of RocknRoll..... ”Sejarah Perbenturan Pemikiran dari masa ke masa"
1 komentar:
Mantapp
Post a Comment